Siapa Sebenarnya Arief Budiman alias Soe Hok Djin yang Meninggal Dunia? Sepak Terjang Kakak Gie
Sahabat Arief Budiman, Daniel Dhakidae, mengatakan, kabar kematian tersebut diketahui dari jaringan pertemanan di Yogyakarta.
TRIBUNJAMBI.COM, SALATIGA - Kabar duka tersiar, sosiolog Arief Budiman (79) bepulang.
Dia merupakan satu di antara tokoh sosiologi dan aktivis Indonesia.
Sosok yang dikenal dengan nama Soe Hok Djin ini meninggal dunia pada Kamis (23/4/2020) pukul 12.20 WIB pada umur 81 tahun.
Arief Budiman yang juga kakak kandung aktivis Soe Hok Gie, meninggal dunia di Rumah Sakit Ken Saras, Kabupaten Semarang.
• Unik, Pohon Pisang Berbuah di Bagian Tengah Batang, Andreas Kaget saat Menyadarinya
• Ucapan Selamat Ramadhan 2020 Bisa Jadi Status atau Dikirim ke WA, FB, Twitter, IG
• Asal Usul Orang Tua Eriska Rein yang dari Jambi, Terjawab Penyebab Wajahnya Unik dan Menarik
Siapa sebenarnya Arief Budiman?
Sahabat Arief Budiman, Daniel Dhakidae, mengatakan, kabar kematian tersebut diketahui dari jaringan pertemanan di Yogyakarta.
"Arief meninggal siang ini," jelasnya, saat dihubungi melalui telepon.
Arief Budiman rencananya dimakamkan di Pemakaman Bancaan, Salatiga.
Jenazah diberangkatkan dari RS Ken Saras ke Pemakaman Bancaan.
Penjaga rumah Arief Budiman, Siti, mengatakan, Arief dirawat di RS Ken Saras selama lebih dari satu minggu.
"Beliau menderita parkinson dan komplikasi, tapi sejak dirawat tidak boleh dijenguk," jelasnya.
Arief Budiman merupakan seorang aktivis pada era Orde Baru. Dia pernah mengajar di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga, kemudian pindah ke Australia.
Setelah itu, Arief yang kelahiran Jakarta, 3 Januari 1939, kembali ke Salatiga bersama istrinya, Leila C Budiman. Mereka tinggal di Jalan Kemiri Candi, Sidorejo, Salatiga.
Arief Budiman meninggalkan dua anak dan sejumlah cucu.
Arief Budiman lahir di Jakarta, 3 Januari 1939 dan meninggal di Salatiga, Jawa Tengah, 23 April 2020.
Soe Hok Djin merupakan seorang aktivis demonstran Angkatan '66 bersama dengan adiknya, Soe Hok Gie ketika ia masih menjadi mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta.
Kini Arief mengajar sebagai Guru Besar di Universitas Melbourne, Australia.
Ia juga banyak terlibat dalam bidang budaya di Indonesia.
Ia pernah memperdalam ilmu di bidang pendidikan di College d'Europe, Brugge, Belgia pada 1964.
Ia menyelesaikan studi di Fakultas Psikologi di Universitas Indonesia pada tahun 1968.
Ia kuliah lagi di Paris pada tahun 1972, dan meraih Ph.D. dalam bidang sosiologi dari Universitas Harvard, Amerika Serikat pada 1980.
Kembali dari Harvard, Arief Budiman mengajar di UKSW (Universitas Kristen Satya Wacana) di Salatiga sejak 1985 sampai 1995.
Ketika UKSW dilanda kemelut yang berkepanjangan karena pemilihan rektor yang dianggap tidak adil, Arief melakukan mogok mengajar, dipecat.
Akhirnya dia hengkang ke Australia, serta menerima tawaran menjadi profesor di Universitas Melbourne.
Arief Budiman pernah menjadi redaktur majalah Horison (1966-1972).
Sejak 1972 dia menjadi anggota Dewan Penasehat majalah ini.
Ia pernah menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta (1968-1971).
Sejak tahun 1968-1971 ia menjadi anggota Badan Sensor Film.
Ia dianggap sebagai tokoh Metode Ganzheit sejak Diskusi Sastra 31 Oktober 1968 di Jakarta dan terlibat polemik dengan M.S Hutagalung sebagai perwakilan Aliran Rawamangun.
Ia juga dianggap sebagai tokoh dalam perdebatan Sastra Kontekstual sejak Sarasehan Kesenian di Solo (Oktober 1984).
Ia pernah menghadiri Konferensi PEN Club International di Seoul pada tahun 1970.
Sejak masa mahasiswa, Arief sudah aktif dalam kancah politik Indonesia, karena ia ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan pada tahun 1963 yang menentang aktivitas Lekra yang dianggap memasung kreativitas kaum seniman.
Kendati ikut melahirkan Orde Baru, Arief bersikap sangat kritis terhadap politik pemerintahan di bawah Soeharto yang memberangus oposisi dan kemudian diperparah dengan praktik-praktik korupsinya.
Pada pemilu 1973, Arief dan kawan-kawannya mencetuskan apa yang disebut Golput atau Golongan Putih, sebagai tandingan Golkar yang dianggap membelokkan cita-cita awal Orde Baru untuk menciptakan pemerintahan yang demokratis.
Ia pernah ditahan karena terlibat dalam demonstrasi menentang pendirian Taman Miniatur Indonesia Indah (1972).
Ayah Arief Budiman merupakan seorang wartawan yang bernama Soe Lie Piet.
Arief Budiman menikah dengan Leila Chairani Budiman, teman kuliahnya di Fakultas Psikologi UI, yang dikenal sebagai pengasuh rubrik psikologi pada harian Kompas. (*)
• Band Rock Post-hardcore Falling in Reverse Berduka, Derek Jones Sang Gitaris Meninggal
• Link Streaming Sidang Isbat Kemenag, Penentu 1 Ramadhan 1441 H, Puasa di Tengah Pandemi Covid-19
• Air Mata Raisa Bercucuran Menahan Sedih, Awalnya Ingin Bernyanyi Lewat Online Hibur Tenaga Medis
• Ika Musriati Dipaksa Makan 50 Cabai dan Minum Air Mendidih, Disuruh Bunuh Diri Majikannya