Sejarah Singkat Keris Siginjai, Besinya Berasal dari 9 Jenis Besi dan Berasal dari 9 Negeri
Keris Siginjai milik Pahlawan Jambi, Orang Kayo Hitam, menurut legenda, besi yang dipakai sebagai bahan keris berasal dari 9 jenis besi dari 9 negeri,
Penulis: Ade Setyawati | Editor: Deni Satria Budi
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Keris Siginjai milik Pahlawan Jambi, Orang Kayo Hitam, menurut legenda, besi yang dipakai sebagai bahan keris berasal dari 9 jenis besi dari 9 negeri, yang berawal dari nama “pa”.
Besi itu ditempa setiap Jumat selama 40 purnama dan disepuh air dari 9 muara.
Riwayatnya, orang kayo hitam sering meletakkan keris tersebut disanggul rambutnya sehingga orang-orang sering menyebut keris ini dengan sebutan ginjai, yang artinya tusuk konde, sampai akhirnya keris tersebut di beri nama keris Siginjai.
• KISAH Orang Kayo Hitam & Keris Siginjai yang Melegenda hingga Terbunuhnya si Pembuat Keris Sakti
• Munculnya Penampakan Kim Jong Un di Tengah Isu Dirinya Meninggal Dunia, Ini yang Dilakukannya
Bilah keris Siginjai panjang lebih kurang 39 cm dan berlekuk 5, permukaan keris Siginjai pada mulanya kemungkinan ditutupi lapisan emas murni karena pada saat ini masih terlihat adanya bekas lapisan emas yang terlepas.
Keris Siginjai awalnya dibuat untuk membunuh orang kayo hitam atas perintah raja Demak, tapi takdir berkata lain, rencana raja Demak sudah diketahui terlebih dahulu oleh orang kayo hitam.
Keris Siginjai merupakan lambang kebesaran serta kepahlawanan raja dan sultan Jambi pada jaman dahulu, saat masa pemerintahan Hindia Belanda keris Siginjai dibawa ke Batavia dan sejak bulan November 1904 keris Siginjai menjadi koleksi Museum Nasional.
Keris Siginjai merupakan benda pusaka yang dimiliki secara turun temurun oleh kesultanan Jambi selama lebih dari 400 tahun, keris ini tidak hanya sebagai lambang mahkota kesultanan Jambi, tetapi juga sebagai lambang persatuan rakyat Jambi dan bahkan saat ini menjadi lambang Provinsi Jambi.
Sultan terakhir yang memegang benda kerajaan itu adalah sultan Achmad Zainuddin pada awal abad ke-20.(Tribunjambi.com/Ade Setyawati)