Kisah Militer

Tim Kopassus Kena 'Cemooh' Media Thailand, Hanya Serangan Kilat 3 Menit, Dunia Langsung Tercengang!

Bahkan aksi tim Kopassus butuh 3 menit untuk menyelesaikan misi melumpuhkan teroris yang membajak sebuah pesawat.

Editor: Tommy Kurniawan
Capture/Film Merah Putih Memanggil
Tim Kopassus Kena 'Cemooh' Media Thailand, Hanya Serangan Kilat 3 Menit, Dunia Langsung Tercengang 

Tim medis kemudian datang untuk menyelamatkan pilot pesawat DC-9 Woyla, Kapten Herman Rante, yang ditembak salah satu teroris dalam serangan tersebut.

Dalam aksi kilat tiga menit tersebut Calon Perwira Achmad Kirang juga mesti gugur mengorbankan nyawanya demi keselamatan para penumpang.

Sedangkan pilot pesawat Garuda Kapten Herman Rante meninggal di Rumah Sakit di Bangkok beberapa hari setelah kejadian tersebut.

Kedua korban peristiwa terorisme ini kemudian dimakamkan di TMP Kalibata.

Usai operasi yang mencengangkan dunia tersebut para anggota yang terlibat dianugerahi Bintang Sakti dan dinaikkan pangkatnya satu tingkat.

Kecuali Achmad Kirang yang gugur di dalam operasi terebut dinaikkan pangkatnya dua tingkat secara anumerta.

Benny Moerdani Siapkan 17 Peti Jenazah

Operasi pembebasan sandera DC-9 Woyla mengangkat nama Kopassus TNI AD ke jajaran pasukan elite dunia.

Tak ada satu pun sandera yang terluka dalam misi ini.

Lima orang pembajak berhasil ditembak mati.

Keseluruhan operasi tanggal 31 Maret 1981 ini hanya berlangsung tiga menit.

Keberhasilan ini membuat dunia tercengang.

Mereka tak menyangka pasukan Indonesia bisa melakukan operasi khusus yang selama ini baru dilakukan militer negara maju.

Belakangan terungkap, tak cuma negara lain yang ragu dengan peluang keberhasilan operasi.

Bahkan Kepala Operasi Letjen Benny Moerdani pun memperkirakan keberhasilan timnya hanya 50:50.

Benny ternyata menyiapkan 17 peti mati dalam operasi itu.

Pesawat Woyla yang ditembaki
Pesawat Woyla yang ditembaki (kompas.com)

Hal itu sesuai dengan perkiraan Benny bakal jatuh banyak korban dalam misi pembebasan sandera.

Perkiraan yang ternyata meleset karena usai operasi hanya dibutuhkan lima peti jenazah, itupun diperuntukkan bagi para pelaku teror seperti dikutip dari buku Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando yang ditulis Hendro Subroto dan diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2009. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved