Singgung Era Soekarno dan Gus Dur, Refly Harun Sebut Tak Mudah Jatuhkan Jokowi dengan Alasan Corona

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menyebut tidak akan mudah untuk menjatuhkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) jika alasannya hanya soal corona.

Editor: Tommy Kurniawan
Instagram @sekretariat.kabinet
Presiden Joko Widodo 

TRIBUNJAMBI.COM - Nama Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) terus menjadi sorotan belakangan ini.

Tak banyak sejumlah pihak ingin menjatuhkan Jokowi saat ini.

Menurut Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menyebut tidak akan mudah untuk menjatuhkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) jika alasannya hanya soal penanganan virus corona.

Seperti yang diketahui, banyak pihak yang menyoroti penanganan virus corona yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi.

Daftar 50 Universitas Terbaik di Indonesia 2020 Versi 4ICURank, Bisa Jadi Panduan Memilih Kampus

Ingat Peristiwa Pengadangan Tito Karnavian oleh KKB Papua pada 2012? Kini Pelakunya Ditembak

Rajin Cuci Tangan dan Berolahraga, Biasakan Gaya Hidup Sehat di Tengah Pandemi Corona

Draf Aturan Teknis Pilkada Saat Pandemi Sudah Disusun, Intinya Tetap Utamakan Protokol Kesehatan

Dilansir TribunWow.com, Refly Harun mengatakan untuk bisa melengserkan seorang Presiden harus mempunyai alasan dan bukti yang kuat.

Hal ini disampaikannya dalam kanal YouTube pribadi Refly Harun, Selasa (2/6/2020).

"Rata-rata Pakar Hukum Tata Negara yang berlatar tata belakang Tata Negara itu mengatakan tidak mudah menjatuhkan presiden apalagi dengan alasan penanganan Covid-19," ujar Refly Harun.

"Kenapa begitu, Karena ayat-ayat pemberhentian presiden sebagaimana sering saya ulas sebelumnya, itu sudah berbeda," jelasnya.

Refly Harun kemudian membandingkan dengan pemberhentian presiden pertama RI, Ir Soekarno pada tahun 1967 dan juga Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada 2001.

Menurutnya pada saat itu kondisinya berbeda.

Jatuhnya dua presiden tersebut karena memang sudah mempunyai bukti-bukti impeachment yang kuat.

Dirinya menambahkan yang saat ini bisa menjantuhkan Jokowi adalah subjektifitas politik dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Kalau Bung Karno jatuh pada tahun 67, lalu Gus Dur atau Abdurrahman Wahid jatuh pada 2001, ayat-ayat impeachmentnya belum ada, yang ada adalah subjektifitas politik DPR bisa membuat presiden jatuh," ungkapnya.

"Tahun 65-66 ketika kekuasaan Bung Karno mulai surut, maka kemudian MPR kemudian dikuasai oleh kelompok yang tidak pro Bung Karno, maka dalam sidang istimewa tahun 67 Bung Karno akhirnya diberhentikan," jelas Refly Harun.

Halaman
12
Sumber: TribunWow.com
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved