Daftar 'Dosa' Helmy Yahya hingga Dipecat oleh Dewas dari Dirut TVRI

Dewan Pengawas atau Dewas TVRI memberhentikan Direktur Utama atau Dirut TVRI Helmy Yahya pada 16 Januari 2020.

Editor: Suci Rahayu PK
Instagram @helmyyahya
Direktur Utama LPP TVRI Helmy Yahya 

Daftar 'Dosa' Helmy Yahya hingga Dipecat oleh Dewas dari Dirut TVRI

TRIBUNJAMBI.COM - 3 alasan Dewas TVRI pecat Helmy Yahya sebagai direktur utama dijelaskan di depan Komisi I DPR.

Helmy dianggap banyak utang, mirip Jiwasraya.

Dewan Pengawas atau Dewas TVRI memberhentikan Direktur Utama atau Dirut TVRI Helmy Yahya pada 16 Januari 2020.

Surat keputusan (SK) pemecatan Helmy dikatakan merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2005 tentang LPP TVRI.

Helmy Yahya dan kuasa hukum, Chandra Marta Hamzah saat dijumpai di kawasan Taman Ria Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (17/1/2020).
Helmy Yahya dan kuasa hukum, Chandra Marta Hamzah saat dijumpai di kawasan Taman Ria Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (17/1/2020). (KOMPAS.com/Revi C Rantung)

Berdasarkan PP tersebut, kata Ketua Dewas TVRI Arif Hidayat Thamrin, Dewas TVRI memiliki hak untuk mengangkat dan memberhentikan Dewan Direksi.

"Dewas punya kewenangan. Sudah dilalui dengan sesuai peraturan," kata Arif Hidayat Thamrin dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/1/2020).

Ada sejumlah alasan Dewas TVRI pecat Helmy Yahya sebagai Direktur Utama.

Berdasarkan catatan Kompas.com, berikut alasan-alasan Dewas TVRI yang sekaligus merupakan kesalahan Helmy Yahya yang disampaikan dalam rapat bersama Komisi I DPR:

BREAKING NEWS Warga Dusun Pauh Agung Bungo yang Dikabarkan Hanyut Ditemukan

Daftar Harga Motor Sport 150cc Bekas Rp 15 Juta - Naked Bike (Honda Verza Suzuki GSX Yamaha Vixion)

1. Helmy Yahya beli hak siar Liga Inggris yang menimbulkan utang

Anggota Dewas TVRI Pamungkas Trishadiatmoko dalam rapat dengan Komisi I DPR menyatakan, hak siar penayangan Liga Inggris yang dibeli Helmy Yahya menimbulkan risiko gagal bayar atau utang.

Pamungkas Trishadiatmoko bahkan menyatakan, risiko utang tersebut mirip krisis keuangan di PT Asuransi Jiwasraya.

"Saya akan sampaikan kenapa Liga Inggris itu menjadi salah satu pemicu gagal bayar ataupun munculnya utang skala kecil seperti Jiwasraya," kata Moko.

Ia menyampaikan, Helmy Yahya mengatakan bahwa program Liga Inggris ditayangkan tanpa biaya.

Nyatanya, penayangan Liga Inggris berbiaya senilai Rp 126 miliar untuk kontrak tiga sesi, yaitu selama 2019-2022.

Berdasarkan invoice yang diterima Dewas TVRI dari Global Media Visual (GMV), ada kewajiban bayar pada 31 Oktober 2019 senilai Rp 27 miliar.

Kemudian, pada Maret dan September 2020, masing-masing senilai Rp 21 miliar.

Dengan demikian, total kewajiban bayar utang pada 2019 dan 2020 senilai Rp 69 miliar.

"Total sekitar Rp 69 miliar yang sebagian belum termasuk pajak," ujar Moko.

Selain itu, kata dia, tidak pernah ada permintaan persetujuan kepada Dewas TVRI untuk menyiarkan Liga Inggris.

"Tidak ada permintaan persetujuan resmi tertulis ke Dewas," kata dia.

Cuitan Twitter Tara Basro di Twitter Tadi Malam Bikin Heboh, Ini Fakta Ukuran Tubuh yang Menipu

Nella Kharisma Kepergok Mesra Bersama Cak Malik Si Penabuh Gendang Didi Kempot, Kok Bisa?

2. Kinerja Helmy Yahya dianggap tak sesuai visi dan misi TVRI

Ketua Dewan Pengawas TVRI Arif Hidayat Thamrin mengatakan, sejak Helmy menjabat, TVRI terkesan terlalu mengejar share dan rating.

Padahal, kata dia, TVRI merupakan televisi publik sehingga berbeda dari televisi swasta.

"Seolah-olah Direksi TVRI mengejar rating dan share seperti televisi swasta. Kami ada APBN, harus bayar dalam bentuk membayar ke luar negeri," ujar Arif.

Ia mengatakan, demi mengejar rating itu, akhirnya Dewan Direksi membeli sejumlah siaran asing, di antaranya Liga Inggris dan Discovery Channel.

Padahal, kata Arif, TVRI telah disarankan lebih banyak menayangkan program edukasi dan program-program lain yang sesuai dengan nilai keindonesiaan.

"Tupoksi TVRI sesuai visi misi TVRI adalah televisi publik. Kami bukan swasta, jadi yang paling utama adalah edukasi, jati diri, media pemersatu bangsa. Prioritas programnya juga seperti itu," kata dia.

3. Rebranding TVRI dianggap tidak sesuai rencana kerja

Anggota Dewas TVRI Maryuni Kabul Budiono mengatakan, pelaksanaan rebranding TVRI memang telah jadi program kerja yang ditetapkan.

Namun, dalam pelaksanaannya disebut tidak sesuai dengan rencana kerja.

"Terdapat ketidaksesuaian rebranding TVRI dengan rencana kerja dengan RKAT 2019," kata Budiono.

Ia menyatakan, program kerja rebranding dilakukan dalam dua tahap.

Pertama, pada 2018, rebranding TVRI berjalan sesuai rencana.

Rebranding pada tahap pertama adalah pembuatan logo baru dan aplikasi TVRI.

"Pada 2018, dengan nilai kontrak lebih drari Rp 970 juta oleh konsultan brand yang memang melakukannya sesuai dengan yang diatur," ucap dia.

Namun, pada 2019, program implementasi dari hasil rebranding itu tidak masuk dalam mata anggaran.

Budiono menyatakan, biaya implementasi rebranding sebesar Rp 8,2 miliar diambil salah satunya dari anggaran program dan berita.

"Pada 2019, ada proses implementasi dan aplikasi rebranding dengan menggunakan anggaran yang sudah ada. Jadi, itu dari anggaran program dan berita, Direktorat Pengembang Nusa, dan Direktorat Umum," ujar Budiono.

"Yang paling banyak diambil dari program dan berita senilai Rp 6,2 miliar," kata dia.

Anggaran program dan berita itu sebagian merupakan honor satuan kerabat kerja (SKK).

Akhirnya, kata Budiono, anggaran tak cukup untuk membayarkan honor SKK. Selain itu, Budiono mengatakan, pelaksanaan program dan berita juga jadi bermasalah.

"Ini berdampak juga jadi berkurangnya biaya program yang jadi tidak memadai. Akhirnya menumpuk dan jadi persoalan," kata Budiono.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Alasan-alasan Dewas TVRI Pecat Helmy Yahya sebagai Direktur Utama" https://wartakota.tribunnews.com/2020/01/22/, https://nasional.kompas.com/read/2020/01/22/07054681/alasan-alasan-dewas-tvri-pecat-helmy-yahya-sebagai-direktur-utama?page=all#page2. Penulis : Tsarina Maharani

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved