Karhutla di Jambi
Harus Berdusta Demi Tugas dan Cinta, Sisi Lain Petugas di Arena Pemadaman Api (1)
Kami terus melanjutkan perjalanan. Setelah melalui jalan itu sekitar tiga kilometer, kami lalu melihat seorang pria sedang menyemprotkan air ke lahan
Penulis: Suang Sitanggang | Editor: Duanto AS
Matahari sama sekali tak terlihat kala kami tiba di Desa Puding, Kecamatan Kumpeh Ilir, Kabupaten Muarojambi, Rabu (25/9). Padahal hari masih siang. Kondisi tersebut sudah beberapa minggu dialami oleh warga di desa ini, dan juga desa-desa sekitarnya.
SEORANG pria berbadan gempal memberi petunjuk kepada kami, saat ditanya desa yang masih dalam proses pemadaman api di lokasi lahan terbakar.
“Terus saja, nanti setelah jembatan belok kanan ke jalan merah,” ucap pria tersebut. Tangan kanannya ikut juga memberi petunjuk.
Jarak antara tempat kami bertanya dengan jalan merah itu sudah tergolong dekat. Kami yang datang dengan mengendarai mobil langsung memasuki jalan tersebut.
Baru masuk sekitar 200 meter dari jalan itu, pemandangan luar biasa tersaji di depan kami.
Baca Juga
Lolos Hukuman Mati, Prada DP Pemutilasi Vera Oktaria Divonis Hukuman Seumur Hidup, Hakim Beri Fakta
Raut Tegang Prada DP saat Sidang Vonis, Kepala Pembunuh Vera Oktaria Tak Lagi Plontos
Hasil Korea Open 2019 Hari Ini Jonatan Christie Lolos ke Perempat Final Usai Kalahkan Wakil Thailand
Mahfud MD Paparkan Sosok Aktor Intelektual di Balik Kerusuhan Pelajar-Mahasiswa, Ini Analisisnya
Jokowi Diingatkan Anak Mantan Presiden untuk Lakukan Ini, Ternyata Sebagian Demonstran Pendukungnya
Hanya ada warna hitam dan putih sepanjang kami melintasi jalan tanah merah tersebut. Warna hitam itu merupakan bekas lahan yang terbakar.
Di kiri dan kanan jalan sama saja. Sementara warna putih adalah kabut asap yang menutup pandangan kami, yang membatasi jarak pandang.
Kami terus melanjutkan perjalanan. Setelah melalui jalan itu sekitar tiga kilometer, kami lalu melihat seorang pria sedang menyemprotkan air ke lahan yang sudah berwarna hitam itu.
Ada truk seperti truk tangki minyak di sampingnya. Air disedot dari tangki.
Sopir ada di dalamnya.
Pria muda yang sedang menyemprot lahan itu terlihat serius mengerjakan pekerjaannya. Dia seolah tak peduli dengan kedatangan kami.
Bidikan lensa kamera tak ia hiraukan. Terlihat air ia semprotkan ke arah tanah yang masih mengeluarkan asap putih.
“Iya ini lahan gambut. Ini masih keluar asap dari dalam makanya disemprot terus,” katanya sembari terus menyemprot.
Kami terus melanjutkan perjalanan hingga tiba di sebuah kamp yang bertuliskan PT Bara Eka Prima.
Sejumlah personel yang bertugas memadamkan kebakaran terlihat sedang beristirahat di sana. Ada yang duduk di tanah, di depan kamp, dan di tempat yang mereka anggap nyaman. Mereka mempersilakan kami saat akan mengambil gambar ke lokasi lahan terbakar.
Dari lokasi itu memang sudah terlihat sejumlah titik yang sedang ada aktivitas pemadamannya. Saya bergerak ke titik terdekat. Ada empat orang yang sedang duduk di bawah pohon sawit. Di depan mereka ada mesin penyedot air yang sedang hidup.
Mesin dilengkapi dengan selang besar, ukuran diameternya lebih besar sedikit botol air mineral ukuran sedang. Di ujung selang itu ada empat orang yang sedang bekerja.

Setelah berkenalan singkat, mereka ternyata karyawan perusahaan. Mereka juga warga desa itu. Dalam tiga minggu ini, tiap hari mereka melakukan pekerjaan pemadaman kebakaran itu.
“Tiap hari kami di sini untuk memadamkannya. Di sini belum hujan,” ucap Januar, seorang di antara mereka.
Ia mengatakan mereka bekerja dari pagi hingga sore, lalu pulang ke rumah.
“Kami tinggal di sini, jadi setelah bekerja pagi sampai sore kami pulang,” ungkap Januar.
Ia mengatakan pekerjaan itu memang berbahaya.
Apalagi mereka menggunakan perlengkapan yang tidak safety. Hanya pakaian biasa yang mereka gunakan, tidak sesuai standar seperti yang umumnya digunakan pemadam kebakaran yang biasa kita lihat.
Namun sejauh ini, ucapnya, tidak ada masalah yang mereka hadapi. Tidak ada rekannya yang sampai menderita luka bakar.
“Tidak ada apa-apa sampai sejauh ini. Kendalanya karena lahan ini lahan gambut. Jadi terlihat sekarang sudah padam, nanti muncul lagi asap dari bawahnya. Pemadamannya sangat susah. Apinya menjalar di bawah tanah,” terangnya.
Kami kemudian beranjak ke lokasi yang berjarak sekitar 100 meter dari lahan yang sedang dipadamkan Januar dan teman-teman. Di sana terlihat ada dua tim yang sedang padamkan api, dalam jarak terpisah sekitar 50 meter. Kebanyakan dari mereka gunakan pakaian yang bertuliskan Manggala Agni.
Saat dikonfirmasi Tribun, mereka yang gunakan pakaian berwarna orange itu membenarkan memang dari Manggala Agni. Bersama mereka ada juga terlihat anggota TNI dan beberapa orang mahasiswa dan siswa pecinta alam.
Kondisi yang mereka padamkan ternyata lebih parah dari yang sedang dipadamkan oleh tim dari perusahaan yang sebelumnya ditemui. Api terlihat muncul di permukaan tanah membakar semak belukar. Analisa mereka, di bawah tanah juga sedang terjadi kebakaran di gambut itu.
Memang terlihat asap tebal keluar dari dalam tanah dari beberapa titik. Mereka terlihat dengan gagah berani terus menyemprotkan air ke arah yang berasap. Mereka ganti-gantian memegang selang itu.

Memang, pekerjaan menyemprotkan ini bukan pekerjaan mudah. Butuh tenaga besar untuk menahan semprotan air, menahan sesaknya asap yang menerpa mata dan hidung.
Tribunjambi.com yang sudah menggunakan masker dua lapis, masih merasakan sesak yang luar biasa di lokasi itu.
“Ini belum seberapa. Di beberapa titik lainnya asapnya lebih tebal lagi,” ungkap Indra Gunawan, satu di antara anggota Manggala Agni itu.
Dia menyebut sudah 25 hari melakukan tugas pemadaman kebakaran. Sistemnya, lima hari di lapangan memadamkan api, lalu istirahat pulang ke rumah, kemudian masuk lagi ke lapangan. Itu mereka lakukan semua, walau merasakan sesak, demi tugas yang diembankan ke pundak mereka,
Ada rasa rindu kepada keluarga saat sudah berada di lapangan. Apalagi rerata mereka telah berkeluarga. “Saya tinggalkan anak dan istri. Mereka mungkin saja sedang khawatir dengan kondisi kami di sini, melawan api,” ungkapnya.
Namun ia selalu berusaha menenangkan keluarganya. Ia selalu menyebut bahwa mereka baik-baik saja menjalankan tugas.
Bukan cuma ia sendiri, tapi juga rekan-rekannya melakukan hal yang sama. “Kami tak mungkin mengungkapkan semua apa yang kami alami di sini,” ujarnya.
Ia harus berdusta, atau setidaknya menutupi beberapa hal tentang pekerjaan itu, demi memberi rasa tenang dan nyaman untuk keluarganya.
“Saya tidak ingin mereka kepikiran terus dengan kami yang ada di sini. Yang pasti kami melakukan yang terbaik yang bisa kami lakukan di lokasi kerja kami,” ungkapnya. (suang sitanggang / Tribujambi.com)
Subscribe Youtube
Hasil Korea Open 2019 Hari Ini Jonatan Christie Lolos ke Perempat Final Usai Kalahkan Wakil Thailand
Jokowi Diingatkan Anak Mantan Presiden untuk Lakukan Ini, Ternyata Sebagian Demonstran Pendukungnya
10 Foto Adik DJ Katty Butterfly Posisi Baju Agak Terbuka, Sandy Klisana Lebih Cantik dari Sang Kakak
Daftar 69 Jenderal TNI AD, AL dan AU yang Dimutasi, Pejabat Baru di Posisi-posisi Strategis