TERBARU Iuran BPJS Kesehatan akan Naik 50 %, sedang Ajukan Usul ke DPR, Ini Daftar 'Dosa'
Kabar bagi peserta BPJS Kesehatan, iuran BPJS Kesehatan akan naik. Saat ini DJSN sedang ajukan usul kenaikan ke DPR.
TERBARU Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik 50 %, sedang Ajukan Usul ke DPR, Ini Daftar 'Dosa'
TRIBUNJAMBI.COM - Kabar bagi peserta BPJS Kesehatan.
Iuran BPJS Kesehatan akan naik.
Pemerintah membuka rencana untuk menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Pada Selasa (27/8), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengajukan usulan kenaikan iuran JKN kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat rapat kerja gabungan Komisi IX DPR dan Komisi XI DPR.
Dalam kesempatan ini, Ketua DJSN Tubagus Achmad Choesni mengusulkan kenaikan iuran untuk peserta bukan penerima upah (PBPU).
DJSN mengusulkan iuran untuk PBPU kelas I naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 120.000 per bulan atau naik 50%.
Baca Juga
Cara Elegan Yuni Shara saat Leher dan Pipi akan Dipegang Kakek-kakek, Cium Tangan Cara Terhormat
Video Viral Jambi, Siswa SMA Minum Anggur Merah di Sekolah
Ternyata Ini Latar Belakang Ayah dari Felicia Tissue Cewek Cantik Pacar Kaesang Pangarep
Sumber Kekayaan Nikita Willy yang Miliaran Rupiah, Cocok Bersanding Sang Pacar Putra Bos Blue Bird
Tungkal Diguyur Hujan Deras, Warga Ucap Syukur Setelah Alami Kemarau Berkepanjangan
Sedangkan untuk PBPU kelas II, DJSN mengusulkan iurannya naik dari Rp 51.000 per bulan menjadi Rp 75.000 per bulan untuk setiap peserta. Kenaikan besaran iurannya sekitar 47,05%.
"Untuk kelas III, kami samakan dengan peserta penerima bantuan iuran (PBI)," kata Choesni Selasa (27/8).
Asal tahu saja, iuran PBI BPJS Kesehatan naik menjadi Rp 42.000 per bulan per peserta, dari yang saat ini sebesar Rp 23.000 per peserta per bulan.
Bila iuran untuk PBPU kelas III disamakan menjadi Rp 42.000 per orang, artinya kenaikan iuran untuk peserta kelas ini sebesar 64,7% dari iuran yang berlaku saat ini sebesar Rp 25.500 per peserta per bulan.
Selanjutnya, iuran Peserta Penerima Upah-Badan Usaha, DJSN mengusulkan sebesar 5% dengan batas atas upah Rp 12 juta, dari sebelumnya Rp 8 juta.
Sementara iuran Peserta Penerima Upah-Pemerintah sebesar 5% dari take home pay, dari semula 5% dari gaji pokok plus tunjangan keluarga.
Menurut Choesni, jika kenaikan iuran berlaku mulai 2020, maka sustainabilitas dana Program JKN bisa tercapai di akhir 2021 mendatang.
Dengan asumsi, pemerintah telah menyelesaikan akumulasi defisit hingga akhir 2019.
Choesni menjelaskan, DJSN memiliki tim teknis yang berasal dari kementerian terkait, tim ahli, dan akademisi untuk menyusun aktuaria pembiayaan Program JKN.
Model tersebut pun mereka susun berdasarkan data BPJS Kesehatan dalam lima tahun terakhir.
DJSN juga berharap, ada perbaikan sistemis pada bidang kelembagaan, harmonisasi regulasi, peningkatan mutu pelayanan termasuk pencegahan fraud.
Kemudian, penyediaan sarana termasuk peningkatan mutu tengah kesehatan, optimalisasi penerimaan, edukasi publik, dan penegakan hukum.
Daftar 'dosa' BPJS Kesehatan
Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan masih jauh dari kata sempurna.
Padahal sistem ini sudah berjalan 5 tahun.

Berbagai masalah muncul dan pada akhirnya membuat defisit BPJS Kesehatan.
Pada 2018 misalnya, defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 19,4 triliun.
Padahal tidak terhitung berapa kali pemerintah menggelar rapat soal defisit BPJS Kesehatan, baik di tingkat menteri hingga tingkat kabinet yang dipimpin langsung Presiden.
"Beberapa persoalan harus diatasi apabila ingin jaminan kesehatan nasional ini bisa berjalan berkelanjutan," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Rabu (21/8/2019).
Dalam 4 tahun terakhir, pemerintah menyuntikkan dana Rp 25,7 triliun, namun defisit BPJS Kesehatan tetap menganga karena jumlahnya mencapai Rp 49,3 triliun sejak 2015.
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sudah menyelesaikan audit sistem JKN.
Ada beberapa akar masalah yang membuat BPJS Kesehatan akhirnya defisit.
Apa saja akar-akar masalah itu?
Berikut seperti disampaikan Menkeu Sri Mulyani.
1. Rumah sakit nakal
Berdasarkan audit, BPKP menemukan banyak rumah sakit rujukan yang melakulan pembohongan data.
Hal ini terkait dengan kategori rumah sakit sebagai Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Pertama (FKRTL) BPJS Kesehatan.
Saat ini rumah sakit FKRTL memiliki kategori mulai dari A hingga D.
Setiap kategori memiliki biaya per unit pasien yang berbeda.
Biaya paling tinggi yakni kategori A dan paling rendah D.
Untuk mendapatkan penggantian dari BPJS Kesehatan, banyak rumah sakit yang menaikkan kategorinya.
"Misalnya D dia ngakunya C, B ngakunya A. Ini supaya dapat per unitnya lebih besar," kata dia.
Agar hal ini tidak terjadi lagi ucap Sri Mulyani, Menteri Kesehatan dan jajarannya sedang melakukan review ulang kelas rumah sakit.
2. Layanan lebih banyak dari peserta
Audit BPKP juga mengungkapan bahwa terjadi penggunaan layanan sebanyak 233,9 juta layanan.
Padahal total peserta JKN sendiri hanya 223,3 juta orang.
Rincian penggunaan layanan yakni 147,4 juta layanan di puskesmas atau klinik, 76,8 juta layanan rawat jalan di rumah sakit dab 9,7 juta layanan rawat inap.
3. Perusahaan main-main
Akar masalah defisit BPJS Kesehatan lainnya yakni ditemukannya upaya perusahaan mengakali iuran BPJS Kesehatan.
Saat ini perusahaan yang sudah mendaftar sebagai peserta berkewajiban membayar kan 4 persen dari 5 persen dari gaji pokok karyawan untuk iuran BPJS Kesehatan.
Agar bayar iuran yang lebih kecil, perusahaan melaporan jumlah karyawannya lebih kecil dari jumlah yang sebenarnya kepada BPJS Kesehatan.
Selain itu, ada juga perusahaan yang sudah terdaftar di BPJS Kesehatan tetapi melaporkan gaji karyawan lebih kecil dari yang dibayarkan.
Tujuannya sama, yakni untuk mengurangi beban perusahaan di dalam membayarkan kewajiban, baik dari sisi badan usaha maupun pegawai.
4. Peserta aktif rendah
Audit BPKP juga menemukan bahwa tingkat kepesertaan aktif dari pekerja bukan penerima upah masih rendah masih 53,7 persen, BPJS janji angka itu ke 60 persen.
5. Data tidak valid
Akar masalah selanjutnya yakni permasalahan validitas dan integritas data BPJS Kesehatan.
Hal ini disebabkan perpindahan sistem Akses, Jamkesda, Jamkesmas ke BPJS Kesehatan.
BPKP menemukan ada peserta yang harusnya tidak masuk sistem BPJS Kesehatan, Namun justru masuk ke dalam sistem.
Selain itu ditemukan juga peserta yang tidak memiliki NIK dan bahkan nama ganda.
"BPJS terus melakukan pembersihan dan kami akan memonitor kami harapkan smapai 2019 ini sudah clear," kata perempuan yang kerap disapa Ani itu.
6. Manajemen klaim
Akar masalah lainnya yakni berhubungan dengan sistem di BPJS Kesehatan sendiri.
BPKP menemukan ada yang klaim ganda peserta, bahkan ada klaim dari peserta yang sudah meninggal.
Selain itu ungkap Sri Mulyani, ada jiga peserta tidak aktif namun klaimmya bisa dicairkan.
Kata dia, BPJS berargumentasi itu tidak mungkin, tetapi BPKP menemukannya dalam audit.
"Sampai ada orang yang sudah meninggal, klaimnya masih masuk," tutur Sri Mulyani.
Audit BPKP dilalukan di 25.528 fasilitas kesehatan yang masuk dalam sistem JKN.
BPKP melihat jumlah akses kepesertaan dan klaim yang peserta sampaikan kepada BPJS.
Dikompilasi dari artikel di KONTAN berjudul Iuran BPJS Kesehatan akan naik, berikut daftar lengkap usulan kenaikannya dan Tribunnews.com
NGERI! Kuyang Makhluk Mistis di Kalimantan Mendadak jadi Trending Topik di Twitter, Kok Bisa?
Cara Elegan Yuni Shara saat Leher dan Pipi akan Dipegang Kakek-kakek, Cium Tangan Cara Terhormat
Kesakitan, Harimau Ini Datangi Rumah Warga untuk Minta Pertolongan, Sakit Gigi hingga Tubuhnya Kurus
Ternyata Ini Latar Belakang Ayah dari Felicia Tissue Cewek Cantik Pacar Kaesang Pangarep
Daftar 53 Instansi yang Buka Lowongan Kerja BUMN Besar-besaran, Syarat Tahun Lalu untuk Pembanding