G30S PKI, Siapa Tanggung Jawab dan Siapa Ambil Manfaat hingga Surat Pengakuan DN Aidit
Sebenarnya apa yang terjadi saat G30S PKI sungguh di luar dugaan. Saat itu kondisi politik memang sedang panas-panasnya.
"Perkiraan moderat memang menyebut angka 500.000 jiwa. Perhitungan lain antara satu juta sampai dua juta jiwa. Tetapi Sarwo Edhie, yang berada di lapangan pascaperistiwa, suatu ketika pernah menyebut angka tiga juta jiwa. Hingga akhir hayatnya, Letnan Jenderal Sarwo Edhie Wibowo bahkan tak pernah meralat angka itu."
Menurut Rum Aly, "Sarwo Edhie memiliki catatan-catatan mengenai pengalamannya di seputar Peristiwa 30 September 1965 maupun masa-masa sesudahnya, termasuk tentang malapetaka sosiologis tersebut.
Mungkin saja ada angka-angka signifikan dalam catatannya. Namun sayang, catatan Sarwo Edhie hilang di tangan orang, justru dalam rangka untuk menerbitkannya.
Mengingat integritas dan reputasi kejujuran Sarwo Edhie, catatan yang hilang tersebut pasti berisikan hal-hal yang sangat berharga dan relatif tidak mengandung unsur-unsur pemalsuan sejarah. Atau, naskah catatan itu hilang karena justru bersih dari pemalsuan sejarah?
Hilangnya catatan Sarwo Edhie melengkapi hilangnya naskah asli Surat Perintah 11 Maret, juga telah dihilangkannya surat pengakuan Aidit, yang ditulis hanya sehari sebelum menjalani eksekusi.
Epilog
Sabtu sore, 12 Maret 1966:
Satu kompi pasukan RPKAD menyerbu sebuah rumah di Jalan Madiun, Menteng, Jakarta Pusat. Tembak-menembak terjadi ketika para penjaga keamanan berpakaian sipil mencoba melawan.
Sesudah pertempuran, 21 penjaga keamanan dan karyawan gedung tanpa papan nama tersebut dapat diringkus. Sejumlah dokumen dan senjata yang disita menunjukkan bangunan tersebut markas Badan Pusat Intelijen (BPI) yang diketuai Soebandrio.
Senin pagi, 14 Maret 1966:
Para mahasiswa melakukan pawai berkabung keliling Jakarta, berangkat dari halaman Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Jln. Salemba Raya, Jakarta Pusat. Biro penerangan KAMI mengumumkan, tujuh rekan mereka di tiga kota gugur selama berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan.
• Nasib Malang Perwira yang Bocorkan Rencana Penculikan Para Jenderal ke Soeharto, Tragedi G30S PKI
Arief Rahman Hakim mahasiswa di Jakarta, Djubaedah dan Moh. Syafei pelajar di Jakarta, Hassanudin dan Syarief Akadir mahasiswa di Makassar, Margono dan Arief Winangun pelajar di Yogyakarta.
Senin malam, 14 Maret 1966:
Jakarta dalam suasana mencekam. Tapi kesibukan justru terjadi di markas pasukan empat angkatan. Di Tjidjantung pasukan RPKAD, di Tjilandak pasukan KKO-AL, demikian pula Pasukan Gerak Tjepat (PGT) AU di Tjililitan. Mereka menerima kabar bahwa pasukan Brimob Kepolisian disiagakan.
Ketegangan baru berakhir Selasa dini hari setelah Jenderal Nasution, yang tak lagi punya jabatan setelah disingkirkan Presiden Sukarno dari jabatan Menteri Keamanan Nasional, memanggil panglima angkatan ke rumahnya.