Donald Trump Belum Mau Tinggalkan Gedung Putih, Ternyata Ini Sebabnya, Dikaitkan dengan Joe Biden
Trump akan meninggalkan Gedung Putih jika Electoral College memilih presiden terpilih dari Partai Demokrat Joe Biden.
TRIBUNJAMBI.COM, WASHINGTON - Meskipun sudah dinyatakan kalah dari Pilpres AS 2020, namun Donald Trump belum mau tinggalkan Gedung Putih.
Trump akan meninggalkan Gedung Putih jika Electoral College memilih presiden terpilih dari Partai Demokrat Joe Biden.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Kamis (26/11/2020) mengatakan, akan meninggalkan Gedung Putih jika Electoral College memilih presiden terpilih dari Partai Demokrat, Joe Biden.
Dalam tanda yang paling mendekati sikap bahwa ia akan menyerah, Trump, dari Partai Republik, mengatakan jika Biden disahkan sebagai pemenang pemilu oleh Electoral College, dirinya akan angkat kaki dari Gedung Putih.
Sementara itu, Electoral College akan menggelar pertemuan pada 14 Desember.
Trump menyampaikan pernyataan tersebut di Gedung Putih usai berbicara di hadapan pasukan AS selama pidato Thanksgiving Day.
Baca juga: Siap-siap Donald Trump Mulai Gila, Pepet Filipina, Siap Lawan Tiongkok di Laut China Selatan
Biden unggul dalam pemilihan presiden AS 3 November dengan perolehan 306 suara Electoral College, lebih dari 270 suara yang diperlukan. Sedangkan Trump, ia hanya mengantongi 232 suara.
Posisi Biden juga berada di atas Trump dengan margin kemenangan lebih dari enam juta suara.
Hingga kini, Trump menolak mengakui hasil pilpres dan terus mengklaim tanpa bukti bahwa pemilu AS diwarnai kecurangan.
Trump juga bersikeras bahwa dialah yang menjadi pemenang pilpres, bukan Joe Biden.
Deretan Masalah Telah Menanti Donald Trump
Sementara itu, jika kelak Donald Trump telah benar-benar angkat kaki dari Gedung Putih, sejumlah hal telah menanti Donald Trump pasca meninggalkan Gedung Putih.
Diketahui, Donald Trump gagal jadi Presiden AS dan digantikan oleh Joe Biden karena kalah telak peroleh suara.
Setelah Donald Trump keluar dari Gedung Putih, mulai dari ancaman diceraikan Melania Trump, tuntutan hukum dan tumpukan utang telah menanti Donald Trump.
Lalu bagaimana nasib Donald Trump sekarang?
Baca juga: Luhut Bertemu Donald Trump Usai Pilpres AS, Presiden AS Sampaikan Pesan Ini Untuk Presiden Jokowi
Satu minggu sudah berlalu sejak proyeksi kemenangan presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden dalam Pemilu Presiden (Pilpres) di Amerika Serikat (AS) 2020.
Bila lembaga negara AS resmi menyatakan Biden menang, pelantikan Biden akan dilakukan dalam waktu dua bulan mendatang.
Namun saat ini mantan wakil presiden era Barack Obama itu sudah mulai beraksi.
Minggu ini, ia bertemu dengan para ahli untuk membahas rencana aksi melawan wabah virus corona.
Banyak yang kemudian bertanya-tanya, bagaimana dengan Donald Trump, presiden yang sejauh ini menolak kekalahan itu.
Jika Biden menang, Donald Trump akan keluar dari Gedung Putih bagaimanapun caranya pada 20 Januari 2021.
Berikut hal-hal yang kemungkinan telah menunggu Trump setelah meninggalkan Gedung Putih, seperti dikutip dari Deutsche Welle, Sabtu (15/11/2020).
Baca juga: Tak Akui Kekalahan Dari Joe Biden, Donald Trump Berencana Maju Lagi di Pilpres AS 2024
Tuntutan hukum bertubi
Sebuah kebijakan Departemen Kehakiman AS, yang dibuat pada tahun 1973, mencegah pengadilan mendakwa presiden yang sedang menjabat.
Ketika Trump meninggalkan Gedung Putih akan mencabut kekebalan ini sebagai seorang presiden.
Hal itu akan membuatnya berpotensi menghadapi banyak tuntutan hukum yang menumpuk selama empat tahun dia menjabat.
Di negara bagian New York, saat ini sedang berlangsung investigasi kriminal dan perdata terhadap praktik bisnis Trump.
Trump juga hadapi tuntutan hukum dari para perempuan yang menuduhnya melakukan pelecehan seksual. Itu hanya beberapa contoh.
Baca juga: Ini Hal yang Bisa Dilakukan Donald Trump di 2 Bulan Terakhir Jabatannya, Termasuk Menghasilkan Uang
Ada kemungkinan bahwa Trump akan mencoba menggunakan kekuasaan konstitusionalnya untuk keluarkan pengampunan pidana guna membersihkan diri sendiri sebelum meletakan jabatannya.
Tetapi sejauh ini belum ada presiden yang pernah mencoba mengampuni dirinya sendiri dan tidak jelas apakah langkah itu akan tetap punya kekuatan hukum.
Biden, saat resmi menjabat sebagai presiden, dapat memilih untuk mengampuni Trump, seperti yang dilakukan Presiden Gerald Ford kepada Nixon setelah pengunduran dirinya pada tahun 1974.
Tumpukan utang
Beberapa pengamat juga berspekulasi bahwa intensitas pencalonan presiden periode kedua Trump dimotivasi oleh kebutuhan untuk mempertahankan perlindungan hukum dan perlindungan finansial dari jabatannya.
"Adalah kantor kepresidenan yang menjauhkannya dari penjara dan kemiskinan," ujar profesor sejarah dari Yale, Timothy Snyder, kepada majalah The New Yorker.
Pada bulan September, penyelidikan pajak Trump oleh The New York Times mengungkapkan bahwa dia berhutang lebih dari 400 juta dolar AS (Rp 5,65 triliun).
Utang itu sebagian besar kepada Deutsche Bank, dengan masa jatuh tempo empat tahun ke depan.
Beberapa hari sebelum pemilu, eksekutif senior Deutsche Bank mengatakan bahwa kekalahan Trump akan membuat pemberi pinjaman tidak terlalu canggung untuk menuntut pembayaran kembali pinjaman.
Trump juga menghadapi kemungkinan harus membayar kembali uang pengembalian pajak sebesar 72 juta dolar AS (sekitar Rp 1 triliun) yang dia klaim pada tahun 2010.
Audit yang sedang berlangsung itu melihat klaim kerugian Trump sebesar 1,4 miliar dolar AS (Rp 19,8 triliun) pada tahun 2008 dan 2009.
Baca juga: Tak Akui Kekalahan Dari Joe Biden, Donald Trump Berencana Maju Lagi di Pilpres AS 2024
Mengurus bisnis keluarga
Presiden Trump masih memiliki lebih dari 500 usaha, termasuk hotel, resor, dan klub golf, yang sering dia kemukakan selama masa kepresidenannya.
Putra-putra Trump yang sudah dewasa memang telah ambil alih manajemen harian The Trump Organization begitu dia menjabat, tetapi dia tetap mempertahankan akses ke aset bisnisnya.
Partai Demokrat menyebut langkah ini penuh konflik kepentingan, menuduh Trump telah jadikan kesepakatan bisnis potensial untuk memengaruhi kebijakan luar negeri.
Partai Demokrat itu juga mengatakan bahwa Trump menggunakan kantor kepresidenan untuk keuntungan finansial pribadi.
Setelah lengser, Trump dapat kembali ke peran yang lebih aktif di kerajaan bisnisnya.
Namun, sebagian besar kepemilikannya berada di real estat dan hotel.
Majalah bisnis Forbes memperkirakan bahwa The Trump Organization telah mengalami pukulan signifikan selama pandemi virus corona.
Valuasi bisnisnya turun 1 miliar dolar, menjadi 2,1 miliar dolar AS antara tanggal 1 - 18 Maret 2020, menurut Forbes.
Meski kursi kepresidenan mungkin berfungsi sebagai peluang bagi pemasaran, dengan cara lain hal itu juga telah merusak citra mereknya.
Menurut perhitungan dari portal real estat City Realty, harga unit kondominium di gedung milik jejaring bisnis Trump telah turun 25 persen dalam empat tahun terakhir di New York City.
Beberapa gedung apartemen juga dikabarkan telah menghapus namanya dari gedung tersebut.
Kembali ke layar televisi
Beberapa pengamat seperti mantan penjabat Kepala Staf Gedung Putih, Mick Mulvaney memprediksi bahwa Trump akan tetap berada di panggung politik.
Kemungkinan ia akan fokus pada pemilu untuk melawan Biden tahun 2024.
Tetapi banyak juga pengamat yang berpikir Trump punya rencana lain.
“Ketika Anda melihatnya di jalur kampanye, betapa bersemangatnya dia dan betapa berenerginya dia saat berada di hadapan publik,”
“Cukup jelas apa yang ingin dia lakukan," kata jurnalis dan penulis biografi Trump, Michael D'Antonio, kepada DW.
"Saya perkirakan dia akan terus-menerus tampil di televisi," sambungnya.
D’Antonio dan yang lainnya berspekulasi bahwa Trump akan memanfaatkan kedekatannya dengan media dan bermitra dengan perusahaan media konservatif, atau mungkin mendirikan bisnis media miliknya sendiri.
Opsi ini telah ia canangkan pada tahun 2016 seandainya saat itu ia kalah dalam pemilu.
Menurut media Business Insider, penasihat senior dan menantunya Jared Kushner telah "membicarakan" kemungkinan itu pada bulan Oktober 2020.
Media yang dipimpin Trump bisa jadi lebih berhaluan sayap kanan daripada Fox News yang menjadi media favoritnya.
Media Fox News pernah menjadi corong utama presiden, tetapi ketegangan antara Trump dan jaringan ini telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir.
Trump dilaporkan sangat marah karena jaringan media ini karena tidak melaporkan lebih banyak berita untuk menantang legitimasi kemenangan Biden. (Antaranews/Serambinews.com/Agus Ramadhan)
Sebagian artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul "Nasib Donald Trump Setelah Tinggalkan Gedung Putih, Diancam Cerai Istri hingga Ditagih Utang"