Ternyata Prabowo Subianto Kerahkan Pasukan Elit untuk Lindungi Habibie saat Masa Genting Mei 1998
Prabowo Subianto sebagai Panglima Kostrad dilaporkan sudah mengerahkan pasukan dari luar Jakarta dan mengarah ke Istana Presiden.
Ternyata Prabowo Subianto Kerahkan Pasukan Elit untuk Lindungi Habibie saat Masa Genting Mei 1998
TRIBUNJAMBI.COM - Masa-masa genting negara Indonesia pada Peristiwa Mei 1998 silam yang kemudian melahirkan Orde Reformasi, meninggalkan kisah ketegangan yang berakhir bahagia antara Presiden Indonesia saat itu, Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie dan Panglima Kostrad saat itu, Letjen Prabowo Subianto.
BJ Habibie, Presiden Ketiga RI, baru beberapa hari lalu wafat, sementara Prabowo Subianto adalah Calon Presiden (Capres) RI 2019-2024.
Dalam buku autobiografi keduanya, baik autobiografi BJ Habibie maupun autobiografi Prabowo Subianto, sekelumit kisah menegangkan di masa-masa genting peralihan orde, Mei 1998, diungkapkan kembali.
Baca: Lowongan Kerja BUMN Terbaru PT Antam untuk Frsh Graduate Lulusan S1 dan S2, Simak Syarat dan Caranya
Baca: Fakta-fakta Terbaru Video Panas Siswi SMA yang Lagi Viral, Berawal dari Pacar yang Minta Bagian Dada
Baca: KRITIK Keras Fadli Zon di ILC, Sindir Jokowi yang Marah-marah Soal Karhutla, tapi Tak Ada Hasil
Prabowo Subianto sebagai Panglima Kostrad dilaporkan sudah mengerahkan pasukan dari luar Jakarta dan mengarah ke Istana Presiden.
Prabowo disebut bertindak tanpa koordinasi dengan Panglima ABRI waktu itu, Jenderal Wiranto, membuat ketegangan kian naik.
Berbeda dengan sangkaan banyak pengamat yang menilai move Prabowo saat itu sebagai tanda ingin menggulingkan BJ Habibie.

Yang terjadi justru sebaliknya.
Ditulis dalam Historia dengan judul Habibie dan Sang Jenderal, berikut kutipan lengkap artikel yang dibuat oleh Martin Sitompul:
Baca: Berapa Besaran Gaji Lulusan STAN? Ini Daftar Tempat Kerja Lulusan Sekolah Kedinasan Terfavorit
Baca: Jambi Dikepung Asap, Gubernur Fachrori Bagi-bagi Masker di Pasar Angso Duo
Habibie dan Sang Jenderal
Istana Negara, 22 Mei 1998. Pukul 3 sore, Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie menerima kedatangan Panglima Kostrad Letjen Prabowo Subianto.
Pagi harinya, Habibie telah menerima laporan dari Panglima ABRI Jenderal Wiranto tentang pasukan Kostrad dari luar Jakarta yang bergerak di ibu kota.
Sejumlah tanya menggelayut dalam benak Habibie jelang ketemu Prabowo,.
“Apakah perlu saya bertemu? Apa gunanya bertemu? Letjen Prabowo adalah menantu Presiden Soeharto. Pak Harto baru 24 jam meletakkan jabatannya……. Mengapa Prabowo tanpa sepengetahuan Pangab telah membuat kebijakan menggerakan Kostrad?” kenang Habibie dalam autobiografi Detik-detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi.
Prabowo dan keluarganya bukan orang baru bagi Habibie.
Prabowo mengagumi sosok Habibie sebagai cendekiawan yang ahli teknologi.
Pun sebaliknya, sejak SMA Habibie telah mengagumi ayah Prabowo, Soemitro Djojohadikusumo yang pernah jadi Menteri Keuangan era Sukarno serta Menteri Perdagangan di masa Soeharto dalam Kabinet Pembangunan I (1968-73).

Soemitro-lah merekomendasikan Habibie kepada Presiden Soeharto untuk mengelola proyek pembangunan teknologi.
Pada 1978, Habibie menjabat Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) dalam Kabinet Pembangunan III.
Jabatan itu diemban Habibie berturut-turut hingga berakhirnya masa Kabinet Pembangunan VI pada 1998.
Di saat yang sama, Prabowo telah merintis namanya sebagai perwira tinggi TNI sekaligus menantu Presiden Soeharto.
Baca: Kronologi Video Panas Siswi SMA di Prabumulih, Mulai Video Call, Rayuan Maut hingga Tunjukkan Aurat
Baca: Fakta-fakta Terbaru Video Panas Siswi SMA yang Lagi Viral, Berawal dari Pacar yang Minta Bagian Dada
Prabowo lahir dan dibesarkan di lingkungan yang sangat intelektual dan rasional.
Disiplin intelektual memungkinkannya untuk menganalisis, mempertanyakan, memperdebatkan tiap jejak seorang diri dengan lingkungannya, termasuk dengan atasannya.
Berbeda halnya dengan disiplin militer yang hanya mengenal satu jawaban, “siap laksanakan”.
Menurut Habibie pembawaan Prabowo masih bernapaskan disiplin intelektual.
Dalam autobiografinya, Habibie mengatakan bahwa Prabowo dalam gerakan dan tindakannya sering terjadi konflik antara disiplin militer dan disiplin sipil.
Ini tidak lain dikarenakan statusnya sebagai menantu Soeharto di mana budaya feodal masih subur.
Makanya apapun yang dilakukan Prabowo akan ditoleransi dan tidak pernah mendapat teguran dari atasannya.
Kebiasaan pemberian :eksklusivitas” kepada Prabowo adalah mungkin salah satu penyebab gerakan pasukan Kostrad tanpa konsultasi, koordinasi, dan sepengetahuan terjadi.
“Walaupun saya sangat akrab dan dekat dengan Prabowo, kebiasaan tersebut tidak boleh saya tolerir dan biarkan. Ini suatu pelajaran bagi semua bahwa dalam melaksanakan tugas, pemberian 'eksklusivitas' kepada siapa saja, termasuk kepada keluarga dan teman, tidak dapat dibenarkan,” ujar Habibie.

Soal pengerahan pasukan Kostrad pun sebenarnya masih simpang siur.
Menurut Letjen (Purn.) Sintong Panjaitan yang saat itu menjadi penasihat Habibie bidang Pertahanan dan Keamanan, kehadiran pasukan Kostrad dari luar Jakarta perlu dicek lebih dahulu.
Tetapi, disebabkan kendala waktu, - padatnya agenda Habibie dan keadaan negara yang genting – maka kehadiran pasukan itu tidak perlu dicek lagi.
“B.J. Habibie percaya kepada Wiranto yang dianggapnya sebagai orang jujur,” kata Sintong kepada Hendro Subroto dalam Perjalanan Seorang Prajurit: Para Komando.
Tanda tanya serupa pun diungkapkan ayah Prabowo, Soemitro.
Berdasarkan keterangan yang diperolehnya dari Panglima Kodam Jaya saat itu, Sjafrie Sjamsuddin, dapat dipastikan kalau pasukan itu bukan berasal dari Kostrad melainkan Kopassus.
Ini didasarkan atas perintah Panglima ABRI di Markas Komando Garnisun, 14 Mei 1998.
Kostrad ditugaskan untuk mengamankan instalasi vital; Marinir bertugas mengamankan konsulat asing dan kedutaan asing; Kopassus bertugas mengamankan RI-1 dan RI-2.
“Jelas sudah, dalam soal ini satu dari dua orang itu: Habibie atau Wiranto, pasti berdusta,” tegas Soemitro dalam dalam biografinya Jejak Perlawanan Begawan Pejuang.
Ketika Prabowo memasuki ruang kerja presiden, senjata yang melekat padanya ditanggalkan.

Habibie menyaksikannya dengan lega.
Hal ini berarti pemberian “eksklusivitas” kepada Prabowo tidak dilaksanakan lagi.
Saat bersua, sudah jadi kebiasaan di antara keduanya bercengkrama dalam bahasa Inggris.
Prabowo mengatakan pasukan yang dikerahkannya bertujuan untuk melindungi presiden.
Habibie menyanggahnya, bahwa Pasukan Pengaman Presiden yang berwewenang untuk itu.
Prabowo sempat tawar-menawar agar tetap diberikan wewenang memegang kendali pasukannya.
Baca: Berapa Besaran Gaji Lulusan STAN? Ini Daftar Tempat Kerja Lulusan Sekolah Kedinasan Terfavorit
Habibie menolak.
Hasil pertemuan itu memutuskan pencopotan jabatan Prabowo sebagai panglima Kostrad.
Sebelum berpisah, Habibie sempat memeluk Prabowo dan menitipkan salam kepada Soemitro dan ayah mertua Prabowo, Seoharto.
“Saya percaya bahwa itikad dan niat Prabowo untuk melindungi saya adalah tulus, jujur, dan tepat,” kenang Habibie.
Hari itu, sebelum matahari terbenam, Prabowo menyerahkan pasukannya kepada panglima Kostrad yang baru Johny Lumintang.
Prabowo legowo.
Posisi baru sebagai komandan Seskoad menantinya.(*)