Sumber Kekayaan Djoko Tjandra, Miliki Perusahaan Mulai Pupua Hingga Sumatera

Buronan kelas kakap Djoko Tjandra yang mampu mengobok-obok kinerja pejabat tinggi setingkat jendral

Editor: Nani Rachmaini
Kolase Tribun Lampung/ Kompas.com
Djoko Tjandra dan Brigjen Pol Prasetyo Utomo 

Selain itu ada juga pengembangan Mal Taman Anggrek, yang dulunya merupakan pusat perbelanjaan terbesar di Asia Tenggara.

Kekuatan bisnis Mulialand

Djoko Tjandra merupakan tokoh utama dalam Grup Mulia.

Kiprahnya di sana dimulai dengan PT Mulialand, yang didirikan pada awal 1970-an oleh Tjandra Kusuma (Tjan Boen Hwa) dan tiga anaknya: Eka Tjandranegara (Tjan Kok Hui), Gunawan Tjandra (Tjan Kok Kwang) dan Djoko Tjandra.

Mulialand terlibat dalam konstruksi dan properti.

Properti mewah yang dikembangkannya meliputi Hotel Mulia Senayan, Wisma Mulia, Menara Mulia, Wisma GKBI, Menara Mulia Plaza 89, Plaza Kuningan, dan apartemen Taman Anggrek. 
Pada 5 November 1986, mereka mendirikan PT Mulia Industrindo, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur kaca dan keramik.

Skandal Bank Bali

Ingat skandal Bank Bali dan dugaan korupsi di sana? Pada 11 Februari 1999, Djoko Tjandra menghadiri pertemuan di Hotel Mulia di Jakarta untuk membahas upaya Bank Bali untuk mengumpulkan Rp904 miliar yang terutang oleh tiga bank yang diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Tjandra hadir sebagai direktur Era Giat Prima, sebuah perusahaan yang mengumpulkan komisi sebesar Rp546 miliar agar BPPN mengeluarkan dana.

 Bocah 5 Tahun Ditemukan Tewas di Dalam Toren, Keberadaanan Ayah Korban Masih Misteri

Sekitar Rp274 miliar uang komisi ditransfer ke rekening Djoko di BNI Kuningan, sementara sebagian dari uang itu ditransfer ke pejabat dan legislator Indonesia.

Setelah berita tentang skandal Bank Bali mencuat pada akhir Juli 1999, Djoko diselidiki oleh polisi dan Kejaksaan Agung.

Dia ditahan pada 29 September 1999 dan kemudian ditempatkan di bawah tahanan rumah.

Dia diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 9 Februari 2000, didakwa melakukan korupsi karena "mengatur dan terlibat dalam transaksi ilegal".

Jaksa menuntut hukuman 18 bulan, tetapi dia dibebaskan pada 6 Maret 2000, dengan wakil hakim ketua yang memutuskan kasus itu seharusnya sudah disidangkan oleh pengadilan perdata.

Pada 31 Maret 2000, Pengadilan Tinggi Jakarta memerintahkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memeriksa dan mengadili Djoko.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved