Berita Kota Jambi
Tutupan Hutan Jambi Tinggal 800 Ribu Hektare, Satu Hutan Lindung Gambut Menghilang
Degradasi tutupan hutan di Jambi masih terus berlanjut sepanjang tahun 2020
Penulis: Dedy Nurdin | Editor: Nani Rachmaini
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Degradasi tutupan hutan di Jambi masih terus berlanjut sepanjang tahun 2020. Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mencatat, hingga penghujung tahun tutupan hutan di Jambi yang tersisa hanya 882.272 Hektar.
Penghitugan hilangnya tutupan hutan ini berdasarkan analisa Citra Satelit Lansat TM 8 yang dilakukan oleh Geographic Information System (GIS) KKI Warsi.
"Tahun ini hutan Jambi hilang sekitar dua persen dari luas tutupan hutan tahun lalu," kata Rudi Syaf, Direktur Eksekutif KKI Warsi, Jumat (18/12/2020).
Tutupan hutan di Jambi yang tersisa saat ini hanya tersisa di dalam empat kawasan Taman Nasional dan dua Hutan Lindung Gambut.
Meliputi Taman Nasional Bukit 12, Taman Nasional Bukit 30, Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan Taman Nasional Berbak Sembilang (TNB-S).
Sementara dua kawasan hutan lindung gambut yakni di HLG Sungai Bram Itam dan HLG Sungai Buluh, "HLG Londrang sendiri sudah habis tutupan hutannya, meski begitu masih statusnya hutan lindung gambut," kata Rudi Syaf di kantor KKI Warsi.
Baca juga: Hasil Rekapitulasi di Kerinci, Ketiga Saksi Paslon Kompak Terima Tanpa Keberatan
Baca juga: BOCOR Tarif Kencan Artis TA yang Terjerat Prostitusi Online, 4 Muncikari Ditangkap Lebih Dulu
Baca juga: Tribun Network Luncurkan Tribun Ambon, Hadir untuk Mempromosikan Wisata Provinsi Maluku
Ada banyak indikator menjadi penyebab terus berkurangnya tutupan hutan di Jambi, diantaranya kebakaran hutan. Kebakaran yang terjadi di tahun 2015 dan tahun 2019 merupakan kejadian terparah yang mengakibatkan hilangnya tutupan hutan HLG dengan luas 13 ribu hektar itu.
"Kebakaran hutan di lahan gambut faktor utama hilangnya tutupan hutan, disamping itu beberapa desa di sekitar Londrang cukup tinggi aktivitas pembukaan lahan, karena menjadi tujuan migrasi," katanya.
"Kami belum melakukan penghitungan berapa ketinggian gambut tersis disana, namun kondisinya hanya ditumbuhi semak belukar dan lubang bekas terbakar," sambung Rudi Syaf.
-------------
PETI di Bantara Sungai Batanghari Penyumbang Degradasi Hutan.
SELAIN kebakaran hutan, meningkatnya aktifitas PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin) menjadi ondikator paling mencolok dalam cacatan Warsi di tahun 2020. Aktivitas ini juga disertai dengan Illegal Loging.
Dalam catatan akhir tahun 2020, KKI Warsi mencatat tutupan hutan yang rusak akibat peti mencapai 39.557 hektar dalam lima tahun terakhir.
Dengan areal pembukaan terluas terjadi di Kabupaten Merangin dengan luas 15.812 hektar dan Sarolangun 15.254 hektar. Kabupaten Merangin sendiri menjadi kawasan paling aktif dalam pembukaan areal PETI. Dari data tahun 2019 hanya 12.349 Hektar.
Di Kabupaten Bungo kerusakan tutupan hutan akibat tambang PETI sekitar 5.611 hektar, "Yang mulai terlihat aktif diareal baru justru di Tebo dalam dua tahun terakhir 2.851 hektar, itu terlihat disepanjang aliras anak sungai Batanghari sampai ke perbatasan Provinsi Riau dan Sumatera Barat," kata Rudi Syaf.
Dampak dari aktivitas PETI juga mengakibatkan tewasnya lima orang pekerja di KabupatenvMerangin dan Tebo. Dari segi penegakan hukum sepanjang tahun 2020, aparat keamanan telah menangkap 107 orang pelaku PETI.
Terdiri dari 3 pemodal, 2 kurir, 1 penampung, dan 101 pekerja. Tigapuluh sembilan diantaranya naik statusnya menjadi tersangka.
“Di Hutan Desa Lubuk Bedorong Sarolangun, tambang ini masuk di Sungai Sipa dan Sungai Tetek, pengelola hutan desa dan masyarakat sudah berkali-kali mengusir penambang. Bahkan sudah dua kali alat berat pelaku penambang ini dibakar masyarakat. Tapi masih tetap terjadi," katanya.
Keberadaan penambangan emas illegal ini, kemungkinan juga mendapat support dari maraknya tambang minyak illegal atau illegal drilling.
Catatan Warsi sepanjang 2020 terdapat 971 sumur illegal drilling. Dari sumur ini, diperkirakan mampu menghasilnya 467 liter minyak persumur per hari.
Jika diasumsikan lima ribu rupiah perliternya, maka kerugian negara akibat penambangan ini mencapai Rp 828 Milyar.
"Meski tidak secara luas, namun juga menyumbang kerusakan hutan karena prakteknya masih banyak terjadi dalam kawasan hutan," kata Rudi.
Indikator lainnya penyumbang hilangnya tutupan hutan di Jambi juga karena aktifitas Illegal Loging yang masih masif terjadi.
Warsi mencatat kayu-kayu illegal yang beredar di Jambi sepanjang tahun 2020 mencapai 102.521 kubik. dengan nilai kerugian yang ditimbulkan sekitar 307 miliar rupiah dengan asumsi tiga juta perkubik.
"Tahun ini kami melihat yang tinggi aktifitas Illegal Loging di lanskap sekitar Bukit Tiga Puluh," kata Rudi Syaf. (Dedy Nurdin)