Mojok Tribun Jambi Edisi Politik, Pilgub Jambi, Ada yang Tidak Dapat Partai?
Tarik-ulur partai masih terjadi jelang puncak perhelatan yang dilaksanakan Desember 2020 mendatang.
Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Teguh Suprayitno
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Kontestasi politik jelang pemilihan gubernur (Pilgub) Jambi kian panas. Tarik-ulur partai masih terjadi jelang puncak perhelatan yang dilaksanakan Desember 2020 mendatang.
Pengamat politik sekaligus akademisi UIN Sultan Thaha Syaifuddin Jambi, Dr As'ad Isma memandang, hal ini karena adanya pengabaian terhadap kaderisasi.
Dalam Tribun Mojok Edisi Rabu (22/7/2020) dia bilang, imbas kurangnya kaderisasi itu, muncul calon kepala daerah yang tidak pernah memulai karier politik dari bawah. Hal itu karena, ketika undang-undang berubah menjadi Pilkada langsung, biaya mencalonkan diri sebagai kepala daerah ikut tinggi.
• Masalah Tapal Batas Tiga Kabupaten di Jambi Belum Juga Tuntas, Rahmad: Imbas Covid-19
• Satu Pasien Sembuh, Tim Gugus Tugas Temukan Dua Kasus Baru Covid-19 di Batanghari
"Pada akhirnya, orang yang punya dana kuat yang punya peluang. Walau punya modal sosial tinggi, punga jaringan, belum tentu bisa maju (sebagai calon kepala daerah)," tukas dia.
Dalam konteks rekrutmen, menurutnya, saat ini partai seolah linglung untuk mendorong kadernya bertarung di arena Pilkada Jambi. Dia mengambil contoh PDIP yang masih galau menentukan pilihan pada dua kadernya, Safrial dan Abdullah Sani, atau justru memilih mendukung bakal calon dari partai lain, seperti yang dilakukan Partai Nasdem yang meninggalkan Fachrori Umar dan berpaling pada Fasha.
Apakah dengan kondisi itu akan ada yang tidak dapat partai? As'ad tidak menutup kemungkinan. Dari pengamatannya, potensi terbesar Pilgub Jambi 2020 ini hanya akan diikuti tiga pasang calon, dari empat pasang yang sudah gembar-gembor. Ada Al Haris-Abdullah Sani, Fachrori Umar-Safrial, Syarif Fasha-Asafri Jaya Bakri, dan Cek Endra-Ratu Munawaroh.
Dia menganggap posisi Al Haris-Abdullah Sani sudah aman dengan mengantongi 11 kursi di DPRD Provinsi Jambi. Sementara tiga pasang lain masih akan berburu partai. Dengan melihat arah komunikasi politik, ada potensi tiga pasang saja yang maju yang berarti satu pasang harus legawa menerima kenyataan.
Namun, untuk memperebutkan perhatian partai, menurut dia, ongkos politik menjadi salah satu penentu paling kuat. Elektabilitas, dalam kondisi masyarakat dan perpolitikan yang semakin rumit, tidak begitu penting.
"Elektabilitas bisa dibangun lewat finansial," tekannya.
Kata dia, itulah yang menjadi titik lemah demokrasi saat ini. Kurangnya sosialisasi politik dari institusi perguruan tinggi dan ormas membuat kejadian seperti itu seakan lumrah.
Padahal, semestinya track record bisa menjadi acuan penting pemilih dalam menentukan pilihannya.
• Perketat Jalur Laut, Polres Tanjabbar Lakukan Rapid Test Massal di Pelabuhan Tungkal
• Upacara HUT RI ke-75 di Jambi Tetap Dilaksanakan di Tengah Pandemi, Begini Caranya Tetap Aman
Jangan Sampai Blunder Politik
As'ad memperkirakan, elektabilitas bapaslon ini baru bisa diukur September 2020 mendatang. Selama waktu tersebut, selain track record dan finansial, etnis dan kesukuan juga akan menjadi senjata politik yang berpotensi digunakan untuk menjatuhkan lawan.
Namun, kesalahan dalam menyerang lawan juga bisa berakibat pada blunder politik, termasuk jika calon kepala daerah berganti pasangan jelang Pilgub nanti.
"Jangan sampai blunder politik. Jadi, tinggal bagaimana pasangan calon mengeksplorasi isu yang ada," imbuhnya.
Terlepas dari itu, ada beberapa hal penting yang, menurut dia, bisa menjadi acuan masyarakat dalam memilih kapten yang menahkodai Provinsi Jambi nantinya. Di antaranya, indeks pembangunan yang bisa dilihat dari track record bacalon yang maju.
"Yang akan maju ini kan, rata-rata bupati selama dua periode. Tinggal dilihat saja bagaimana pembangunannya," kata dia.
Selain itu pengembangan sumber daya manusia (SDM) di daerah juga bisa jadi acuan dalam memilih, yang meliputi pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat.
(Tribunjambi.com/ Mareza Sutan A J)