Sebelum Imam Nahrawi, Idrus Marham Juga Dijerat Kasus Korupsi, Ada Menteri Jokowi yang Nyusul Lagi?

Hingga saat berita ini ditulis, 2 menteri dari kabinet Joko Widodo menjadi tersangka korupsi. Mereka adalah Idrus Marham dan Imam Nahrawi.

Editor: Suci Rahayu PK
Twitter Jokowi
Jokowi meninjau kebakaran hutan dan lahan di Riau 

Sebelum Imam Nahrawi, Idrus Marham Juga Dijerat Kasus Korupsi, Bakal Ada Menteri Jokowi yang Nyusul Lagi?

TRIBUNJAMBI.COM - Hingga saat berita ini ditulis, 2 menteri dari kabinet Joko Widodo menjadi tersangka korupsi.

Mereka adalah Idrus Marham dan Imam Nahrawi.

Baca: DERETAN Harta Kekayaan Menpora Imam Nahrawi, Tak punya Utang, Sebulan Terima Gaji Lebih Rp 1 Miliar

Baca: NYARIS Baku Hantam Anggota DPD RI Pada Sidang Paripurna, Disebut Semena-mena Hingga Insiden Ini

Baca: Streaming Kata Jokowi Soal Status Tersangka Imam Nahrawi, Siapa Penggantinya?

Idrus Marham Menteri Sosial

Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham divonis 3 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Idrus juga dihukum membayar denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan.

Mantan Sekjen Partai Golkar, Idrus Marham ditahan seusai diperiksa di Gedung KPK Jakarta, Jumat (31/8/2018).(KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN)
Mantan Sekjen Partai Golkar, Idrus Marham ditahan seusai diperiksa di Gedung KPK Jakarta, Jumat (31/8/2018).(KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN) ()

"Mengadili, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar ketua majelis hakim Yanto saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (23/4/2019)

Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK, yakni lima tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan.

Dalam pertimbangan, hakim menilai perbuatan Idrus tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi.

Baca: Viral, Polemik Film The Santri, 3 Ustadz Kondang Komentar, Mulai UYM, UAS, Hingga Wagub

Baca: Ingin Punya Rumah dengan Budget Minim, Ini Tips Hemat Bangun Rumah dari Nol!

Tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa.

Selain itu, Idrus tidak mengakui perbuatan.

Namun, Idrus bersikap sopan selama persidangan. Idrus juga belum pernah dipidana.

Idrus tidak menikmati hasil pidana yang dilakukan. Menurut hakim, Idrus terbukti menerima suap Rp 2,250 miliar.

Uang tersebut diberikan oleh pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.

Dalam kasus ini, Idrus terbukti menerima suap bersama-sama Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih.

 Idrus Marham
Idrus Marham ()

Eni merupakan anggota Fraksi Partai Golkar.

Pemberian uang tersebut agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1. Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.

Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir.

Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU.

Menurut hakim, penyerahan uang dari Kotjo kepada Eni atas sepengetahuan Idrus Marham.

Idrus saat itu mengisi jabatan ketua umum Golkar, karena Setya Novanto tersangkut kasus korupsi pengadaan e-KTP.

Idrus terbukti berperan atas pemberian uang dari Kotjo yang digunakan untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar.

Idrus juga meminta agar Kotjo membantu keperluan pendanaan suami Eni Maulani saat mengikuti pemilihan kepala daerah.

Idrus terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Menpora Imam Nahrawi menjawab pertanyaan wartawan terkait statusnya sebagai tersangka di rumah dinas Menpora, Widya Chandra, Jakarta, Rabu (18/9/2019). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini menetapkan Imam Nahrawi sebagai tersangka baru kasus suap dana hibah KONI. TRIBUNNEWS/GITA IRAWAN
Menpora Imam Nahrawi menjawab pertanyaan wartawan terkait statusnya sebagai tersangka di rumah dinas Menpora, Widya Chandra, Jakarta, Rabu (18/9/2019). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini menetapkan Imam Nahrawi sebagai tersangka baru kasus suap dana hibah KONI. TRIBUNNEWS/GITA IRAWAN (TRIBUN/GITA IRAWAN)

Imam Nahrawi, Menteri Pemuda dan Olahraga

Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyalauran dana hibah pada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

KPK sebelumnya telah menetapkan enam tersangka dalam kasus ini.

Mereka adalah asisten pribadi Imam bernama Miftahul Ulum, Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy, Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy, dua staf Kemenpora Adhi Purnomo dan Eko Triyanto, dan Mantan Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana.

Imam diduga diduga menerima suap Rp 14.700.000.000 melalui Miftahul selama rentang waktu 2014-2018.

Baca: Ahmad Dhani Dipenjara, Bagaimana Cara Mulan Jameela Lepas Kangen dengan Sang Suami? Ternyata Begini

Baca: Mahasiswa D3 & S1 Magang di Kementerian Sekretariat Negara RI? Dibuka Rekrutmen, Ini Syaratnya

Selain itu, dalam rentang waktu 2016-2018, Imam juga diduga meminta uang senilai Rp 11.800.000.000.

"Sehingga total dugaan penerimaan Rp 26.500.000.000 tersebut diduga merupakan commitmen fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora tahun anggaran 2018," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Rabu (18/9/2019).

Sementara itu, jaksa KPK dalam sidang sebelumnya menyebut Imam bersama-sama stafnya melakukan permufakatan jahat secara diam-diam.

Hal tersebut disampaikan jaksa saat membacakan surat tuntutan untuk Ending dan Johny yang menjadi terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/5/2019).

Menurut jaksa, keterangan Imam dan asisten pribadinya serta staf protokol Kemenpora Arief Susanto yang membantah adanya penerimaan uang, harus dikesampingkan.

Keterangan mereka dianggap tidak relevan dengan barang bukti dan keterangan saksi lainnya.

Menurut jaksa, adanya keterkaitan bukti dan keterangan saksi lainnya justru menununjukkan bukti hukum bahwa Imam, Ulum, dan Arief melakukan permufakatan jahat.

"Adanya keikutsertaan para saksi tersebut dalam suatu kejahatan yang termasuk dalam permufakatan jahat diam-diam atau disebut sukzessive mittaterschaft," ujar jaksa Ronald saat membacakan surat tuntutan.

Berikut sejumlah dugaan peranan Imam dalam kasus ini:

Menpora, Imam Nahrawi
Menpora, Imam Nahrawi (Instagram @nahrawi_imam)

1. Terima Rp 11,5 miliar dari KONI.

Majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta meyakini Ending terbukti memberikan uang Rp 11,5 miliar kepada Imam.

Pemberian uang itu melalui staf pribadi Imam, Miftahul Ulum dan staf protokol Kemenpora, Arief Susanto.

Menurut hakim, Miftahul menerima uang dengan rincian, Rp 2 miliar pada Maret 2018.

Kemudian, Rp 500 juta diserahkan pada Februari 2018 di ruang kerja Sekjen KONI.

Selanjutnya, Rp 3 miliar melalui staf protokol Arief Susanto yang menjadi orang suruhan Ulum.

Setelah itu, Rp 3 miliar kepada Ulum di ruang kerja Sekjen KONI pada Mei 2018.

Selanjutnya, penyerahan Rp 3 miliar dalam mata uang asing. Uang diserahkan sebelum Lebaran di Lapangan Tenis Kemenpora pada 2018. Atas dugaan tersebut, Imam membantahnya.

"Tidak pernah. Tidak pernah saya menugaskan (Ulum) untuk berkoordinasi soal yang disampaikan, Pak jaksa," kata Imam.

2. Saksikan pemberian uang untuk Muktamar NU.

Dalam sidang, Ending mengakui kebenaran adanya pemberian uang untuk Muktamar Nahdlatul Ulama di Jombang, Jawa Timur.

Menurut Hamidy, pemberian uang pinjaman tersebut disaksikan langsung Imam Menurut Hamidy, pada saat itu dia pernah diajak oleh Sekretaris Menpora, Alfitra Salam untuk menghadiri Mukatamar NU di Jombang.

Alfitra juga meminjam uang Rp 1,5 miliar untuk digunakan Menpora dalam kegiatan NU.

Menurut Hamidy, sejak awal dia sudah memberitahu Alfitra bahwa KONI tidak memiliki uang Rp 1,5 miliar.

Namun, KONI akan memberikan sebesar Rp 300 juta. Hamidy mengatakan, sebelum berangkat ke Jawa Timur, dia menitipkan uang Rp 300 juta kepada Wakil Bendahara KONI Lina Nurhasanah.

Setelah itu, kata Hamidy, Lina datang ke bandara di Surabaya. Lina menyerahkan langsung uang dalam tas kepada Alfitra.

Kemudian, Alfitra dan Hamidy berangkat menuju Jombang. Menurut Hamidy, di lokasi Muktamar NU tersebut, dia dan Alfitra bertemu Imam Nahrawi dan Miftahul.

Selanjutnya, masih menurut Hamidy, tas yang sama yang diberikan Lina berisi uang Rp 300 juta diserahkan oleh Alfitra kepada Ulum.

"Saya melihat yang menerima Pak Ulum di depan Pak Menteri," kata Hamidy.

Sementara itu, Imam mengaku tidak mengetahui ada pemberian uang Rp 300 juta untuk Muktamar NU. Imam juga mengaku sudah mengonfirmasi hal itu kepada panitia Muktamar NU.

"Saya tidak tahu. Saya setelah baca berita kemarin, saya tanya panitia, ternyata tidak ada," kata Imam.

Baca: Jadi Tersangka Kasus Dugaan Suap Dana Hibah KONI, Imam Nahrawi: Risiko sebagai Menteri Harus Siap

Baca: 13 Tahun Menikah, Ini Rahasia Rumah Tangga Darius Sinathrya dan Donna Agnesia Tetap Harmonis

3. Minta uang Rp 5 miliar

Ending mengaku pernah mendengar keluh kesah Alfitra Salam yang mengaku tak kuat lagi jadi Sekretaris Kemenpora.

Menurut Hamidy, Alfitra tidak mampu lagi memenuhi permintaan uang dari Imam.

"Pak Alfitra bilang, 'Saya mau mengundurkan diri dari Sesmenpora karena tidak tahan. Sudah terlalu berat beban saya'," kata Hamidy.

Menurut Hamidy, saat itu Alfitra menangis sambil menceritakan apa yang dialami.

Penyampaian keluh kesah itu juga disaksikan oleh istri Alfitra.

Hamidy mengatakan, saat itu Alfitra diminta menyiapkan uang Rp 5 miliar.

Alfitra sempat meminjam uang kepada Hamidy, namun Hamidy mengatakan tidak punya uang sebanyak itu

Menurut Hamidy, Alfitra selalu diancam akan diganti dari jabatannya apabila tidak dapat memenuhi permintaan uang.

Alfitra bercerita bahwa permintaan uang itu disampaikan langsung oleh Imam.

"Kalau informasi Beliau (Alfitra) itu Pak Menteri. Dia bilang bukan akan dicopot, tapi akan diganti," kata Hamidy.

Menurut Hamidy, setelah itu Alfitra sudah tidak menjadi Semenpora.

4. Bekingi asistennya Johny mengatakan, Miftahul tidak akan pernah mengaku menerima uang korupsi dana hibah KONI.

Sebab, menurut Johny, Ulum sendiri pernah mengatakan bahwa dia dibeking oleh Imam Nahrawi "Semua berkata terus terang kecuali Ulum," kata Johny kepada majelis hakim. Menurut Johny, pada saat menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Ulum pernah menyampaikan sesuatu kepadanya.

Menurut Johny, Ulum menyatakan bahwa ia tidak akan berterus terang mengenai perkara suap tersebut.

Ulum bahkan siap pasang badan dan siap menjalani hukuman.

Namun, Ulum meyakini akan mendapat hukuman ringan karena dibantu oleh Imam Nahrawi.

"Dia (Ulum) katakan Menpora pasti membantu kita. Kita pasti dihukum, tapi akan ringan. Pak Menpora akan menyewa lawyer-lawyer handal," kata Johny menirukan ucapan Ulum.

Dalam persidangan, Imam Nahrawi mengaku tidak mengetahui bahwa staf pribadinya, yakni Miftahul Ulum menerima uang miliaran rupiah dari KONI.

Bahkan, Imam mengaku tidak pernah menugaskan Ulum untuk mengurus proposal permintaan dana hibah dari KONI.

Sumber:

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kasus PLTU Riau-1, Idrus Marham Divonis 3 Tahun Penjara", https://nasional.kompas.com/read/2019/04/23/12250461/kasus-pltu-riau-1-idrus-marham-divonis-3-tahun-penjara?page=all.
Penulis : Abba Gabrillin

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Peranan Menpora Imam Nahrawi, Tersangka Dugaan Korupsi Dana Hibah KONI", https://nasional.kompas.com/read/2019/09/19/06272931/peranan-menpora-imam-nahrawi-tersangka-dugaan-korupsi-dana-hibah-koni?page=all.
Penulis : Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved