Demo Tolak RKUHP dan UU KPK
Jokowi Diingatkan Anak Mantan Presiden untuk Lakukan Ini, Ternyata Sebagian Demonstran Pendukungnya
Aksi demo yang dilakukan sejumlah mahasiswa di hampir seluruh Indonesia terus beberapa waktu lalu masih menjadi sorotan khusus.
TRIBUNJAMBI.COM - Aksi demo yang dilakukan sejumlah mahasiswa di hampir seluruh Indonesia terus beberapa waktu lalu masih menjadi sorotan khusus.
Sejumlah demonstran menuntut menolak RKUHP dan pencabutan UU KPK yang di revisi.
Melihat situasi saat ini masih panas, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko bertemu 13 Gerakan Suluh Kebangsaan.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko bertemu 13 tokoh Gerakan Suluh Kebangsaan.
Pertemuan digelar untuk menyikapi situasi terakhir dimana terjadi unjuk rasa di sejumlah kota di Indonesia menolak RKUHP dan mendesak pencabutan UU KPK yang baru direvisi.
Dialog sambil makan malam itu berlangsung hampir tiga jam pada Selasa (24/9/2019) malam, di kediaman Moeldoko, Jakarta Pusat.

“Pemerintah berupaya mendengar dan mencari masukan dari para tokoh yang hadir,” kata Moeldoko dalam siaran pers resmi Kantor Staf Kepresidenan.
Baca: Rubicon Mewah Dibakar Massa Demo, Direkam Waketum KONI, Tak Tahu Itu Mobilnya Sendiri, Pulang Ngojek
Baca: Raut Tegang Prada DP saat Sidang Vonis, Kepala Pembunuh Vera Oktaria Tak Lagi Plontos
Baca: Wanita Ini Berhubungan Badan dengan Pacar, Salahkan Kurir Kondom, Tuntut Rp 59 Juta, Ternyata Begini
Para tokoh suluh kebangsaan yang hadir yakni Mahfud MD, Franz Magnis Suseno, Sarwono Kusumaatmadja, Helmy Faishal, Ahmad Suaedy, Alissa Wahid, A. Budi Kuncoro, Syafi Ali, Malik Madany, Romo Benny Susetyo, Rikad Bagun, Alhilal Hamdi dan Siti Ruhaini.
Mahfud MD dalam kesempatan itu menyampaikan bahwa akan lebih bijak jika pemerintah dan mahasiswa menempuh jalur hukum daripada aksi jalanan.
Puteri Presiden ke-4 RI Aburrahman Wahid, Alissa Wahid, meminta Presiden lebih peka terhadap masukan dari pengunjuk rasa.
"Mereka yang berunjukrasa sebagian adalah pendukung Jokowi. Presiden harus lebih peka terhadap kritik yang disampaikan," kata Alissa.
Moeldoko pun memastikan bahwa Presiden selalu mendengar masukan dari masyarakat, termasuk dari tokoh suluh kebangsaan.
Ia mengaku sudah menyampaikan masukan para tokoh itu kepada Presiden. Presiden Jokowi pun berkeinginan untuk bertemu langsung dengan para tokoh suluh kebangsaan.
"'Oke, nanti kita ketemu, Pak Moeldoko siapkan untuk kita bertemu para tokoh-tokoh semuanya yang lebih besar untuk bisa dialog sambil enaklah begitu,' nanti kita siapkan," kata Moeldoko menirukan pernyataan Jokowi.
Adapun soal tuntutan mahasiswa pengunjuk rasa, Moeldoko menyebut Presiden juga sudah menindaklanjutinya dengan menunda pengesahan RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan.
Namun untuk revisi UU KPK, Moeldoko meminta masyarakat yang menolak menggugat langsung UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi.
Sebab revisi UU KPK sudah terlanjur disahkan menjadi UU oleh DPR dan pemerintah. Ia memastikan Presiden tak akan memenuhi tuntutan demonstran untuk mencabut UU KPK lewat peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
"Kan ada mekanisme yang lain. Bisa di judicial review (ke MK)," kata mantan Panglima TNI ini.
Jokowi Diminta Dengar Mahasiswa dan Masyarakat
Presiden Joko Widodo didesak segera mengambil keputusan yang bijak atas berbagai desakan mahasiswa dan masyarakat terkait situasi politik dan keamanan saat ini.
Sosiolog dari Universitas Indonesia Imam Prasodjo mengatakan, keputusan yang ingin didengar masyarakat antara lain membatalkan pemberlakuan Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang direvisi serta RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
Terkait kedua RUU tersebut, Jokowi dianggap terlalu mengakomodir keinginan politisi dan kurang memasukkan unsur akademisi maupun para ahli di bidangnya.
Jokowi diminta lebih bijak dengan membuat pertemuan dengan para tokoh bangsa untuk menyerap masukan dari mereka dalam menyikapi gejolak di masyarakat.
"Mudah mudahan dalam waktu dekat, saya sih mendorong untuk undang banyak tokoh yang senior-senior, bicara lebih dingin. Jangan cuma hanya dengar para politisi yang punya kepentingan jangka pendek," ujar Imam kepada Kompas.com,
Rabu (25/9/2019). Imam mengatakan, DPR memang bertindak mewakili rakyat dan sedianya mengakomodasi apa yang diinginkan masyarakat.
Namun, kali ini, apa yang diinginkan masyarakat dan apa yang diusulkan DPR sangat bertolak belakang. RUU yang jadi polemik saat ini terlihat sarat konflik kepentingan.
Imam mempertanyakan mengapa Jokowi tak sejak awal membuat forum pertemuan dengan para tokoh bangsa untuk bertukar pikiran ketimbang menelan bulat-bulat usulan anggota dewan saat merumuskan RUU ini.
Semestinya, kata dia, Jokowi mendengar masukan dari orang yang lebih bijak dan dipercaya publik untuk beberapa RUU yang tengah digodok di DPR.
Banyak tokoh yang dianggap kredibel soal itu, misalnya guru besar, aktivis, dan tokoh bangsa yang dipandang masyarakat.
"Belum lagi akademisi, kan mayoritas enggak punya kepentingan apa-apa. Itu harus didengar," kata Imam.
"Saya tidak ngajarin presiden, tapi itu salah satu alternatif yang bisa dia dengar dan juga mengambil sikap dan jangan hanya dengarkan politisi," lanjut dia.
Lagipula, lanjut Imam, anggota dewan periode ini akan berakhir masa tugasnya dalam hitungan hari.
Maka tak ada alasan lain selain menunda pembahasan RUU yang kontroversial itu.
"Oleh karena itu, keputusan strategis yang lebih menimbulkan gejolak di-hold saja dulu, jangan terus dipaksakan. Kalau dipaksakan malah akhirnya menimbulkan gejolak yang lebih besar lagi," kata Imam.

Terkait UU KPK yang sudah disahkan, banyak pula desakan kepada Jokowi untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).
Namun, ternyata Jokowi dua kali bersikukuh tak akan membatalkan pengesahan UU KPK. Imam mengatakan, masih ada harapan bahwa Jokowi akan membatalkan pengesahan itu demi meredam gejolak di masyarakat.
"Jadi harusnya mundur ke belakang untuk memenangkan ke depan. Yang penting bagaimana masa seperti ini kerekatan hati dari banyak orang dibangun," kata Imam
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com