Harga Rokok Februari 2021, Harga per Batang Capai Rp 935 dari Harga Awal Rp 500-an
Secara formal, kata dia, Kemenko PMK sudah melakukan diskusi dengan kementerian/lembaga terkait untuk membahas kebijakan tembakau dan rokok termasuk
Disamping itu, hasil studi Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) tahun 2018 menunjukan bahwa anak yang dibesarkan oleh orangtua yang merokok memiliki kemungkinan 5,5 kali lebih besar untuk menjadi stunting.
"Karenanya, perlu mendapat perhatian para orangtua agar tidak mencontohkan hal yang kurang baik seperti merokok di dalam rumah," kata Agus
Baca juga: Presiden Jokowi Tak Masalah Ekonomi Turun, Asalkan Kasus Covid-19 Juga Turun
Baca juga: Siapakah Kapten Jack, Jenderal Yang Akan Tangani Kasus Abu Janda, Banyak Prestasi Ungkap Cyber Crime
Berlaku Mulai 1 Februari
Sri Mulyani menjelaskan, aturan kenaikan tarif cukai rokok tersebut mulai berlaku per 1 Februari 2021 mendatang.
Kemenkeu memberi kesempatan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai DJBC untuk menyiapkan pita cukai serta melakukan sosialisasi kepada industri.
“Jajaran Bea Cukai akan membentuk satuan tugas untuk melayani terkait dengan penerbitan dan penetapan pita cukai dengan tarif baru ini,” kata dia.
Adapun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menjadi landasan hukum dari kebijakan tersebut masih dalam proses harmonisasi.
Sri Mulyani mengatakan, PMK soal tarif baru cukai bakal dikeluarkan dalam waktu dekat.
“Direktorat Jenderal Bea Cukai akan memastikan proses transisi dari kebijakan hasil tembakau baru ini dapat berjalan tanpa hambaan. Dan pada kesempatan ini tentu saya minta seluruh jajaran melakukan sosialisasi terkait berbagai aturan akibat kenaikan cukai hasil tembakau,” jelasnya.
Alasan Naikkan Tarif di Tengah Pandemi
Sri Mulyani pun mengaku dalam melakukan formulasi tarif baru CHT di tengah pandemi cukup rumit.
Sebab, ada banyak hal yang dipertimbangkan, seperti keberlangsungan usaha dan hidup banyak orang, yakni para petani dan pekerja di industri rokok.
Meski demikian, kenaikan tarif perlu dilakukan untuk menekan daya beli masyarakat terhadap rokok.
Pasalnya, pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, prevalansi merokok untuk anak-anak usia 10-18 tahun ditargetkan turun ke level 8,7 persen pada 2024.
Di sisi lain, kenaikan tarif juga teteap memperhatikan nasib sekitar 158 ribu tenaga kerja atau buruh yang bekerja di pabrik rokok juga menjadi perhatiannya.