Twitter Heboh Soal Ujian 'Ganjar Islam Tapi Tak Salat' Sebelumnya 'Anies Diejek Mega' Apa Maksudnya?
Soal ujian anak SD membuat jagat maya heboh, sampai-sampai Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo jadi sorotan.
Twitter Heboh Soal Ujian 'Ganjar Islam Tapi Tak Salat' Sebelumnya 'Anies Diejek Mega' Apa Maksudnya?
TRIBUNJAMBI.COM - Soal ujian anak Sekolah Dasar (SD) membuat jagat maya heboh, sampai-sampai Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo jadi sorotan.
sebelumnya netizen dihebohkan dengan soal ujian 'Anies diejek Mega', baru-baru ini muncul soal ujian 'Pak Ganjar Islam tapi tak salat'.
Lini masa twitter tadi malam heboh dengan beredarnya soal ujian untuk anak SD membahas Pak Ganjar.
Sebelumnya, netizen juga pernah dihebohkan tentang "Soal Anies Diejek Mega".
• Warga NU Harus Memaafkan Ustaz Maheer, Ini yang Dilakukan Sebelum Wafat, Habib Luthfi Sudah Ikhlas
• Papua Mencekam! Bupati Intan Jaya Ketakutan, KKB Tembak Warga Sembarangan, Begini Kondisi Papua Kini
• Norman Kamaru Punya Istri Baru Cantik, Ternyata Bukan Keturunan Orang Sembarangan, Hobinya Buat Syok
Apa masksudnya?
Berikut ulasan kompasianer dengan akun bernama PujaKusuma dikutip tribun-timur.com dari akun Kompasiana berjudul Setelah Anies Diejek Mega, Kini Ganjar Disebut Tak Pernah Salat dan Berkurban.
Jagad dunia pendidikan sempat digegerkan dengan temuan soal ujian kontroversial 'Anies diejek Mega' di SMPN 250 Cipete Utara Jakarta, periode Desember 2020 lalu.
Belum lama berselang, kini giliran Ganjar yang mendapat serangan yang sama.
Parahnya lagi, kontroversi soal yang menyebut nama Ganjar terdapat dalam buku ajar Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kurikulum 2013 untuk kelas 3 dan 4 Sekolah Dasar.

Buku yang ditulis oleh Ali Sodiqin itu merupakan buku pendamping teks pelajaran kurikulum 2013 revisi terbaru dan diterbitkan pada tahun 2020 oleh PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo.
Anehnya, buku itu hanya diedarkan di Bekasi, tidak di Jawa Tengah.
Dalam buku tersebut, setidaknya ditemukan ada dua soal cukup kontroversial yang menggunakan nama Ganjar sebagai perumpamaannya.
Di halaman 102 nomor soal 9 dituliskan, 'Walaupun mendapat rejeki yang banyak, Pak Ganjar tidak pernah bersyukur dengan menyembelih hewan qurban pada hari Idul Adha. Pak Ganjar ini termasuk orang yang?....a. Beruntung b. Beriman c. Rugi dan d. Sukses'.
Tak kalah ngeri lagi, ada pula soal yang menuliskan 'Meskipun sudah mendapatkan rezeki yang banyak, Pak Ganjar tidak pernah bersyukur. Sebagai orang Islam, ia pun tidak pernah melaksanakan salat. Pak Ganjar termasuk orang yang?...a. Beruntung b. Beriman, c. Bangkrut dan d. Rugi.
Wow! Apakah ini disengaja sebagai upaya memperburuk citra seorang Ganjar Pranowo?
Penerbit bisa saja mengatakan bahwa Ganjar dalam buku itu bukanlah Ganjar Pranowo, melainkan Ganjar-Ganjar yang lain.
Tapi ditelaah lebih dalam, sulit dibantah bahwa Ganjar yang dimaksud dalam dua soal itu adalah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah.
Pertama, nama Ganjar tak lazim digunakan dalam penulisan soal-soal di buku pendidikan Indonesia.
Sejak penulis sekolah hingga saat ini, penulis belum pernah menemukan nama Ganjar digunakan dalam soal atau digunakan untuk perumpamaan dalam buku ajar, kecuali di dua buku tersebut.
Biasanya, nama yang familiar dan sering muncul adalah Rohman, Budi, Doni, Ani dan sebagainya.
Tak pernah penulis menemukan soal dengan perumpamaan nama Ganjar.
Sebab, nama Ganjar memang tidak familiar di Indonesia, mengingat sedikit sekali orang yang memiliki nama itu.
Kedua, dari banyak soal yang menggunakan nama di buku tersebut, hanya nama Ganjar yang diawali dengan sebutan 'Pak'.
Sementara nama lainnya, hanya disebutkan namanya saja, seperti Rohman, Budi dan lainnya, tanpa embel-embel tertentu.
Secara tidak langsung, penambahan sebutan 'Pak' lebih mengerucutkan bahwa Ganjar yang dimaksud adalah orang laki-laki dewasa, memiliki jabatan dan orang terhormat.
Lalu, siapa Ganjar yang sudah dewasa, memiliki jabatan dan dihormati di negeri ini?
Tak lain dan tak bukan orang pasti paham, ialah Ganjar Pranowo.
Jika benar analogi itu, maka ini merupakan hal yang sangat berbahaya.
Secara sengaja, buku itu telah menanamkan stigma buruk seorang Ganjar Pranowo kepada anak-anak generasi muda di Indonesia.
Dengan berkali-kali digunakan sebagai perumpamaan dan semuanya ditulis untuk menjatuhkan sosok Ganjar, bukan tidak mungkin anak-anak jadi membenci Ganjar.
Ketika mendengar nama Ganjar, anak-anak tersebut langsung teringat dengan sosok Ganjar yang ada di buku itu.
Ketika Ganjar muncul di televisi misalnya, bisa saja anak-anak yang belajar dari buku itu langsung nyeletuk, 'Oh itu to Pak Ganjar yang tidak pernah shalat, tidak pernah berkurban'.
Patut dipertanyakan, kenapa PT Tiga Serangkai Pustaka yang notabene adalah penerbit besar di Solo melakukan itu?
Apakah ada pihak-pihak yang sengaja melakukan upaya terstruktur, sistematis dan massif untuk menjatuhkan nama Ganjar sebagai orang yang tidak beragama? Apakah ini ada kaitannya dengan pertarungan Pilpres 2024?
Tak ada yang bisa menjawab kecuali PT Tiga Serangkai Pustaka sebagai penerbit.
Sampai saat ini, penerbit belum melakukan klarifikasi apapun, meskipun terkait soal kontroversial itu sudah viral di media sosial. Tak hanya itu, media mainstream juga silih berganti memberitakan kabar tersebut.
Bukan hanya sekedar menjatuhkan nama baik Ganjar, buku tersebut bisa lebih berbahaya apabila dibiarkan begitu saja.
Secara tidak langsung, buku yang notabene adalah panduan dalam beragama dan budi pekerti, telah mengajarkan paham-paham radikalisme dan intoleransi kepada generasi bangsa.
Dengan maksud dan tujuan tertentu, buku itu bisa saja digunakan untuk mencuci otak peserta didik agar membenci tokoh-tokoh pemimpin bangsa. Endingnya, bukan tidak mungkin mereka akan membenci negara.
Jack Harun, mantan narapidana terorisme Bom Bali sering mengingatkan, bahwa dunia pendidikan adalah salah satu ladang teroris menyebarkan paham-paham radikalisme dan intoleransi.
Dengan kemampuan yang mumpuni, mereka bisa menyusup dalam dunia itu, baik secara langsung terjun mempengaruhi siswa, maupun silent lewat penanaman paham radikalisme dan intoleransi melalui buku-buku pelajaran.
Bukan kali pertama ada paham-paham radikalisme dan intoleransi masuk dalam buku ajar pendidikan di Indonesia. 2015 lalu, ditemukan buku ajar Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di Jawa Timur yang isinya memperbolehkan membunuh orang yang tidak percaya kepada Allah. 2016 lalu, GP Ansor menemukan buku di Taman Kanak-Kanak berjudul 'Anak Islam Suka Membaca' yang mengajarkan tentang jihad, bantai dan bom.
Masyarakat Indonesia patut waspada dengan maraknya peredaran buku-buku yang mengajarkan radikalisme dan intoleransi itu. Mereka tidak boleh abai dan percaya, bahwa buku ajar yang digunakan adalah buku terbaik yang telah diseleksi dengan ketat.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebenarnya pihak yang harus bertanggungjawab atas beredarnya buku-buku tersebut.
Sebagai pemegang kendali pendidikan di Indonesia, Kemendigbud harus lebih jeli dan teliti dalam memberikan izin edar buku ajar di seluruh jenjang pendidikan, agar tak terus menerus kecolongan.
Bersih-bersih di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sepertinya mendesak dilakukan.
Jangan sampai, ada pihak-pihak yang berhasil menyusup guna memuluskan penyebaran paham radikal dan intoleran.
Tender-tender dengan penerbit buku juga harus dievaluasi. Perusahaan penerbit yang ketahuan melakukan pelanggaran, harus diberi sanksi, jika perlu diboikot agar tak bisa berproduksi.
Hari ini Ganjar yang diserang, besok atau lusa, kita tidak tahu siapa lagi yang akan jadi sasaran.
Untuk PT Tiga Serangkai Pustaka, anda ditunggu masyarakat untuk melakukan klarifikasi.
Jika anda diam saja, bukan tidak mungkin kasus ini berbuntut panjang dan bisa jadi mengancam masa depan bisnis penerbitan anda. (*)
Disclaimer: KOMPASIANA ADALAH PLATFORM BLOG, SETIAP ARTIKEL MENJADI TANGGUNGJAWAB PENULIS
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Setelah Heboh Soal Ujian 'Anies Diejek Mega', Giliran 'Ganjar Islam Tapi Tak Salat', Apa Maksudnya?