Daftar 'Dosa' Helmy Yahya hingga Dipecat oleh Dewas dari Dirut TVRI
Dewan Pengawas atau Dewas TVRI memberhentikan Direktur Utama atau Dirut TVRI Helmy Yahya pada 16 Januari 2020.
Berdasarkan invoice yang diterima Dewas TVRI dari Global Media Visual (GMV), ada kewajiban bayar pada 31 Oktober 2019 senilai Rp 27 miliar.
Kemudian, pada Maret dan September 2020, masing-masing senilai Rp 21 miliar.
Dengan demikian, total kewajiban bayar utang pada 2019 dan 2020 senilai Rp 69 miliar.
"Total sekitar Rp 69 miliar yang sebagian belum termasuk pajak," ujar Moko.
Selain itu, kata dia, tidak pernah ada permintaan persetujuan kepada Dewas TVRI untuk menyiarkan Liga Inggris.
"Tidak ada permintaan persetujuan resmi tertulis ke Dewas," kata dia.
• Cuitan Twitter Tara Basro di Twitter Tadi Malam Bikin Heboh, Ini Fakta Ukuran Tubuh yang Menipu
• Nella Kharisma Kepergok Mesra Bersama Cak Malik Si Penabuh Gendang Didi Kempot, Kok Bisa?
2. Kinerja Helmy Yahya dianggap tak sesuai visi dan misi TVRI
Ketua Dewan Pengawas TVRI Arif Hidayat Thamrin mengatakan, sejak Helmy menjabat, TVRI terkesan terlalu mengejar share dan rating.
Padahal, kata dia, TVRI merupakan televisi publik sehingga berbeda dari televisi swasta.
"Seolah-olah Direksi TVRI mengejar rating dan share seperti televisi swasta. Kami ada APBN, harus bayar dalam bentuk membayar ke luar negeri," ujar Arif.
Ia mengatakan, demi mengejar rating itu, akhirnya Dewan Direksi membeli sejumlah siaran asing, di antaranya Liga Inggris dan Discovery Channel.
Padahal, kata Arif, TVRI telah disarankan lebih banyak menayangkan program edukasi dan program-program lain yang sesuai dengan nilai keindonesiaan.
"Tupoksi TVRI sesuai visi misi TVRI adalah televisi publik. Kami bukan swasta, jadi yang paling utama adalah edukasi, jati diri, media pemersatu bangsa. Prioritas programnya juga seperti itu," kata dia.
3. Rebranding TVRI dianggap tidak sesuai rencana kerja
Anggota Dewas TVRI Maryuni Kabul Budiono mengatakan, pelaksanaan rebranding TVRI memang telah jadi program kerja yang ditetapkan.