Virus Corona di Jambi
Kisah Pasien OTG Covid-19 di Muaro Jambi, "Keluarga Saya Dikucilkan Warga Desa"
Okta adalah seorang pegawai di salah satu Instansi Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi. Ia mengatakan awal dirinya reaktif corona ini bermula dari ia dan
Penulis: Monang Widyoko | Editor: Rian Aidilfi Afriandi
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Vonis positif Covid-19 menjadi momok yang amat ditakuti. Karena yang dihadapi bukan hanya penyakit, namun juga beban mental.
Okta, nama samaran, yang menghadapi kenyataan berstatus Orang Tanpa Gejala (OTG) positif Covid-19 di Muaro Jambi.
Ia menceritakan kisah pahitnya semasa menyandang status OTG positif Covid-19.
Okta adalah seorang pegawai di salah satu Instansi Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi. Ia mengatakan awal dirinya reaktif corona ini bermula dari ia dan teman-temannya mengikuti acara dinas di Tangkit.
• RUU Cipta Kerja, Menaker Buat Surat Terbuka Untuk Buruh yang Mogok Kerja :Hati Saya Bersama Kalian
• Pasca Yes Isman Positif Covid-19, Sejumlah Ruang Kerja di Dinas Kesehatan Muaro Jambi Disterilkan
• Doa Sebelum Belajar Dalam Agama Islam - يَارَبِّ زِدْنِىْ عِلْمًا وَارْزُقْنِىْ فَهْمًا
"Besoknya setelah acara, ada kabar bahwa pegawai provinsi yang ikut dalam acara itu, terpapar korona. Sehingga kami semua delapan orang mengikuti tes swab," ungkap Okta melalui sambungan telepon, Rabu (7/10/2020).
"Empat atau lima hari selanjutnya hasil tes swab pun keluar dan hasilnya satu orang positif," ujarnya.
Kemudian pimpinan Okta kembali mengadakan tes swab ulang di minggu depannya. Setelah hasilnya keluar dan dinyatakan ada empat orang yang positif. Jadi total semua ada lima orang positif dari tempat ia kerja.
"Yang lebih menyakitkannya itu ya, paginya kami semua tahu kabar itu bukan dari dinkes. Melainkan dari kabar yang tersebar di grup-grup WA," katanya.
"Dalam pesan itu juga, nama kami semua yang terkonfirmasi positif tidak menggunakan inisial. Nama kami semua ditulis lengkap. Barulah siangnya sekitar pukul 13.00 kabar resmi ada," beber Okta.
Okta pun mengatakan ia dikabarkan melalui telepon dari perwakilan dinkes dan tidak ada surat resmi.
Masalah tidak sampai di situ saja, Okta pun belum mendapatkan kejelasan tentang di mana dia akan di isolasi. Dia isolasi mandiri di rumah selama satu hari.
Namun kabar ini sudah terlanjur tersebar luas di warga desa, yang mengira keluarga Okta sengaja menahannya untuk tidak diisolasi di rumah sakit.
"Kondisi warga sudah heboh sekali dan saya sudah mendapatkan sanksi sosial. Saya pun mau tidak mau harus keluar dari rumah," katanya.
Akhirnya pun ia keluar dari rumah dan naik kendaraan roda dua untuk pergi ke rumah sakit.
"Akan lebih parah ketika rumah sakit menjemput saya di rumah dengan ambulan. Bisa lebih heboh lagi warga desa dan keluarga saya pun makin dikucilkan," kata Okta.