Berita Tanjab Timur
Begini Pecahan Keramik Zaman Dinasti Tang Hingga Senjata Kompeni yang Ditemukan Warga Rantau Rasau
Menurutnya, temuan tersebut tersebar di hamparan yang cukup luas dan berbatasan dengan kawasan TNBS sehingga membuat lokasi tersebut masih jauh dari j
Penulis: Abdullah Usman | Editor: Rian Aidilfi Afriandi
TRIBUNJAMBI.COM, TANJABTIMUR - Pecahan keramik kuno dan sisa sisa perperangan kejayaan Negeri Jambi di wilayah Timur, masih kerap dijumpai dengan nilai sejarah tak ternilai.
Desa Rantau Rasau, sebuah pemukiman atau perkampungan yang merupakan bagian dari Kecamatan Berbak Kabupaten Tanjabtim. Dimana Desa yang terpisah oleh aliran Sungai Batanghari tersebut memiliki segudang peninggalan kebudayaan dan sejarah peradaban Jambi masa lampau.
Dibuktikan dengan banyaknya peninggalan sejarah, dari beberapa dekade dan generasi yang berbeda. Bahkan dari zaman Hindu Budha hingga perkembangan Islam di dataran melayu Jambi.
• Niat dan Doa Setelah Shalat Tahajud serta Waktu Terbaik Menunaikannya
• Tidak Diizinkan Bangun Ruang Tamu dan Dapur, Anak Tega Gugat Warisan Almarhum Ayah ke Ibu Kandung
• Gadis Kecil Disiksa Ibu Kandung, Ditendang, Perut Diinjak lalu Ditinggal di Pinggir Jalan
Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya, atau beragam temuan temuan benda kuno di sekitaran Desa Rantau Rasau mulai dari pecahan dan serpihan keramik kuno diduga peninggalan Dinasti Tang, juga sisa-sisa senjata perang baik senjata tajam hingga senjata api kuno bahkan hingga benda benda berharga (perhiasan) lampau.
Seperti desa peninggalan sejarah pada umumnya, selain meninggalkan benda kuno dan cerita, juga buku sejarah yang menjadi pedoman anak cucu hingga bergantinya zaman.
Kampung Lamo yang saat ini lebih dikenal dengan nama Desa Rantau Rasau di Kecamatan Berbak tersebut, secara geografis berada persis di pinggiran DAS yang merupakan wilayah wilayah potensial bagi kerajaan zaman dahulu untuk membangun pemukiman dan kerajaan.

Dengan lokasi yang dipisah oleh sungai Batanghari, sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu. Sedikitnya membutuhkan waktu 2-3 jam dari Kota Muara Sabak hingga ke lokasi. Untuk sampai ke lokasi sendiri harus menyeberangi sungai menggunakan perahu ketek dengan upah Rp 10-15 ribu per orang.
Ketika setibanya di pelabuhan penyeberangan yang berada di hujung SK 25 Kecamatan Rantau Rasau. Dari pinggiran sungai terlihat samar pemukiman yang masih tradisional yang berada di pinggiran sungai. Namun ada satu bangunan tua yang dari jauh memikat mata dengan gaya dan seni arsitektur kuno membuat bangunan tersebut sangat bernilai sejarah.
Tercatat, sejak tahun 2017 beragam temuan temuan kuno mulai ditemukan warga sekitar, bahkan dari sebagian cerita warga terdahulu bahkan sudah kerap menemukan benda benda kuno bahkan bernilai sejarah tinggi di wilayah tersebut. Hanya saja karena ketidak pemahaman masyarakat benda tersebut terabaikan dan terbengkalai sehingga hilang.

Seperti dituturkan oleh Kepala Desa Rantau Rasau, Azra'i (62) menurutnya, awal mula dulu ditemukannya benda benda kuno tersebut tanpa sengaja oleh warga sekitar yang hendak membuka lahan pertanian. Mengingat kala itu warga masih banyak yang bercocok tanam padi dengan cara membuka lahan kosong.
"Saat warga hendak mencangkul lahan yang mereka buka, mata cangkul atau parang mereka kerap menghantam bebatuan dan keramik, jumlahnya cukup banyak dan menyebar dalam sebuah hamparan," ujar Kades
Dengan temuan tersebut warga langsung melaporkan ke pihak Desa, setelah ditindak lanjuti bersama pihak terkait baik Kecamatan dan lainnya ternyata tidak hanya pecahan keramik saja, melainkan juga ditemukan struktur batu bata diduga percandian.

Temuan temuan tersebut semakin memperkuat dengan ditemukannya benda benda sisa perperangan di lokasi yang sama, semisal kampak, tombak, pedang hingga senjata api khas pasukan kompeni belanda.
"Kuat dugaan masih banyak peninggalan sejarah yang terkubur di lokasi tersebut, yang mungkin dapat membuka tabir sejarah kerajaan melayu jambi dan temuan temuan sejarah lainnya di Tanjabtim," sebutnya.
Selain temuan benda benda tersebut, juga warga sempat pernah menemukan bongkahan emas berbentuk mahkota. Hanya saja dengan keterbatasan pengetahuan warga temuan emas tersebut sebagian sudah hilang (dipreteli) dan dijual.
Selain itu temuan lainnya, banyak juga yang ditelantarkan warga seperti pecahan pecahan batu dan keramik yang dijadikan bahan bangunan konstruksi rumah. Hingga temuan lainnya yang tak selamat diselamatkan.
"Menariknya, jika dilihat dari temuan tadi di Desa Rantau Rasau ini sempat didiami oleh beberapa generasi diantaranya hindu budha, masa penjajahan belanda hingga penyebaran islam masa Pangeran Wiro Kusumo," ujarnya.
"Mungkin karena itulah banyak peninggalan sejarah ditemukan di Desa Rantau Rasau ini," tambahnya.
Pihaknya berharap, adanya tindak lanjut dari Pemerintah Daerah untuk dapat melakukan penyelamatan terkait peninggalan sejarah tersebut. Mengingat sayang jika temuan temuan tersebut tidak segera diselamatkan.
"Saat ini bersama pemuda dan inisiatif desa telah dibagun rumah seni untuk menyimpan benda benda tersebut, meski sebagian masih di tangan warga," ujarnya.
Terlisah Tokoh Pemuda Desa Rantau Rasau Eka Saputra, saat dikonfirmasi Tribunjambi.com menuturkan, dirinya dan beberapa rekannya juga pernah menemukan pecahan keramik kuno tersebut.
"Awal mula penemuan benda benda sejarah tersebut tidak sengaja, dimana pada saat tahun 2017 awal lalu musim batu cincin. Jadi kami mencoba mencari batu di lokasi tersebut, setelah melakukan penggalian banyak ditemukan pecahan keramik," ujarnya
"Tidak hanya pecahan keramik, kita juga temukan sisa senjata api yang mirip dengan senjata kolonial belanda (kompeni) di masanya," tambahnya.
Dengan temuan tersebut langsung dilaporkan ke pihak Desa dan Kecamatan bahkan ke BPCB dan Bupati, untuk ditindak lanjuti. Berdasarkan keterangan BPCB bahwa temuan tersebut sezaman dengan abad ke 6 atau berada di zaman dinasti Tang.
Menurutnya, temuan tersebut tersebar di hamparan yang cukup luas dan berbatasan dengan kawasan TNBS sehingga membuat lokasi tersebut masih jauh dari jangkauan manusia.
"Kalau hamparannya luas, 100 bahkan 1.000 hektar lebih, yang saat ini menjadi lahan kosong," pungkasnya.
Sementara itu, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jambi, melalui Bidang Kebudayaan terkait tindak lanjut temuan tersebut hanya dapat sebatas melaporkan ke pihak Provinsi ataupun BPCB.
"Untuk temuan temuan sejarah di Berbak, sejauh ini kita hanya bisa melakukan pendataan dan melaporkan ke BPCB. dengan dilengkapi formulir pendaftaran register cagar budaya yang ditemukan baru selanjutnya diserahkan ke TACB untuk ditetapkan menjadi cagar budaya kabupaten," ujar Kabid Kebudayaan Tanjabtim Teguh
Hal tersebut sebagai langkah awal untuk penyelamatan, sehingga masyarakat yang menyerahkan formulir tadi bertanggung jawab untuk memegang temuan tersebut. Agar tidak berpindah tangan dan menjadi perdagangan gelap.