Jadi Calon Gubernur Butuh Rp 100 Miliar, KPK Nilai Praktik Korupsi Untuk Kembalikan Biaya Politik
Seseorang yang ingin maju di pemilihan kepala daerah, tentu harus mempunyai modal besar.
TRIBUNJAMBI.COM - Biaya untuk pencalonan pemilihan kepala daerah cukup besar.
Seseorang yang ingin maju di pemilihan kepala daerah, tentu harus mempunyai modal besar.
Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Giri Suprapdiono menyebutkan, korupsi politik di Indonesia terjadi salah satunya karena biaya politik yang mahal.
Giri mengungkapkan, dalam satu gelaran pilkada saja, seorang calon kepala daerah dapat menghabiskan biaya sebesar Rp 20 miliar-Rp 100 miliar.
• Pimpin Apel Gelar Pasukan Operasi Patuh Siginjai 2020, Kapolda Jambi Sampaikan Pesan Kapolri
• Lembaran KK yang Dipakai Pedagang Pasar Tungkal untuk Bungkus Cabai Dibeli Rp 1500 per Kilogram
• Mencak-mencak Inul Daratista Disebut Kue Klepon Tak Islami: Sama-sama Cari Nafkah Jangan Kebangetan!
"Menghadapi Pilkada serentak ini biaya penyelenggaraan triliunan, bahkan dari survei yang dilakukan Kemendagri atas kajian oleh Litbang KPK biaya yang dikeluarkan seorang bupati atau wali kota rata-rata Rp 20 miliar sampai Rp 30 miliar," kata Giri dalam diskusi virtual yang digelar Rabu (22/7/2020).
"Untuk level pilkada gubernur di kisaran Rp 20 miliar sampai dengan Rp 100 miliar per pemilihan," tuturnya.
Dengan besarnya biaya yang dikeluarkan pada saat pemilihan, kata Giri, kepala daerah yang sudah duduk di pemerintahan akan mencari cara bagaimana mengembalikan uang yang telah ia keluarkan saat pemilihan.

Sebab, jika hanya mengandalkan gaji, seorang kepala daerah tidak akan mendapat uang yang jumlahnya sama besar atau melebihi uang yang telah ia keluarkan sebelumnya.
Giri mencontohkan, seorang bupati mendapat gaji Rp 6,5 juta setiap bulannya. Pendapatan bupati itu akan ditambah dengan upah pungut pajak yang berasal dari pendapatan asli daerah (PAD).
Jika nilai PAD suatu daerah di bawah Rp 2,5 triliun, maka bupati mendapat tambahan pendapatan enam kali gaji.
Jika besaran PAD antara Rp 2,5 triliun - Rp 7,5 triliun, bupati mendapat tambahan delapan kali gaji.
• Kakak Jual Tanah Bonus Sang Adik: Kalau Berjodoh Boleh Memperistri, Langsung Dibeli Tanpa Nawar
• Universitas Batanghari Membuka Pendaftaran Program Magister Manajemen
• 7 Fraksi DPRD Makzulkan Bupati Jember Faida, Dianggap Langgar Sumpah Janji Jabatan
Sementara, jika PAD mencapai lebih dari Rp 7,5 triliun maka seorang bupati bakal mendapat 10 kali gaji.
"Taruhlah dia dapat 10 kali gaji, maka dia dapat Rp 65 juta ditambah Rp 6,5 juta. Nah ini ketemu (pendapatan bupati) enggak sampai Rp 80 juta. Rp 80 juta kali setahun, ketemu angka enggak sampai Rp 1 miliar," ucap Giri.
"Taruhlah Rp 1 miliar dia dapatkan dikali lima tahun (masa jabatan) dia hanya dapat Rp 5 miliar saja. Sementara biaya yang dia keluarkan untuk Pilkada Rp 20 miliar," tuturnya.
Untuk menutup kekurangan itulah, kata Giri, korupsi bahkan sudah sampai ke level-level bawah seperti jual beli jabatan birokrasi.