Wawancara Eksklusif

Wawancara Eksklusif Dessy Pramudiani Dosen Jambi, Permasalahan Peserta Didik Saat Pandemi Covid-19

Tribunjambi.com berhasil mewawancarai Dessy Pramudiani, seorang dosen, psikolog, sekaligus Wakil Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Wilayah J

Penulis: Rara Khushshoh Azzahro | Editor: Rian Aidilfi Afriandi
istimewa
Dessy Pramudiani, seorang dosen, psikolog, sekaligus Wakil Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Wilayah Jambi 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Pola permasalahan peserta didik saat pandemi Covid-19 ketika tidak dan tinggal bersama orang tua. Ada penjelasan dan cara mengatasinya menurut psikolog.

Tribunjambi.com berhasil mewawancarai Dessy Pramudiani, seorang dosen, psikolog, sekaligus Wakil Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Wilayah Jambi.

Berikut bagian dari pembicaraan yang dilakukan beberapa waktu lalu:

Baca juga: Anime One Piece 962 Terdamparnya Bajak Laut Shirohige - Ozen Selamatkan Kawamatsu, Neko, Inuarashi

Baca juga: Cerita Edi Sugito, Kepala Desa Tanjung Lanjut Kabupaten Muarojambi Jadi Inisiator Danau Tangkas

Baca juga: Ramalan Zodiak Harian 16 Februari 2021 Lengkap, Ada Tiga Bintang yang Bakal Kurang Keberuntungan

Tribun Jambi: Apakah polanya kira-kira dengan tingkat kesetresan mahasiswa di sini, dan luar negeri?

Dessy Pramudiani: Karena ini dampak dunia, semua pasti merasakannya.

Karena saya di psikologi, ini kita pas sekali ketika penerimaan mahasiswa baru, masuknya peserta didik baru. Termasuk lah anak saya yang baru masuk SMP, baru masuk SMA, dan ada mahasiswa saya baru masuk kuliah.

Nah, tiga kelompok ini kan yang tadinya pembelajaran tatap muka. SD, SMP yang meneruskan jenjang pendidikan selanjutnya, tiba-tiba harus daring.

SMA yang tadinya apa-apa materi serba dikasih, ketika baru masuk kuliah kaget. Karena dosen kan cuma kasih judul ya untuk cari tema 'ini', dan literaturnya terserah dari mana.

Saya sempat nanya, dan kemaren itu telah bertemu dengan angkatan 2020, setelah enam bulan mereka kuliah.

Ternyata sama masalahnya, pertama lelah. Karena mereka tidak hanya satu, mungkin dosen satu hari bisa satu atau dua. Tetapi, mahasiswa itu dari pagi belajar daringnya.

Kemudian kedua, pada pembelajaran yang butuh praktikum. Karena praktikum itu harus mencari orang atau mencari subjek.

Lalu juga pembelajaran hitung-hitungan seperti statistik, itu kan butuh penjelasan langsung. Kalau penjelasan langsung sama dosennya kayaknya puas banget gitu.

Selanjutnya, interaksi dan sosialisasi dengan teman-teman yang harus bekerja dalam kelompok. Padahal mereka belum pernah ketemu sama sekali.

Tribun Jambi: Lalu bagaimana atasi permasalahan mahasiswa maupun siswa yang tidak tinggal bersama keluarga? Dan apakah yang tinggal bersama keluarga juga memiliki masalah yang sama?

Dessy Pramudiani: Mereka yang tinggal sendiri seperti merantau keluar daerah bahkan keluar negeri. Jika sudah lama, mereka sudah terbiasa.

Tetapi masalahnya ketika menghadapi pembelajaran. Jadi cara mereka menanganinya dengan adanya keluarga lain. Kan nggak mungkin mereka tinggal sendiri, jadi dengan sesama komunitasnya untuk saling melakukan support.

Sedangkan, jika mereka dekat dengan keluarga, itu masalahnya lain lagi. Ada sebutannya kekerasan emosional.

Kenapa? Karena orang tua kerja di rumah, anak-anak pun sekolahnya atau kuliahnya dari rumah. Nah orang tua kan lebih mudah memantau.

Bentuk kekerasan emosional dalam arti seperti klaim 'begitu saja nggak bisa', 'begitu saja harus orang tua yang turun tangan'.

Selanjutnya, belum lagi dari adek-adek kita yang TK, SD. Mereka kan butuh orang tua untuk mendampingi 100 persen.

Jadi, ada kegiatan membandingkan orang tua terhadap yang dilakukan anaknya.

Dan hal itu bisa terjadi bullying orang tua terhadap anaknya secara tidak langsung.

Kemudian menjadi toxic parenting, tanpa disadari oleh orang tua. Padahal niatnya mau memotivasi, tetapi yang diterima si anak itu menjadi berbeda.

Tribun Jambi: Kalau kasus seperti itu, bagaimana penyelesaiannya?

Dessy Pramudiani: Komunitasi antara orang tua dan anak harus terjaga dengan baik.

Karena pada kondisi itu, orang tua tidak tahu itu salah, dan anak tidak bilang itu salah.

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved