Selain RKUHP, Ini Revisi UU yang Dianggap Kontroversial Mulai RUU Pemasyarakatan, Ketenagakerjaan
Dalam aksinya, massa menuntut beberapa hal, seperti meminta pemerintah membatalkan UU KPK versi revisi yang baru disahkan DPR.
Sementara Dewi menilai, hak menguasai dari negara yang ditetapkan melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 dinilai diterjemahkan secara menyimpang dalam RUU ini.
Hal ini kemudian melahirkan jenis hak baru yang disebut Hak Pengelolaan.
RUU ini juga dinilai tidak memiliki langkah konkret dalam administrasi dan perlindungan hak ulayat masyarakat adat.
Persoalan selanjutnya adalah hak guna usaha (HGU).
Menurut Dewi, di dalam RUU Pertanahan, HGU diprioritaskan bagi pemodal skala besar.
Bahkan, RUU tersebut juga tidak mengatur keterbukaan informasi HGU seperti yang diamanatkan dalam UU Keterbukaan Informasi Publik.
Adapun, RUU ini juga mengatur mengenai Hak Pakai yang diatur dalam Pasal 34.
Hak Pakai digunakan untuk memberikan konsesi pada usaha perkebunan, peternakan, perikanan, dan pergaraman yang berdasar pada penggunaan tanah.
Arief menilai, aturan ini ambigu dengan ketentuan Hak Guna Usaha.
"Jika hak pakai dapat diberikan untuk konsesi perkebunan, peternakan, penggaraman, lantas untuk apa diatur adanya hak guna usaha?" tutur Arif.
Selain itu, pembatasan maksimum perkebunan tidak mempertimbangkan luas wilayah, kepadatan penduduk, dan daya dukung lingkungan.
Dewi juga mengungkapkan, RUU Pertanahan mengatur impunitas penguasaan tanah skala besar atau perkebunan apabila melanggar ketentuan luas alas hak.
Kemudian RUU Pertanahan dianggap menyamakan konflik agraria dengan sengketa pertanahan biasa.
Bahkan dalam RUU, penyelesaian konflik diselesaikan melalui mekanisme win-win solution atau mediasi dan pengadilan pertanahan.
Lalu kemudian terdapat kontroversi mengenai pendaftaran tanah. Dewi menerangkan, RUU Pertanahan semata-mata hanya mempercepat sertifikasi tanah.