Karni Ilyas Dibuat Tak Berkutik, Sujiwo Tejo Tanya: Mengapa ILC tvOne Lenyap?
Sejak pengesahan UU Cipta Kerja awal Oktober lalu, Indonesia diguncang gelombang demontrasi tak berkesudahan.
Sebagai catatan, untuk tahun yang akan datang, sangatlah urgen bagi presiden untuk menata kembali konstelasi 'lingkaran dalam istana' untuk menyelamatkan wibawa presiden sendiri dan, terutama, untuk menjamin stabilitas politik yang berkelindan dengan kepercayaan pasar terhadap pemerintah.
Kedua, kata Boni, konsolidasi demokrasi di level akar rumput berjalan dinamis dan masih fluktuatif.
Negara menjamin kebebasan sipil (civil liberties) dan hak politik (political rights) masyarakat dengan adanya berbagai perangkat hukum yang mendukung terselenggaranya prinsip pokok demokrasi tersebut.
Namun, lemahnya oposisi parlemen membawa konsekuensi pada kebangkitan oposisi jalanan sebagai alternatif untuk menjaga keseimbangan antara kehendak publik dan realitas penyelenggaraan pemerintahan.
"Narasinya bagus, tetapi implementasinya prolematik.
Baca juga: 6 Tokoh Indonesia Jadi Nama Jalan di Luar Negeri, Siapa Mereka? Ada Nama Presiden Jokowi dan Kartini
Hal itu terjadi karena para elite yang mewakili masyarakat sipil dalam menghidupkan 'oposisi jalanan' umumnya mereka yang pernah berada dalam kekuasaan. Hal itu menyebabkan krebilitas mereka diragukan," kata Boni.
Selain itu, narasi yang mereka bangun juga cendrung insinuatif dan provokatif sehingga masyarakat melihat mereka sebagai 'petualang politik' ketimbang penyambung lidah rakyat.
Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) adalah contoh oposisi jalanan yang kontraproduktif.
Mereka ingin mengisi ruang oposisi yang kosong tetapi para elitenya kurang kredibel dan isu yang mereka usung juga kental dengan nuansa libido kekuasaan.
Pada saat yang sama, kelompok ideologis yang sejak awal tidak menyukai kaum nasionalis terus melakukan penetrasi ruang public dengan gerakan dan narasi kontrapemerintah yang berbalutkan simbol-simbol keagamaan.
"Hizbut Tahir Indonesia yang secara legal sudah dibubarkan terus hidup di tengah masyarakat dengan jubah baru.
Mereka bersatu dengan sejumlah ormas keagamaan dan partai politik untuk menekan pemerintah dan memobilisasi dukungan masyarakat dalam rangka memperkuat sentimen 'pemerintah dan demokrasi gagal'," paparnya.
Kelompok ini ingin mendirikan bangunan demokrasi yang bernuansa kitab suci.
Sayangnya, kelompok ini mendapat dukungan yang kuat dari sempalan partai oposisi, tokoh publik, dan bekas pejabat yang kecewa dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Kristalisasi gerakan terjadi dan tekanan terhadap pemerintah menguat.