Wawancara Eksklusif
Agung Septian Alba Pembalap Muda Asal Bungo; Didik Pembalap Liar untuk Jadi Profesional
Mengawali debut sebagai pembalap sejak usia 14 tahun, Agung Septian Alba (22) kini sudah kaya pengalaman.
Mengawali debut sebagai pembalap sejak usia 14 tahun, Agung Septian Alba (22) kini sudah kaya pengalaman.
Pembalap dari Kabupaten Bungo itu beberapa kali meraih juara hingga mengalami cidera berujung amnesia ringan.
Pembalap kelahiran 30 September 1996 itu mendirikan akademi dengan nama Agung Alba Kopi Paman Squad.
Di antara peserta yang kini berjumlah lima orang itu terdapat mantan pembalap liar. Ia ingin agar orang-orang tidak melakukan balapan liar.
Kamis pekan lalu, Tribun berbincang dengannya dalam acara Mojok Tribun Jambi. Berikut petikannya:
Tribun : Seperti apa perjalanan Anda bisa menjadi pembalap ?
Agung : Jadi awalnya itu saya balapan sendiri, mulai dari bawah. Mulai dari sekolah, SMA.
Merintis cukup lama, mulai dari jajan sekolah yang saya sisihkan buat balapan. Saya coba balapan di daerah Jambi terus merantau ke Pulau Jawa selama satu tahun.
Dan di sana saya muai dipanggil sama orang, mulai naik.
Setelah satu tahun balapan di Jawa pada tahun 2015, dan tahun 2016 saya pulang ke Sumatera saya dipanggil orangtua saya untuk melanjutkan pendidikan saya, kuliah.
2016 saya balap di sini lagi dan saat itu saya alhamdulillah juara nasional regional Sumatera. 2017 saya pindah naik kelas senior sampai sekarang.
Tribun : Pertama kali bisa menorahkan juara itu di mana?
Agung : Di Muara Bungo, saya ingat sekali itu. Saya pertama kali ikut balapan standar pabrik.
Kalau sekarang terkenal MP1, kelas paling tinggi. Dulu saya berswal dari standar pabrik, saya juara lima. Itu senangnya minta ampun.
Pertama kali balapan, pertams kali naik podium, juara lima itu saya sangat bangga, luar biasa.
Tribun : Sampai sekarang sudah berapa piala yang didapatkan ?
Agung : Kalau piala mungkin sudah tidak bisa dihitung.
Baca Berita Jambi lainnya di sini.
Baca juga:
Baca juga: Setelah Video COD di Muara Tembesi Viral, Amzi Bilang Jangan Terlalu Menghujat
Baca juga: Ikut Investasi Bodong Share Result, Member di Tanjabbar: Niatnya Cari Untung Malah Buntung
Baca juga: Heboh Tato Bendera Indonesia di Lengan Warga Brasil, Singgung Soal Naturalisasi dan Timnas
Baca juga: Syok Istri Sule, Putri Delina Tegaskan Ia Bukan Anak Nathalie Holscher: Aku Bukan Anak Bunda!
Tribun : Juara yang paling mengesankan?
Agung : Paling mengesankan saya juara nasional regional Sumatera dan PON Jawa Barat.
Sayangnya saya mengalami insiden kecelakan. Saya amesia ringan, tangan saya cidera tidak bisa melanjutkan.
Insya Allah saya akan mengikuti PON tahun 2021 ini.
Saya ingin menampilkan hasil yang luar biasa untuk Provinsi Jambi, saya ingin naik ke podium mendapatkan emas untuk PON Papua.
Tribun : Di mana daerah terjauh tempat adu kecepatan?
Agung : Kalau samapi sekarang daerah yang belum saya jangkau itu Kalimantan dan Papua. Cuma dua itu, selebihnya Jawa, Sumatera sudah. Dari ujung 0 kilometer sampai Lampung saya sudah coba.
Tribun : Hal yang paling tidak menyenangkan bagi seorang penari lintas (pembalap)?
Agung : Yang paling tidak menyenangkan kalau tidak menang di balapan kejuaraan nasional. Beda dengan kejurda, kalau kejurnas itu kita bebannya berat.
Setelah balapan kalau tidak menang itu jadi beban.
Kan kita dikontrak untuk balapan, tapi kalau tidak menang itu memang rasanya itu didunia ini kita tinggal sendirian, jadi mau ngapain.
Tribun : Dalam latihan ada komsumsi makanan khusus?
Agung : Kalau makanan tidak ada, yang penting tidak berlebihan, sayur dijaga. Saat balapan itu tidak mengonsumsi minuman yang berenergi sebab berbahaya.
Cukup minum air putih, yang alami saja.
Tribun : Dapat informasi abang telah memiliki anak didik yang dipersiapkan jika pensiun sebagai penari lintasan, seperti apa ceritanya ?
Agung : Jadi gini, Agung mikir Agung bukan orang yang imannya kuat, beramal yang bisa kemana-mana. Dengan apa bisa beramal ? Saya melihat adik-adik di sini, Muara Bungo atau Jambi, dia balapan tapi nggak tahu arahnya kemana.
Jadi Agung ingin timbul bibit-bibit baru. Sekarang Agung buat akademi, buat squad namanya Agung Alba Kopi Paman Squad. Jadi di sana anak didik umur 13, 14, 15 tahun dididik semua.
Nanti dititip ke tim. Jdi setelah Agung pensiun ada lagi penerus.
Tribun : Ada anak didik yang merupakan pembalap liar. Kenapa mau menarik (mendidik) mereka ?
Agung : Balapan liar itu sangat berbahaya, bisa meninggal, luka-luka. Mumgkin karena kita kekurangan sirkuit dan mungkin terjadi hampir di setiap daerah. Balapan liar itu karena tidak adanya sirkuit.
Dan dari sana Agung melihat ada yang ingin balapan Agung tarik. Dikurangi untuk balapan liar.
Dibawah naungan Agung, yang balapan liar itu kena denda.
Mereka kan berpikir denda harus dibayar baimana. Mereka harus ikut latihan setiap pagi, latihan balap motor, dan tidak balap liar lagi, tidak kebut-kebutan.
Tribun : Piala apa yang paling membanggakan dan alasannya hingga selalu dikenang?
Agung : Jadi piala yang sangat saya banggakan itu waktu pertama kali merantau ke Pulau Jawa final Kejurnas itu kelas pemula (MP3) saya langsung juara III. Jadi di sana saya bangganya minta ampun.
Dan dari sanalah saya bisa mengubah nasib saya jadi pembalap seperti ini. Dari sana saya bisa juara, menang, bisa dikontrak orang. Mulai dari sana perubahan saya.
Tribun : Kapan terakhir balapan di Pulau Jawa ?
Agung : Terakhir sebelum corona, di Sentul. Itu dapat juara IV MP1 dan juara V kelas 2.
Tribun : Bagaimana persiapan untuk mengikuti PON di Papua mendatang, harapannya ?
Agung : PON Papua itu kan motornya standar semua, sama semua. Jadi persiapannya mungkin menurunkan berat badan, karena harus meringankan berat badan. Karena motor semua speknya sama, jadi siapa yang ringan itu mungkin bisa ke depan.
Tribun : Saat balapan perlu energi yang lebih, bagaimana caranya untuk bisa bertahan hingga finish?
Agung : Saat balapan kita menjaga ritme balapan, suhu badan kita. Tahan fisik, tahan mesin motor, di akhir balapan baru di-push. Jadi menjaga ritme suhu badan itu sangat perlu.
Tribun : Sudah malang melintang di lintasan, jadi harapannya khusus untuk pemerintah daerah ?
Agung : Saya berharap, sangat berharap ke pemerintah untuk memberikan fasilitas.
Fasilitas untuk latihan. Kalau mereka mau timbul bibit-bibit yang lebih, yang bisa juara nasional, saya sangat menyarankan pemerintah membuat sirkuit permanen.
Tribun : Jika ada sirkuit permanen ?
Agung : Saya berjanji jika ada sirkuit permanen, pasti salah satu anak di Muara Bungo ini pasti bisa balapan di level Asia, saya berjanji. (win)