Awas Gubernur Bisa Diberhentikan, Ancaman Bagi yang Tak Patuhi Surat Edaran Menaker Soal UMP 2021
Ancaman bagi gubernur yang tak mematuhi surat edaran Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) tentang penetapan UMP 2021 tak main-main.
Gubernur Bisa Diberhentikan, Ancaman Bagi yang Tak Patuhi Surat Edaran Menaker Soal UMP 2021
TRIBUNJAMBI.COM - Ancaman bagi gubernur yang tak mematuhi surat edaran Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) tentang penetapan UMP 2021 tak main-main.
Sanksi yang diberikan mulai dari administrasi hingga pemberhentian.
Menaker Ida Fauziyah sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor M/ll/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pada 26 Oktober 2020.
SE ini ditujukan kepada para gubernur di seluruh Indonesia dan menjadi instruksi bagi kepala daerah untuk memutuskan upah minimum.
Baca juga: Daftar 18 Provinsi Sudah Menetapkan UMP 2021, Cek di Daerahmu
Lalu, bagaimana dengan gubernur yang menolak mematuhi aturan dari surat edaran penetapan upah minimum itu?
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi salah satu landasan hukum penetapan upah, ada sanksi yang bisa diberikan, diatur dalam Pasal 68.

Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) Adi Mahfudz pun membenarkan perihal sanksi itu.
Namun, keputusan sanksi ini menjadi keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Saya kira demikian, semua ada aturan dan mekanismenya di Kemendagri untuk kepala daerah. SE atau Surat Edaran itu sifatnya memberitahu hal kesesuaian dimaksud," katanya kepada Kompas.com, Kamis (29/10/2020). Di Pasal 68 UU Nomor 23/2014 tertulis sanksi yang jelas untuk para kepala daerah.
Baca juga: Megawati dan Jokowi Terus-terusan Disebut PKI: Lama-lama Saya Kesel, Buktikan Dong!
"Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf f dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota," sebut undang-undang tersebut.
Baca juga: Siapa Sebenarnya Emanuel Selviano, Tukang Cilok Lolos Akmil Ingin Seperti Jenderal Andika Perkasa
Selain sanksi administratif, terdapat juga sanksi pemberhentian apabila kepala daerah tidak mematuhi keputusan dari pemerintah pusat.
Namun, sebelum jabatan kepala daerah berhenti, ada peringatan tertulis yang dilayangkan oleh pemerintah pusat.
"Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah disampaikan dua kali berturut-turut dan tetap tidak dilaksanakan, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara selama tiga bulan," sambungan isi beleid Pasal 68.
"Dalam hal kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah telah selesai menjalani pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap tidak melaksanakan program strategis nasional, yang bersangkutan diberhentikan sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah," isi dari pasal tersebut.
Baca juga: Fadli Zon Bongkar Harga Vaksin Covid-19, di Eropa Hanya Rp 35 Ribu, Staf Menkes Kebakaran Jenggot