Pelaku Masih Didominasi Orang Terdekat, Dinas P3A Catat 15 Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak
Kasus pencabulan dan pemerkosaan terhadap anak di Kabupaten Sarolangun pada 2020 terdapat 15 kasus.
Penulis: Rifani Halim | Editor: Fifi Suryani
TRIBUNJAMBI.COM, SAROLANGUN - Kasus pencabulan dan pemerkosaan terhadap anak di Kabupaten Sarolangun pada 2020 terdapat 15 kasus.
Angka ini menurun dibanding 2019, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sarolangun mencatat ada 36 kasus tersebut.
Angkanya justru menurun pada saat pandemi, namun kasus pencabulan anak oleh orang terdekat masih menduduki peringkat atas.
"Dari orangtua kandung, ayah tiri, kakak ipar maupun tetangga, kasus ini bukan hanya kekerasan dan cabul ada juga pemerkosaan," kata Mislawati Kabid Anak DP3A Sarolangun, Selasa (13/10).
Mislawati mengimbau, agar melaporkan tindak kekerasan anak maupun perempuan ke dinas PPA, pihaknya akan datang dan mendampingi korban melalui psikolog PPA.
"Kami juga akan mengirim korban yang psikologi nya terganggu ke Jambi untuk direhabilitasi agar psikologinya tak terganggu atas kekerasan yang terjadi pada anak tersebut selama 3 bulan di sana, kita juga mendampingi selama masa pelaporan sampai ke pihak kepolisian dan jikalau ke pengadilan itu ke polisian lagi yang mengurusnya," jelasnya.
Plt Bupati Sarolangun, Hilalatil Badri menyikapi hal tersebut.
Ia mengimbau kepada DP3A agar melakukan penyuluhan-penyuluhan terhadap anak dan perempuan agar dapat menekan angka kekerasan tersebut.
"Kita lihat banyak sekali perbuatan seksual dan cabul kepada anak yang di bawah umur dan kekerasan rumah tangga tentu hal seperti itu kita harus lebih giat untuk menyosialisasikan lagi agar tidak terjadi lagi," kata Hilalatil Badri Jum'at (9/10).(can)
Ibu Tega Bela Pelaku
DINAS Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sarolangun terkendala untuk melakukan sosialisasi pendidikan seksual dini karena Covid-19.
Mislawati Kabid Anak DP3A Sarolangun mengatakan, tahun lalu pihaknya mengedukasikan pada guru agar dapat menyampaikan kepada orang tua.
"Ada juga kelompok lembaga PATBN, jadi kami memberitahukan agar PATBN mengajak warganya menjaga dan memperhatikan anak di lingkungan sekitar tempat tinggal, jikalau ada kejadian maka yang akan memberitahu ke kita adala PATBN tersebut yang tersebar di beberapa kecamatan di Sarolangun," katanya, Selasa (13/10).
Beberapa wilayah di Kabupaten Sarolangun masyarakat kurang merespon kegiatan sosialisasi terhadap anak, padahal tingkat kekerasan seksual anak di Sarolangun cenderung tinggi.
"Ada juga yang merespons karena mereka paham bahwa tujuannya untuk anak dan keluarga dia di sekitar terhindar dari kekerasan anak," sambungnya.
Hal kekerasan ini sering terjadi dikarenakan kurangnya pengawasan dari orangtua, namun beberapa kekerasan terjadi ulah orangtua kandung sendiri.
"Ada dari paktor ekonomi, ibu mencari uang jadi anak kurang terawasi dan komunikasi antara anak dan ibu," kata Kabid Mislawati.
Ia juga memberitahu salah satu contoh kasus yang aneh, di kecamatan Cermin Nan Gedang terjadi kasus kekerasan seksual terhadap anak, namun ibu dari sikorban malah membela suaminya yang telah melecehkan anak kandung sendiri.
"Karena ketidakmampuan mencari nafkah, akhirnya ibu tersebut membela suami yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak, dan mencabut kasus tersebut, namun hal itu tidak bisa karena anak-anak di lindungi oleh undang-undang," jelas Mislawati.
Namun hal itu menjadi satu-satunya kasus yang rela membela pelaku kekerasan terhadap anak kandung di Sarolangun.