Iuran BPJS Naik

Iuran BPJS Kesehatan Naik, Mahasiswa Ajukan Gugatan Terhadap UU Mahkamah Agung

Sejumlah mahasiswa mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang MA

Editor: Heri Prihartono
KONTAN/FRANSISKUS SIMBOLON
30062016_BPJS KESEHATAN 

TRIBUNJAMBI.COM - Sejumlah mahasiswa mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung tertanggal 2 Mei 2020.

Mahkamah Konstitusi telah menerima permohonan pengujian UU tersebut!

Permohonan tersebut diajukan oleh Deddy Rizaldy Arwin Gommo, Mahasiswa Hukum Universitas Kristen Indonesia; Maulana Farras Ilmanhuda, Mahasiswa Hukum Universitas Brawijaya; dan Eliadi Hulu, Legal di salah satu perusahaan di Jakarta.

DETIK-DETIK 3 Warga Merangin Nekat Kerja di Tengah Hujan Deras lalu Tewas di Lubang PETI

Dalam gugatannya, para pemohon menuntut kepastian hukum dari hasil putusan judicial review yang dilakukan oleh Mahkamah Agung.

 

Para pemohon menyinggung Perpres No. 64 tahun 2020 yang dinilai tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung yang membatalkan kenaikan iuran BPJS.

Selain itu, para pemohon menilai bahwa penyebab dari pasal yang telah dibatalkan Mahkamah Agung diundangkan kembali karena ketentuan pasal 31 Undang-Undang Mahkamah Agung tidak memiliki kekuatan hukum final sehingga pasal yang telah dibatalkan oleh MA boleh diundangkan kembali.

"Presiden Jokowi telah mencederai marwah Mahkamah Agung dengan mengeluarkan Perpres kenaikan BPJS yang sebelumnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung, " kata Eliadi, salah seorang pemohon, dalam keterangan tertulis, Kamis (4/6/2020).

 

Drama Online Shop, Pedagang Ini Ancam Mau Santet Pembelinya Karena Tak Jadi Beli Usai Tanya Harga

Dalam uraiannya, para pemohon mendalilkan bahwa Mahkamah Agung dalam posisi dilematis, sehingga muatan pasal, ayat, dan/atau peraturan yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung dapat diundangkan kembali dan dapat dibatalkan kembali secara berulang-ulang.

Iuran BPJS Kesehatan naik

Sebagai informasi, pada tanggal 5 Mei 2020 lalu Presiden Joko Widodo kembali mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020  tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan.

Dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tersebut Iuran BPJS naik dari sebelumnya, yaitu kelas 3 sebesar Rp. 25.500, kelas 2 Sebesar Rp. 51.000 dan kelas 1 Sebesar Rp. 80.000 menjadi  kelas 3 Rp. 42.000, kelas 2 Rp. 100.000, dan kelas 1 Rp. 150.000.

Meskipun iuran bagi peserta PBPU dan peserta kelas 3 ada subsidi dari pemerintah, tetapi tetap hal ini akan memberatkan rakyat Indonesia.

Tuai polemik

Perpres ini menuai polemik karena sebelumnya Mahkamah Agung telah membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang tertuang dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan melalui putusan Nomor 24/P.PTS/III/2020/2020/7P/HUM/2020.

Hal ini membuat para mahasiswa  bertanya-tanya mengenai putusan Mahkamah Agung yang bersifat final dan mengikat (ergo omnes).

"Kenapa pemerintah  bisa mengajukan kembali walaupun Peraturan perundang-undangan itu telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Seperti apa putusan MA yang final dan mengikat?" tanya Eliadi.

Kepastian hukum

Para pemohon menyoroti soal kepastian hukum yang terkandung dalam pasal 31 ayat 4 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Menurut pemohon, ada beberapa hal yang mendasar terkait hal ini.

Pertama, bilamana Putusan Mahkamah Agung bersifat Final dan mengikat tentunya pemerintah (Presiden) harus kooperatif dan mematuhi putusan tersebut.

"Jikalau perundang-undangan yang telah dibatalkan  bisa diajukan kembali dengan substansinya sama, itu berarti putusan Mahkamah Agung tidak bersifat final dan mengikat, " papar Eliadi.

Hal ini membuktikan pemerintah (eksekutif) telah melampaui kekuasaanya. Padahal sejatinya kedudukan lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif itu sama tingginya (sederajat).

Kedua, dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020  tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan menunjukkan putusan Mahkamah Agung tidak bersifat final dan mengikat.

Hal ini sudah mencederai hakikat hukum keadilan (gerechtigheit), kepastian (rechtssicherheit), kemanfaatan (zwachmatigheit).

"Jika Perpres ini digugat lagi di Mahkamah Agung sudah secara jelas tidak mengindahkan asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan yang menyebabkan proses peradilan bertele-tele tanpa kepastian, " papar Eliadi.

"Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020  tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan ini sangat merugikan dan memberatkan rakyat Indonesia, " imbuhnya.

Dalam petitumnya, Pemohon Menyatakan  Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai.

Tidak dimaknai yang dimaksud adalah “Peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian peraturan perundang-undangan yang dianggap bertentangan tersebut bersifat final dan tidak boleh diundangkan kembali." 

 
 

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Jokowi Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Mahasiswa Gugat UU Mahkamah Agung, https://wartakota.tribunnews.com/2020/06/04/jokowi-naikkan-iuran-bpjs-kesehatan-mahasiswa-gugat-uu-mahkamah-agung?page=all

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved