Kisah Guru Suprapti dari Pedesaan Tanjabbar, Manfaatkan Teras Rumah Untuk Ajari Anak Tak Bergawai

Tidak banyak yang tahu bahwa menjadi seorang guru di tengah pandemi harus berpikir kreatif dan luas. Sehingga kondisi pandemi yang mengharuskan

Penulis: Samsul Bahri | Editor: Nani Rachmaini
tribunjambi/samsul bahri
Suprapti (48) SDN 92/V Gemuruh, Desa Gemuruh, Kecamatan Tungkal Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi, saat mengajari anak-anak yang tak punya gawai. 

TRIBUNJAMBI.COM, KUALA TUNGKAL - Tidak banyak yang tahu bahwa menjadi seorang guru di tengah pandemi harus berpikir kreatif dan luas.

Sehingga kondisi pandemi yang mengharuskan berkegiatan belajar mengajar dengan cara daring, dapat memaksimalkan penyampaian pembelajaran ini.

Gawai menjadi kebutuhan anak-anak untuk melakukan belajar dengan cara daring, namun tidak bisa menutup mata pula.

Tidak semua orangtua mampu membelikan gawai untuk anaknya belajar.

Baca juga: Chord Kunci Gitar Lingkaran Kecil, Lengkap dengan Lirik dan Videonya

Baca juga: Syamsir Tokoh Pemuda Muko-Muko Bathin VII Siap Berjuang Menangkan SZ-Erick

Baca juga: Jadwal Penerima Bantuan Bagi Karyawan Gelombang Kedua Rp 600 Ribu Perbulan Dimulai November 2020

Rasa prihatin ini lah yang muncul dari Suprapti (48) SDN 92/V Gemuruh, Desa Gemuruh, Kecamatan Tungkal Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi.

Anak-anak kelas satu di SD ini sebagian tidak memiliki gawai.

Hal ini membuat Suprapti merasa dirinya harus bergerak membantu anak-anak yang tidak memilik gawai.

Harga HP Xiaomi Poco x3 NFC
Ilustrasi. Gawai ponsel (KOMPAS.com/ LULU CINANTYA MAHENDRA)

Bukan dengan membelikan mereka gawai, namun Suprapti sebagai fasilitator kelas awal Tanoto Foundation, ia banyak memiliki strategi dan media untuk membuat anak cepat membaca, yang terpenting baginya anak tersebut mau belajar.

"Awalnya kita buat Grup WA, tapi ternyata ada beberapa anak yang tidak punya HP."

"Jadi kita bingung juga untuk gimana anak ini belajar. Karena memang tidak mungkin juga kita paksakan," sebut Suprapti

Akhirnya Suprapti berfikir untuk memanfaatkan teras rumahnya sebagau tempat belajar bagi anak-anak kelas satu yang tidak memiliki gawai.

Hampir setiap hari anak-anak kelas satu datang ke rumahnya untuk belajar.

Namun, ada ide lain yang dibuat oleh Suprapti, di mana anak-anak tidak semuanya datang bersamaan.

Ia membagi anak-anak kelas satu menjadi per kelompok, di mana kelompok tersebut terbentuk berdasarkan mana yang benar-benar belum bisa membaca.

Suprapti (48) SDN 92/V Gemuruh, Desa Gemuruh, Kecamatan Tungkal Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi, saat mengajari anak-anak yang tak punya gawai.
Suprapti (48) SDN 92/V Gemuruh, Desa Gemuruh, Kecamatan Tungkal Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi, saat mengajari anak-anak yang tak punya gawai. (tribunjambi/samsul bahri)

Adapun pembelajaran yang diberikan yakni mulai dari pengenalan huruf, suku kata, dan kata.

Kata Suprapti karena ini adalah siswa yang masih kelas satu, jadi cara mengajarkannya pun kata Suprapti harus pelan-pelan dan tidak boleh buru-buru.

"Materi yang diberikan itu seperti pengenalan huruf, menggunakan kartu huruf, lalu meningkat ke suku kata, sampai kata," terangnya.

“Waktunya dibagi, dan tidak semua, jadi saya petakan dulu mana yang belum benar benar bisa membaca, tidak saya gabungkan.Yang saya utamakan siswa yang tidak memiliki handphone,” tambahnya.

Lebih lanjut disampaikannya bahwa dalam satu hari biasanya ada satu sampai dua shift.

Fasilitas pendukung pun, seperti meja dibuatkan oleh Suprapti dari kardus bekas mie kemasan, sebagai meja untuk anak-anaknya belajar.

Selain itu Ia juga membagi shid belajar, di mana setiap shift berisi tiga orang dan anak-anakpun dengan sabar bergantian mengikuti jadwal yang ada.

Selain itu, Suprapti juga tetap mematuhi protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah.

“Tetap pakai masker dan jaga jarak itu wajib, saya sampaikan ke orangtuanya. Juga tidak bersalaman dulu dengan siswa,” ujarnya.

“Saya bagi juga, ada membaca terbimbing, lalu membaca bersama, namun sebagai dasar saya mengenalkan materi huruf, suku kata dan kata dulu, sampai memahami makna kata per kata,” sambungnya

Bagi Suprapti, siswa lancar membaca adalah pondasi untuk ke kelas berikutnya, karena dengan membaca siswanya akan lebih banyak tahu ilmu pengetahuan.

Selain itu, menurutnya menjadi guru adalah suatu amanah.

Terlebih lagi di tempatnya mengajar kebanyakan orangtua siswa adalah buruh kelapa sawit dan memerlukan dukungan dari Suprapti, mereka memasrahkan untuk belajar membaca, menulis dan berhitung.

“Tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata manakala murid kita bisa menulis, membaca, dan berhitung dengan lancar."

"Yang terpenting adalah semangat anak-anak untuk terus belajar, itu yang membuat saya semangat juga untuk mengajarkan mereka hingga mereka naik ke kelas berikutnya," pungkasnya.

(tribunjambi/samsul bahri)

Baca juga: Jadwal Penerima Bantuan Bagi Karyawan Gelombang Kedua Rp 600 Ribu Perbulan Dimulai November 2020

Baca juga: Link Baca Manga One Piece Chapter 994 Sudah Bisa Dilihat, Tangan Kiku Putus, Waktunya Zoro Beraksi?

Baca juga: Prakiraan Cuaca Besok Sabtu 31 Oktober 2020, Ini Info BMKG, Waspada Cuaca Ekstrem di Beberapa Daerah

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved