Mengapa Posisi Ketua MPR Jadi Rebutan? Ini Analisis dari Pengamat Politik UGM dan Unair
Benarkah istimewa, mengapa Posisi Ketua MPR Jadi Rebutan? Ini Analisis dari Pengamat Politik UGM dan Unair
Mengapa Posisi Ketua MPR Jadi Rebutan? Ini Analisis dari Pengamat Politik UGM dan Unair
TRIBUNJAMBI.COM - Sebuah pertanyaan menarik terlontar, mengapa jabatan Ketua MPR menjadi rebutan?
Apa keistimewaan jabatan Ketua MPR sehingga jadi rebutan?
Setelah melewati proses panjang, Bambang Soesatyo akhirnya terpilih sebagai ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2019-2024 berdasarkan musyawarah mufakat.
Berdasarkan laporan Kompas.com, Jumat (4/10/2019), butuh waktu sekitar 10 jam sebelum Fraksi Partai Gerindra akhirnya bersepakat mengusung politisi Partai Golkar Bambang Soesatyo sebagai ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Baca: Deretan Pengusaha yang Santer Calon Menteri Jokowi, Bos Gojek, Wishnutama hingga NI Luh Djelantik
Baca: Prediksi Nama Menteri-menteri Kabinet Jokowi-Maruf, Mengapa Ada yang Usia di Bawah 30 Tahun?
Baca: Sejarah 5 Oktober Jadi Hari TNI, dari Indonesia Tak Punya Tentara hingga Tiga Matra
Baca: Viral - Kakak Tega Seret Adiknya di Jalan, Ini Kata Polisi Soal Motif Pelaku
Dalam Rapat Gabungan antara perwakilan sembilan fraksi dan kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Fraksi Partai Gerindra masih ngotot mencalonkan sekjen partainya, Ahmad Muzani. Bambang Soesatyo sudah mengantongi dukungan dari delapan fraksi dan kelompok DPD.
Sejak Rapat Gabungan yang digelar pukul 10.00 WIB hingga pukul 20.00 WIB Rapat Paripurna Penetapan Pimpinan MPR, sikap Fraksi Partai Gerindra belum berubah.
Lobi dan konsultasi antara elite partai politik dilakukan. Fraksi Partai Gerindra akhirnya mengalah dalam perebutan kursi Ketua MPR RI periode 2019-2024.
Jabatan sebagai ketua MPR ini seolah menjadi idaman para elite politik.
Hal itu pula yang diungkapkan oleh pengamat politik asal Universitas Airlangga, Novri Susan.
Menurutnya, ketua MPR merupakan posisi politik populer yang mudah terlihat secara publik.
Ia juga menilai jabatan ketua MPR merupakan posisi politik yang cukup aman bagi elite politik untuk membangun personal brand.
"Walaupun MPR bukan merupakan struktur kekuasaan aktif dalam legislasi, namun seluruh proses politik kenegaraan menjadi wilayah kerja MPR.
Oleh karena itu posisi ketua MPR akan selalu terlihat," ucap Novri, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (4/10/2019).
Pengamat politik dari Universitas Gajad Mada, Mada Sukmajati, juga memiliki penilaian serupa.
Mada juga menilai jabatan ketua MPR merupakan posisi politik yang aman untuk membangun citra diri.
"Jabatan selama lima tahun ini bisa menjadi semacam kampanye gratis. Tapi apakah ini akan diarahkan ke 2024, kita masih perlu melihatnya," ucap dia.
Peran Simbolis
Sebagai lembaga bikameral, Novri mengatakan MPR berwenang dalam menetapkan atau amandemen UUD, melantik presiden dan wapres, memakzulkan presiden atas usulan DPR, dan menganti wapres dalam kasus tertentu.
"Kewenangan itu disebut politik kenegaraan. Nah, posisi ketua MPR pada situasi khusus, bisa menentukan arah dan dinamika politik negara," ungkapnya.
Melihat peran MPR selama lima tahun belakangan yang hanya fokus pada sosialisai pilar-pilar kebangsaan, Mada menilai MPR tidak memiliki peran strategis jika melihat apa yang mereka kerjakan selama lima tahun ke belakang," tambahnya.
Melihat konteks tersebut, Mada menilai peran MPR dalam proses politik sehari-hari sangat minimal hanya memiliki peran simbolis.
"Meski perannya hanya simbolik, ini kan jabatan lembaga negara. Jadi, ada potensi kekuasaan melalui wewenang yang dimilikinya. Ini juga membuat posisi tersebut diperebutkan para elite," ujarnya.
Berapa gajinya?
Politisi Partai Golkar Bambang Soesatyo resmi terpilih sebagai ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR) secara aklamasi dalam Rapat Paripurna Penetapan dan Pelantikan Ketua MPR di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/10/2019).
Terpilihnya Bambang Soesatyo sebagai ketua MPR tak melalui jalan mulus. Sebab, pada awalnya setiap partai mengajukan calon berbeda-beda.
Ada yang ikut mengusung calon yang diusung koalisi, ada pula yang mengusung kader sendiri. Namun, ada dua poros yang menguat sebagai kandidat Ketua MPR, yakni dari Partai Golkar dan Partai Gerindra.
Awalnya, Partai Gerindra bersikeras mencalonkan Ahmad Muzani sebagai ketua MPR. Sementara, delapan fraksi di DPR beserta unsur kelompok DPD sepakat mendukung Bambang.
Ketua Fraksi Ahmad Riza Patria mengatakan, partainya ingin memastikan sejumlah agenda MPR dapat dimplementasikan dengan baik, antara lain revisi terbatas UUD 45 dan menghadirkan kembali GBHN.
Namun, pada akhirnya, partai berlambang garuda itu mengalah dan ikut mendukung Bambang.
Perebutan kursi Ketua MPR sudah menjadi polemik sejak beberapa bulan terakhir.
Posisi ini dinilai strategis karena terkait dengan kewenangan melakukan amandemen.
Selain soal kewenangan itu, ternyata gaji dan tunjangannya tak main-main.
Besaran gaji pokok Ketua dan anggota MPR diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000 tentang Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Anggota Lembaga Tinggi Negara Serta Uang Kehormatan Anggota Lembaga Tertinggi Negara.
Untuk Ketua MPR, gaji pokoknya sebesar Rp 5.040.000. Besarannya sama dengan gaji pokok Puan Maharani yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai Ketua DPR RI.
Sementara, Wakil Ketua MPR gaji pokoknya sebesar Rp 4.620.000.
Selain itu, ada juga uang kehormatan bagi anggota MPR yang tidak merangkap sebagai anggota DPR, yakni sebesar Rp 1.750.000.
Selain gaji pokok, Ketua MPR dan anggota juga berhak mendapatkan rumah dinas, kendaraan dinas, dan fasilitas lain yang menunjang pekerjaannya.
Meski terbilang kecil gaji pokoknya, namun tunjangan bulanan anggota MPR jauh lebih besar. Sama seperti anggota DPR, anggota MPR berhak mendapat tunjangan listrik dan telepon, tunjangan aspirasi, tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi, hingga tunjangan untuk peningkatan fungsi pengawasan.
Jika anggota MPR tersebut juga merupakan anggota DPR, maka tunjangan bulanannya bisa mencapai Rp 60 juta.
Diketahui, sebelumnya Bambang menjabat sebagai Ketua DPR RI. Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang ia serahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2018, tercatat total hartanya senilai Rp 98.019.420.429.
Hartanya terdiri dari tanah dan bangunan senilai Rp 71.217.095.000.
Sementara itu, harta berupa alat transportasi dan mesin berjumlah Rp 18.560.000.000.
Bambang memiliki 13 kendaraan, antara lain motor Harley Davidson dan mobil Rolls Royce Phantom Sedan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengapa Jabatan Ketua MPR Jadi Rebutan?" dan "Kursinya Jadi Rebutan, Berapa Gaji yang Didapat Ketua MPR?"