BINTANG Film Dewasa Menangkan Gugatan Rp 6,4 Miliar, Setelah Ngaku Selingkuh dengan Presiden
TRIBUNJAMBI.COM - Bintang film dewasa, Stormy Daniels, yang mengaku selingkuh dengan Presiden Donald Trump diberitakan
.
TRIBUNJAMBI.COM - Bintang film dewasa, Stormy Daniels, yang mengaku selingkuh dengan Presiden Donald Trump diberitakan memenangkan gugatan 450.000 dollar AS, atau Rp 6,4 miliar.
Kemenangan Daniels terjadi setelah dia ditangkap di sebuah klub penari erotis yang terletak di Columbus, Ohio, pada tahun lalu.
Stormy Daniels ditangkap oleh polisi DI Klub Sirens Gentlemen dengan tuduhan pelanggaran seksual di 2018.
Namun tuntutan itu dibatalkan.
Bintang porno dengan nama asli Stephanie Clifford itu menyatakan penangkapannya bermuatan politis, dan menggugat atas dasar pelanggaran HAM.
Baca: Hasil Pengecekan Kondisi Jembatan PSM, Ini Beberapa Titik Kerusakan, Harus Diwaspadai
Dalam dakwaannya yang masuk Januari lalu seperti dikutip AFP, Sabtu (28/9/2019), Stormy Daniels menuntut dia sudah salah ditangkap dan ditahan.
Dalam gugatan awalnya, bintang porno berusia 40 tahun itu mengajukan ganti rugi senilai 2 juta dollar AS, atau sekitar Rp 28,3 miliar.
Namun pada Jumat (27/9/2019), dia mengambil hanya seperempatnya.
"Ini bukan tentang uang. Ini tentang perubahan yang kita lakukan dan membawa kesadaran," kata dia.
Kuasa hukumnya Clark Brewster yang berdiri di sampingnya mengatakan, kasus itu menunjukkan kliennya ditargetkan bukan karena kesalahan.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kiri) dan Stormy Daniels, aktris film dewasa yang mengaku mempunyai hubungan khusus dengan Donald Trump.
Baca: Sedang Asyik Makan Bakso, Remaja 17 Tahun Diciduk Polisi Karena Curi Uang Rp 300 juta
Kemenangan gugatan itu terjadi dalam satu pekan setelah Donald Trump terkena hendak dimakzulkan melalui penyelidikan yang digelar DPR AS.
Stormy Daniels menjadi terkenal setelah mengaku selingkuh dengan Donald Trump pada 2006, atau beberapa bulan setelah Baron, putranya dengan Melania, lahir.
Dia mengaku mengenal presiden usia 73 tahun itu melalui sebuah kejuaraan golf yang diikuti selebriti AS.
Saat itu, Donald Trump meminta nomor teleponnya.
Donald Trump kemudian mengajak makan malam yang dia iyakan.
Kemudian, dia dipanggil ke hotel tempat Donald Trump menginap, di mana Stormy mengaku mereka berhubungan badan.
Pada Februari 2018, mantan pengacara Donald Trump yang bernama Michael Cohen mengaku membayar Daniels 130.000 dollar AS, atau Rp 1,8 miliar.
Cohen sempat bersaksi bahwa pembayaran yang dia lakukan diperintahkan oleh sang presiden, dan dianggap sebagai perbuatan kriminal.
Oleh NBC4's WCMH-TV Columbus, Stormy Daniels mendapat pertanyaan apakah dia mempunyai komentar soal Donald Trump yang hendak dimakzulkan.
Baca: Gempa hari Ini, 3 Wilayah yang Alami Bencana, Melonguane Sulawesi Utara Bermagnitudo 6.7
"Kadang-kadang rasa gatal bisa menjadi percikan," ujarnya.
Selain Stormy, mantan bintang Playboy Karen McDougal juga mengaku selingkuh dengan Trump.
Jalan Terjal Partai Demokrat Melengserkan Presiden Donald Trump
Suhu politik di Washington DC, ibu kota Amerika Serikat (AS) sedang mendidih pada pekan ini.
Setelah spekulasi berkepanjangan, Partai Demokrat akhirnya memulai penyelidikan pemakzulan resmi terhadap Presiden Donald Trump.
Apakah manuver politik ini akan melengserkan Donald Trump dari kursi kepresidenan?
Politik bukan sebuah ilmu pasti atau eksakta.
Apa pun tentunya bisa terjadi.
Namun jika melihat realita politik, secara matematis Partai Demokrat akan menghadapi jalan yang sangat terjal untuk mendepak presiden berusia 73 tahun itu.
Baca: Kisah Wanita Sewakan Rahim Tarif Rp 260 Juta 1x Melahirkan, Sudah 16 Kali, Surrogate Mother Tertua
Pemakzulan Donald Trump kelihatannya hampir pasti akan lolos di DPR AS (House of Representatives).
Sejauh ini, mayoritas anggota majelis rendah itu telah menyatakan dukungannya.
Saat ini, DPR AS dikuasai Partai Demokrat yang menguasai 235 kursi.
Sebanyak 198 kursi dipegang Partai Republik.
Sisanya, dua kursi, masing-masing diduduki politisi independen dan satu lagi sedang kosong.
Diperlukan mayoritas 218 kursi untuk memakzulkan Donald Trump.
Tercatat hingga Jumat malam (27/9/2019) waktu setempat, 225 dari 435 anggota DPR AS mendukung pemakzulan Donald Trump.
Tidak mengejutkan jika dari 225 politisi itu, hanya dua yang bukan anggota Partai Demokrat.
Donald Trump
Baca: BUKAN Karena Karir, Ini Alasan Sebenarnya Mengapa Agnez Mo Belum Mau Menikah
Yakni Mark Amodei, Republikan dari daerah pemilihan (dapil) Nevada distrik 2 dan Justin Amash, Independen dari Michigan distrik 3.
Proses pemakzulan di DPR akan dilanjutkan ke Senat, di mana 100 Senator akan menentukan nasib kepresidenan Donald Trump.
Di Senat inilah, pemakzulan sangat berpotensi dihalangi oleh Partai Republik yang mengontrol Senat dengan mayoritas 53 kursi.
Secara matematis, Demokrat yang memegang 47 kursi memerlukan setidaknya 20 senator Republik bergabung dengan mereka untuk mencapai angka supermayoritas dua pertiga suara untuk melengserkan Donald Trump.
Di atas kertas, Senator Partai Demokrat memerlukan lobi politik yang keras serta bukti kuat untuk meyakinkan Republik bahwa Trump telah menyalahgunakan kekuasaannya dan mengkhianati konstitusi, serta sumpah jabatannya sebagai presiden sehingga layak dimakzulkan.
Baca: GEGER Sedang Hamil, Istri Pertama Malah Carikan Madu Untuk Sang Suami, Alasannya Mengejutkan
Polarisasi politik di AS antara kubu konservatif dan liberal semakin tajam dalam satu dekade terakhir, terutama sejak terpilihnya Barack Obama sebagai presiden pada 2008.
Senat yang dulunya dikenal sebagai lembaga deliberatif yang bipartisan juga ikut terseret polarisasi.
Deadlock atau kebuntuan politik semakin sering terjadi di Majelis Tinggi AS itu.
Jika dahulunya banyak legislasi bipartisan yang dihasilkan, saat ini jangankan menghasilkan produk hukum, jumlah senator yang berdiri di tengah dengan ideologi sentris semakin menyusut.
Senator Partai Demokrat semakin bergerak ke kiri atau liberal sedangkan senator Republik semakin bergerak ke kanan atau konservatif yang memunculkan terjadinya era politik hyper-partisan.
Pelacakan yang dilakukan oleh FiveThirtyEight menunjukan hampir separuh, yaitu 24 Senator Partai Republik mencatatkan angka di atas 90 persen dalam memberikan suaranya mendukung kebijakan atau calon pejabat yang diajukan Gedung Putih Donald Trump.
Baca: Download Lagu MP3 Sholawat Nissa Sabyan Full Album 2019, Video Gambus Habib Syech dan Haddad Alwi
Shelley Moore Capito menduduki urutan teratas dengan meraup angka sebesar 95.7 persen.
Sebanyak 18 Senator berada di rentang 80-90 persen, dan lima senator di rentang 70-80 persen.
Jika dijumlah total ada 47 Senator Partai Republik yang sangat konsisten mendukung kebijakan Donald Trump.
Hanya ada enam senator yang sering menentang Donald Trump.
Itu pun hanya tiga yang berada di bawah angka 50 persen.
Dua dari tiga senator ini, Lisa Murkowski dari Alaska dan Susan Collins dari Maine, masing-masing dengan 45.5 persen dan 33.3 persen memang dikenal sebagai senator moderat sentris yang kerap berseberangan dengan Donald Trump.
Statistik di atas menunjukkan mencari 20 senator Republiken untuk mendukung pemakzulan bagaikan mencari jarum di jerami bagi kaukus senat Partai Demokrat.
Satu hal yang juga perlu diingat adalah, belum tentu 47 senator Partai Demokrat akan bersatu kokoh untuk memakzulkan Donald Trump.
Baca: PUPR Ungkap Tingkat Kerusakan Jembatan Muara Sabak, Hasil Kajian Belum Kelar, Sebut Masih Aman
Senator-senator Partai Demokrat seperti Joe Manchin dari West Virginia dan Doug Jones dari Alabama terkadang memilih mengabaikan partai mereka sendiri dengan mendukung kebijakan Donald Trump.
Posisi politik ini diambil karena West Virginia dan Alabama adalah negara bagian konservatif atau kerap disebut red states yang memberikan tingkat dukungan yang sangat tinggi kepada Donald Trump.
West Virginia bahkan adalah negara bagian di mana Donald Trump meraih kemenangan terbesar di pilpres 2016 dengan dukungan sebesar 68.5 persen.
Manchin dan Jones tahu benar mereka perlu hati-hati memberikan suara mereka di Senat untuk tidak menimbulkan amarah konstituen terutama ketika mendekati pemilu.
Kemunculan gerakan politik akar rumput seperti Tea Party yang konservatif dan Progresif yang liberal memberikan tekanan tinggi kepada senator untuk menyesuaikan posisi politik mereka jika tidak ingin ditantang oleh calon akar rumput di pemilihan pendahuluan (primary) partai.
Bagi senator petahana, tidak ada lagi jaminan mereka dapat kembali memenangkan nominasi partai dengan mudah untuk kembali mencalonkan diri.
Baca: Sering Main HP Malam-malam, Pemuda Ini Tiba-tiba Kesakitan, Nyaris Tewas, Dokter Ungkap Penyebabnya
Gerakan akar rumput yang sangat agresif telah terbukti berhasil menumbangkan senator petahana yang dinilai kurang konservatif, kurang liberal, atau terlalu moderat.
Tercatat sejak 2008, tiga senator Republik, yaitu Richard Lugar (Indiana), Lisa Murkowski (Alaska), Bob Bennett (Utah) dan 1 Partai Demokrat, Arlen Specter (Pennsylvania) keok di tangan rekan partai mereka sendiri di primary.
Senator-senator ini dinilai tidak mencerminkan wajah baru dari partai yang menginginkan perwakilan mereka di Kongres untuk tidak terlalu sering berkompromi dengan partai lawan.
Menajamnya polarisasi juga terlihat di pemilu 2016 ketika untuk pertama kalinya hasil pilpres selaras 100% dengan hasil pemilihan senat.
Saat ini hanya ada dua senator Republiken yang berasal dari negara bagian yang dimenangkan Hillary Clinton di pilpres 2016.
Mereka adalah Collins dan Senator Cory Gardner dari Colorado.
Kedua senator ini akan menghadapi medan pertempuran yang sulit untuk kembali terpilih pada pemilihan senat 2020.
Bagi 51 senator Republik lain, mendukung pemakzulan Donald Trump adalah bunuh diri politik terutama ketika mereka kembali mencalonkan diri untuk periode berikutnya di pemilu Senat.
Pemilih dari negara bagian yang dimenangkan Donald Trump berpotensi menghukum Senator yang berani mengambil posisi politik memakzulkan Donald Trump.
Baca: Tawaran Pekerjaan Tak Biasa dari Jokowi Untuk Fahri Hamzah yang Kini Tak Lagi Jabat Sebagai DPR RI
Publik Amerika sendiri masih terbelah menyikapi penyelidikan pemakzulan ini. Menurut survei Politico/Morning Consult, masing-masing yang mendukung dan menolak pemakzulan berada di angka 43 persen.
Dukungan pun masih terpolarisasi berdasarkan identitas partai.
Yaitu 79 persen pemilih Partai Demokrat mendukung pemakzulan.
Kemudian hanya 10 persen pemilih dari partai penguasa yang menyatakan dukungan.
Adapun dari pemilih independen tercatat 39 persen.
Pemakzulan dalam sejarah AS sesungguhnya belum pernah terjadi.
Meski, ancaman pemakzulan pernah membuat Richard Nixon memilih mundur pada 1974, demi menghindari pemecatan atas skandal Watergate.
Dua presiden lain gagal dimakzulkan, yakni Andrew Johnson (1868) dan Bill Clinton (1998), setelah DPR AS resmi memecat keduanya, namun digagalkan oleh Senat. (sumber Tribun Timur/kompas.com)