Tolak Ahok Jadi Pemimpin Ibukota Baru, Masa Lalu Suami Puput Nastiti Devi Kembali Diungkit
Alumni Aksi 212 yang menamakan diri Mujahid 212 menolak keras Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai calon Kepala Badan Otorita Ibukota Negara. Ha
TRIBUNJAMBI.COM-Alumni Aksi 212 yang menamakan diri Mujahid 212 menolak keras Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai calon Kepala Badan Otorita Ibukota Negara.
Hal itu disampaikan oleh ketua Mujahid 212 Damai Hari Lubis.
Damai membeberkan alasan kenapa pihaknya menolak Ahok menjadi calon Kepala Badan Otorita Ibukota Negara.
Ia menyinggung soal rekam jejak dan kepribadian Ahok yang disebutnya kurang baik.
• Bertemu Masyarakat Tanjung Pinang Jambi, Cek Endra Kenang Momen Naik Sado
• Keluarga Besar Tokoh Jambi Dukung Cek Endra Jadi Gubernur
• Resmi! Muhammadiyah Tetapkan 1 Ramadhan 1441 H Jatuh Pada Hari Jumat, 24 April 2020
Mereka menyatakan penolakannnya secara tegas.
Diungkapkan Damai, Ahok merupakan seseorang yang memiliki banyak masalah.
Ia bahkan menyebut kasus yang menyeret Ahok.
Masa lalu Ahok pun turut disinggungnya.
Termasuk saat Ahok menjadi wakil gubernur serta gubernur DKI Jakarta sebelum Anies Baswedan.
Hal itulah yang menjadi alasan kenapa Mujahid 212 menolak secara tegas.
"Sebagai calon kepala daerahnya [Ibu Kota Negara baru adalah Ahok,
maka Kami katakan dan nyatakan secara tegas.
• Geger Dosen Minta yang Panas-panas, Mahasiswi Ini Kira Kopi atau Teh, Aksi Pelecehan Pun Terjadi
• DPMPTSP Sarolangun Cabut Izin Karaoke Wak Genk, Diduga Ini yang Jadi Penyebabnya
• Seperti Ini Penampakan dan Nasib Penjual Nasi Goreng yang Mirip dengan Anies Baswedan
Kami menolak keras Ahok lantaran fakta-fakta pribadi Ahok merupakan seorang jati diri yang memiliki banyak masalah," kata Damai dalam keterangan tertulisnya, dikutip Warta Kota dari Tribunnews.com.
"Ahok perlu kejelasan hukum atas masa lalunya selaku wagub dan gubernur DKI periode sebelum Anies," imbuhnya.
Ia melanjutkan, selain diduga masalah hukumnya belum selesai, Damai Hari Lubis juga menyinggung soal status Ahok yang pernah dipenjara dalam kasus penodaan agama.
"Bahkan data tak terbantahkan salah satunya biografi Ahok, dirinya berstatus eks napi,
karena fakta hukum Ahok dulu menistakan Al-Qur'an, kitab suci umat muslim, umat mayoritas negeri ini, dengan modus 'menghina' surah Al-Maidah ayat 51," ujar dia.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR Arsul Sani menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mempertimbangkan masukan semua kalangan dalam menunjuk Kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara.
"Biasanya Presiden menggunakan kesempatan yang berkembang,
baik pro maupun kontra sebagai bahan dalam mengambil keputusan," tutur Arsul di komplek Parlemen, Jakarta, Jumat (6/3/2020).
• Reaksi Dubes India Saat Bendera Negaranya Dibakar FPI, Massa Ngotot Minta Bertemu Pejabat Kedubes
• Ngaku Diperiksa Panwascam, Kades Pulau Salak Baru, Bantah Ikut Politik Praktis
• Mantan Suami Mulan Jameela Bongkar Sikap Maia Estianty, Pungut Mulan dari Kafe dan Dijadikan Artis
• Tergiur Tarif Rp 1,5Juta Bisa Main Sepuasnya, Pria Ini Terkejut Saat Datangi Kos Cewek yang Disuka
Menurut Arsul, adanya penolakan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari kelompok Mujahid 212 sebuah hal yang wajar, tetapi jangan lupa ada pihak-pihak lain yang mendukung mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
"Jadi semua saya yakin akan dipertimbangkan Presiden dan tentu partai koalisi pemerintah jika diminta pendapat, akan menyampaikan pendapat," tutur Arsul.
• Beda Pendapat 2 Cawagub Jakarta Soal Banjir, Nurmansjah Lubis: Saya Cocok dengan Kepemimpinan Ahok
Lebih lanjut Sekjen PPP itu pun menyebut, empat calon Kepala Badan Otorita IKN yang telah disebutkan Presiden Jokowi pasti telah dipertimbangkan berdasarkan pengalaman dan kemampuan dalam mengelola ibu kota negara.
"Tentu Presiden mempertimbangkan dua hal, pertama latarbelakang pendidikannya, kedua pengetahuannya," ucap Arsul.
Diketahui, Presiden Jokowi telah menyampaikan empat calon Kepala Badan Otorita IKN, di antaranya Bambang Brojonegoro, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Abdullah Azwar Anas, dan Tumiyana.
Tak punya kewenangan
Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustofa menilai Mujahid 212 tidak memiliki kewenangan untuk menolak Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara.
"Kalau aspirasi boleh saja, tapi kalau mereka menolak ya dia tidak punya kewenangan.
Tidak ada urusannya, namun sebagai sebuah aspirasi tidak ada masalah," tutur Saan saat dihubungi, Jakarta, Jumat (6/3/2020).
Menurutnya, pemilihan Kepala Badan Otorita IKN merupakan otoritas Presiden Joko Widodo dan tidak ada pihak manapun yang bisa mengintervensi dalam proses pemilihan.
"Kalau mereka (Mujahid 212) mengatakan soal rekam jejak, ya Ahok kan relatif tidak ada masalah dalam menata kota.
Jadi tentu empat nama masuk calon Kepala Badan Otorita IKN, sudah menjadi perhitungan Pak Jokowi," paparnya.
Adapun empat calon Kepala Badan Otorita IKN di antaranya, Bambang Brojonegoro, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Abdullah Azwar Anas, dan Tumiyana.
Ia pun menilai, empat calon tersebut memiliki rekam jejak yang memadai dalam mengelola ibu kota baru di Kalimantan Timur.
"Artinya, siapapun yang terpilih, saya yakin akan membawa ibu kota baru akan sesuai dengan harapan Presiden,
juga harapan kita semua," ucapnya. (TribunNewsmaker/*)