Proyek Asrama Haji di Jambi Dimodali Seorang Dokter, Bambang Dijanjikan Uang Rp14 Miliar
dokter Bambang membantah sebagai pemodal. Ia mengaku hanya memberikan pinjaman pada PT GKN atas permintaan Johan.
Penulis: Dedy Nurdin | Editor: Teguh Suprayitno
Proyek Asrama Haji di Jambi Dimodali Seorang Dokter, Bambang Dijanjikan Uang Rp14 Miliar
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Jaksa penuntut umum hadirkan dua orang saksi dalam persidangan revitalisasi gedung asrama haji dengan terdakwa Tahir Rahman, mantan Kakanwil Kemenag Provinsi Jambi.
Saksi yang dihadirkan pada persidangan Senin (3/2/2020) yakni Mulyadi alias Edo dari PT Guna Karya Nusantara (GKN) cabang Banten dan dokter Bambang sebagai pemilik modal.
Pada persidangan itu, saksi dokter Bambang membantah sebagai pemodal. Ia mengaku hanya memberikan pinjaman pada PT GKN atas permintaan Johan.
"Apa alasan anda memberikan pinjaman. Padahal Johan sudah utang pada saudara Rp 2,3 miliar. Kok diberikan pinjaman kembali, padahal itu bukan uang yang sedikit," tanya ketua majelis hakim Erika Sari Emsah Ginting.
• Update Terbaru Virus Corona, Lebih dari 17 Ribu Terinfeksi, Meninggal 362, Bagaimana Vaksinnya?
• Kisah Pilu Seorang Ayah Kehilangan 3 Anaknya Karena Tewas Ditabrak Mobil Saat Beli Es Krim
• Penertiban Pedagang di Pasar Baru Bangko, Al Haris: Jangan Ada Lagi yang Jualan di Jalan
Saksi Bambang berdalih dengan memberikan pinjaman Rp 7 miliar, Johan berjanji akan mengembalikan uang yang dipinjam sebelumnya pada bulan Desember berikut bunga sesuai perjanjian.
"Dengan bunganya sekitar Rp 13-14 miliar dikembalikan," katanya.
Bambang juga mengatakan beberapa kali mengikuti proses rapat terkait pembahasan proyek di Jambi.
"Sekitar enam kali ikut rapat di Jambi itu pun karena diajak Johan," ujarnya.
Seperti diketahui, pada proyek bermasalah ini Bambang disebut-sebut sebagai donatur untuk PT GKN.
Sementara itu, Mulyadi selaku pimpinan PT GKN Cabang Banten pada persidangan itu dimintai keterangan mengenai proses pelaporan progres pekerjaan yang dinaikkan dari 82 persen menjadi 92 persen guna mempermudah proses pencairan.
"Penambahan progres ini untuk pencairan. Sebenarnya progres baru 82 persen tapi dinaikkan menjadi 92 persen," ujar Mulyadi. (Dedy Nurdin)