DPR RI Trending Berisi Hujatan, UU Cipta Kerja yang Baru Disahkan Dinilai Cacat Prosedur
DPR dibully Netizen, Karena baru saja mengesahkan RUU Cipta Kerja. Makian DPR dengan ucapan alat kelamin pria alias DPR Kontol.
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA --DPR dibully Netizen, Karena baru saja mengesahkan RUU Cipta Kerja.
Terbaru adalah makian DPR dengan ucapan alat kelamin pria alias DPR Kontol yang menjadi trending topik. Bahkan puncak trending hingga pagi ini.
Berikut kekesalan netizen terhadap DPR dengan trending DPR Kontol
@obsesshit: Gue juga bukan orang yang suka ngomongin politik. Tapi bukan berarti "GAMAU TAU" kan? Kalian tuh lg dijajah lo. Sama negara sendiri. Pemimpin kalian sendiri. Please lah jangan tutup mata dan telinga. Peka dikit. Cari informasi! DPR KONTOL #MosiTidakPercaya #DPRJANCOK
@haripangestu47 PANDEMI MAKIN PARAH. OMNIBUS MALAH SAH DPR KONTOL
• Banyak Terjadi Kasus Sertifikat Ganda di Tanjabtim, BPN Imbau Masyarakat Lakukan Pemetaan Tanah
• Meggy Wulandari Bereaksi saat Video & Foto Mesra Bareng Muh Dituding Netizen Untuk Manasin Kiwil
• Ini Jenis Mobil Bekas di Bawah Rp 100 Jutaan Mulai Keluaran 2017, Pilihannya Avanza sampai Terios
@netizen_97: Itu gedung bentuknya dibikin mirip memek filosifinya biar bisa dimasukin, biar bisa nerima masukan
@Denysukandi_: Ini yg trending kenapa DPR KONTOL dahal yg bener DPR MEMEK *kontol nya monas
@Aneq_wae: Sebuah lembaga yg di pilih rakyat untuk di letakan di dalam dewan nasional ,,yg guna dan fungsi utamanya adlh untuk memperjuangkan hak hak rakyat ,,,tpi nyatanya DPR KONTOL malah berkhianat pda rakyatnya sendiri ,,rakyat kecil sllu di cekik dgn prtran mrka ,,
@ElpinoJamse: Ini lah dampak,memilih DPR HASIL SOGOK nyogok rakyat,stelah terpilih,kayak gini,kayak DPR kontol,
@yaannnsss: Kemarin lagi seneng MU & Liverpool kebantai, eh gara-gara #DPRKONTOL #DPRJANCOK atmosfernya jadi tegang. Gak asik lu DPR KONTOL
@Adibay98: Soekarno pernah berkata "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri."

• Pasangan Ideal, Mantan Wakil Bupati Bungo Beri Dukungan Penuh Kepada SZ-Erick
Cacat Prosedur
Undang-undang Cipta Kerja diklaim sudah melalui 64 kali rapat di DPR sebelum menjadi UU tapi tetap dicap cacat prosedur, mengapa?
Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf menilai Undang-undang (UU) Cipta Kerja mengandung banyak permasalahan mulai dari proses penyusunan hingga pasal-pasal di dalamnya yang menghilangkan hak-hak pekerja.
"Pengesahan RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) menjadi undang-undang oleh DPR tentunya sangat disayangkan, mengingat UU Cipta Kerja memiliki banyak permasalahan mulai dari proses penyusunan hingga substansi di dalamnya," kata Araf dalam keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).
Pertama, ia menilai proses penyusunan UU Cipta Kerja dinilai cacat prosedur, karena dilakukan secara tertutup, tidak transparan, serta tidak memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat sipil.
Terlebih lagi, pembahasan tersebut dilakukan di tengah konsentrasi seluruh elemen bangsa yang tengah berfokus menangani pandemi Covid-19.
• CATAT! 12 Hoaks Tentang UU Cipta Kerja dan 12 Perintah Kapolri Terkait Penolakan Omnibus Law
Ia pun mengatakan draf UU Cipta Kerja tidak disosialisasikan secara baik kepada publik, bahkan tidak dapat diakses oleh masyarakat sehingga masukan dari publik menjadi terbatas.
Hal itu menurut dia merupakan pelanggaran terhadap Pasal 89 jo. 96 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mewajibkan pemerintah membuka akses terhadap RUU kepada masyarakat.
Lebih jauh, Satgas omnibus law RUU Cipta Kerja bentukan pemerintah yang sebagian besar berasal dari kalangan pemerintah dan pengusaha juga dinilai eksklusif serta tidak mengakomodasi aspirasi masyarakat yang terdampak UU.
• Saat Suami Naik Pangkat Jadi Letda, Sang Istri Minta Hadiah Khusus Ini Pada Jenderal Andika Perkasa
Kedua, ia mengatakan, secara substansi UU Cipta Kerja memiliki banyak pasal yang bermasalah.
Salah satunya adalah terdapat pasal-pasal yang menghidupkan kembali aturan yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Contohnya adalah terdapat pasal yang mengatur tetang Peraturan Pemerintah (PP) yang dapat digunakan untuk mengubah UU.
Hal itu menabrak ketentuan konstitusi dan aturan perundang-undangan lainnya, khususnya Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 12 Tahun 2011 yang menyebutkan bahwa PP memiliki kedudukan lebih rendah dibandingkan UU.
Kemudian ia menilai masih banyak masalah lain di dalam UU Cipta Kerja, seperti dalam aspek ketenagakerjaan yang menghapus hak cuti dan hak upah atas cuti tentu yang merugikan para pekerja atau buruh di Indonesia.
• Daftar 71 Nama Calon Anggota Ombudsman RI, Berikan Masukan Anda Via 3 Cara Ini
Sama halnya dengan pemangkasan uang pesangon dari 32 bulan menjadi 25 bulan.
Hal itu menurut dia sangat merugikan para pekerja atau buruh.
Selain itu dalam aspek pengadaan tanah bagi kepentingan investasi, ia menilai hal tersebut berpotensi merugikan petani di Indonesia.
Lalu pada aspek lingkungan hidup, masyarakat juga dirugikan karena UU Cipta Kerja menghapus analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) sebagai syarat wajib izin usaha.
"Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa UU Cipta Kerja berpotensi melanggar hak-hak konstitusional warga negara, merugikan para pekerja/ buruh, merugikan petani, merugikan hak-hak masyarakat adat, serta berdampak buruk bagi kelestarian lingkungan," kata Araf.
"Atas dasar tersebut, Imparsial menolak dan menyayangkan pengesahan UU Cipta Kerja (Omnibus Law) di DPR, apalagi pembahasan tersebut dilakukan secara tidak lazim, yakni dilakukan secara tertutup dan di tengah konsentrasi mengatasi pandemi Covid-19," lanjut dia.
• Lowongan Kerja Bank BNI Pada Oktober 2020, Tersedia 4 Posisi Assistant Manager
64 Kali Rapat
Untuk diketahui, Melalui Rapat Paripurna hari ini, DPR mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang.
UU Cipta Kerja dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020. UU ini terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas dalam pemaparannya di rapat paripurna menjelaskan, RUU Cipta Kerja dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020.
RUU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
"Baleg bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali: dua kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan enam kali rapat timus/timsin yang dilakukan mulai Senin sampai Minggu, dimulai pagi hingga malam dini hari," ujar Supratman.
• Buruh Batal Aksi Mogok Nasional? Begini Penjelasan Kahar Soal Viral Foto KSPI Batalkan Penolakan
"Bahkan masa reses tetap melakukan rapat baik di dalam maupun luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR," tutur dia.
Sembilan fraksi di DPR kembali menyampaikan pandangan mereka terhadap RUU Cipta Kerja dalam rapat paripurna.
Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat tetap menolak seluruh hasil pembahasan RUU Cipta Kerja.
Hasilnya, RUU Cipta Kerja tetap disahkan menjadi undang-undang. Mayoritas fraksi DPR dan pemerintah setuju.
• UU Cipta Kerja, Ada Aturan Penghapusan Sanksi Bagi Pengusaha Yang Tidak Bayar Upah Sesuai Ketentuan
Pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, RUU Cipta Kerja diperlukan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja.
Menurut dia, RUU Cipta Kerja akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah.
"Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi. Untuk itu, diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja.
• Hanya Digunakan Saat Jogging, Harga Jaket Nagita Slavina Bikin Netizen Kaget: Harganya Sedih Banget!
UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi," ujar Airlangga.
Setelah pemaparan Airlangga, Azis Syamsuddin mengambil persetujuan pengesahan RUU Cipta Kerja. Ia menanyakan kesepakatan para peserta rapat paripurna.
"Apakah RUU Cipta Kerja dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" tanya Azis.
"Setuju," jawab anggota yang hadir dalam rapat paripurna.
Fraksi Demokrat Walk Out
Fraksi Partai Demokrat memutuskan walk out dari Rapat Paripurna terkait pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020).
"Kami Fraksi Partai Demokrat menyatakan walk out dan tidak bertanggung jawab," kata anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman dalam Rapat Paripurna.
Hal ini berawal ketika Wakil Ketua Azis Syamsuddin mengatakan, seluruh fraksi telah menyampaikan sikapnya terkait RUU Cipta Kerja.
Oleh sebab itu, pimpinan DPR dapat meminta persetujuan tingkat II agar RUU Cipta Kerja disahkan menjadi UU.
"Maka pimpinan DPR dapat menyepakati sesuai pandangan fraksi tadi," kata Azis.

Namun, Benny melakukan interupsi. Azis, sebagai pimpinan rapat, tidak memberikan kesempatan bagi Benny untuk berbicara.
Sebab, Azis menuturkan, setiap Fraksi telah diberikan kesempatan untuk menyampaikan sikap.
"Nanti Pak Benny, setelah saya," kata Azis.
"Tolong sebelum dilanjutkan beri kami kesempatan," Jawab Benny.
Kemudian, Azis menegaskan jika Benny tetap bersikeras melakukan interupsi, maka akan dikeluarkan dari Rapat Paripurna.
"Nanti anda bisa dikeluarkan dari rapat," tegas Azis.
• Nasib Najwa Shihab Usai Wawancarai Kursi Kosong Terawan, Dilaporkan ke Polisi Relawan Jokowi Bersatu
Adapun Fraksi Partai Demokrat telah menyampaikan penolakan terhadap omnibus law RUU Cipta Kerja dalam Rapat Paripurna.
Anggota Fraksi Partai Demokrat, Marwan Cik Hasan, menyatakan pembahasan RUU Cipta Kerja terlalu tergesa-gesa.
Padahal, pasal-pasal yang ada dalam RUU Cipta Kerja berdampak luas pada banyak aspek kehidupan masyarakat.
"Pembahasan terlalu cepat dan buru-buru, substansi pasal per pasal kurang mendalam," kata Marwan.
Unjuk Rasa di Lingkungan Perusahaan
Sementara itu Sejumlah serikat buruh merencankan aksi mogok kerja nasional untuk menolak pengesahan omnibus law RUU Cipta Kerja pada 6 - 8 Oktober mendatang.
Menurut Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia ( KSPI) Kahar S Cahyono, rencana mogok nasional akan dilakukan di lingkungan perusahaan.
Karena saat ini masih di tengah pandemi Covid-19, Kahar menyebutkan bahwa penerapan protokol kesehatan tetap diutamakan nantinya.
"Mogok nasional dilakukan di lingkungan perusahaan, dengan protokol kesehatan seperti jaga jarak dan menggunakan masker," kata Kahar, dilansir dari Kontan.co.id pada Minggu (4/10/2020).
Kahar menjelaskan, nantinya para buruh dan pekerja akan tetap datang ke perusahaan seperti biasa. Namun, bedanya adalah para pekerja akan melakukan mogok bekerja.
"Seperti ketika buruh setiap hari datang ke perusahaan. Bedanya, kali ini buruh datang untuk melakukan aksi [mogok]," tuturnya.
Kahar menegaskan bahwa penerapan protokol kesehatan guna menekan penyebaran Covid-19 akan sangat diutamakan dalam pelaksanaan mogok nasional nantinya.
Adapum, mogok nasional ini dilakukan sebagai bentuk menolak rencana pemerintah dan DPR RI yang akan mengesahkan RUU Cipta Kerja dalam sidang paripurna DPR RI pada 8 Oktober 2020.

Baca juga: Dibahas Kilat, Formappi Sebut RUU Cipta Kerja Pesanan Pihak Tertentu
KSPI bersama 32 federasi serikat buruh lainnya menyatakan, aksi mogok nasional sesuai mekanisme Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Presiden KSPI Said Iqbal menuturkan, dasar hukum lain untuk mogok nasional ini adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, utamanya pada Pasal 4.
Selain itu, dasar aksi adalah Undang-Undang tentang HAM dan Undang-Undang tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak- hak Sipil dan Politik.
Said menyebutkan, mogok nasional ini akan diikuti sekitar 2 juta buruh, bahkan rencananya diikuti 5 juta buruh di 25 provinsi dan hampir 10.000 perusahaan dari berbagai sektor industri di seluruh indonesia, seperti industri kimia, energi, tekstil, sepatu, otomotip, baja, elektronik, farmasi, dan lainnya.
"Dari 10 isu yang disepakati oleh pemerintah dan DPR, KSPI mencermati, tiga isu yaitu PHK, sanksi pidana bagi pengusaha dan TKA dikembalikan sesuai dengan isi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003," kata Said Iqbal.
Hari ini sekaligus merupakan rapat paripurna penutupan Masa Persidangan I 2020-2021.
DPR memasuki masa reses mulai 6 Oktober hingga 8 November. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "UU Cipta Kerja Dinilai Cacat Prosedur", Penulis : Rakhmat Nur Hakim