Defisit Rp 7 Triliun, BPJS Kesehatan Akan Naikkan Iuran (Premi) hingga Hapus Penerima Bantuan Iuran

Pemerintah telah menyepakati usulan kenaikan premi Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat. Namun, belum diketahui besaran kenaikannya

Editor: Suci Rahayu PK
KONTAN/MURADI
Ilustrasi kartu BPJS Kesehatan 

Defisit Rp 7 Triliun, BPJS Kesehatan Akan Naikkan Iuran (Premi) hingga Hapus Penerima Bantuan Iuran

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA – Pemerintah telah menyepakati usulan kenaikan premi Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat.

Namun, belum diketahui besaran kenaikannya lantaran masih dalam tahap pembahasan.

Terkait hal ini, BPJS Kesehatan menyambut baik kenaikan premi.

Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Maruf berharap kenaikan iuran tersebut dapat meringankan beban BPJS Kesehatan yang saat ini mengalami defisit triliunan rupiah.

“Kenaikan iuran ini kan bagian dari itu (mengatasi defisit), itu skema besarnya. Tapi tergantung mulainya kapan,” ujar Iqbal kepada Kompas.com, Rabu (31/7/2019).

Baca: Lowongan Kerja di Jambi pada Agustus 2019, Lulusan SMA dan S-1 Segera Daftar Secepatnya

Baca: Dihujani Teror Mistis, Kemarin Pegawainya Kesurupan, Kini Gerai Usaha Ruben Onsu Ludes Terbakar

Baca: 4 Zodiak Penuh Keberuntungan & 3 Zodiak Alami Waktu Buruk Agustus 2019, Rahasia Capricorn Terungkap

Iqbal mengatakan, perkiraan besaran kenaikan premi disusulkan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

BPJS Kesehatan juga sudah melakukan pertemuan dengan DJSN dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan terkait kenaikan premi.

Namun, Iqbal enggan mengungkap berapa besaran premi yang diusulkan BPJS Kesehatan.

“Kami kan hanya peserta. Ujungnya di Kemenkeu yang diputuskan berapa,” kata Iqbal.

BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan (IST)

Iqbal pun tak dapat memastikan apakah dengan kenaikan premi, defisit dan denda yang ditanggung BPJS bisa tertutup seluruhnya.

Menurut dia, tergantung kapan kenaikan premi tersebut dilakukan dan juga besaran iuran yang baru.

“Kita berharap yang terbaik, lah. Yang tadinya sering terjadi biaya kurang bisa diatasi, pelayanan ke masyarakat dipastikan bisa berjalan, kan itu yg dituju,” kata Iqbal.

Sebelumnya diberitakan, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, pemerintah telah menyepakati kenaikan usulan premi BPJS Kesehatan.

Pertama, menurut Kalla, pemerintah setuju untuk menaikkan iuran.

Baca: Tragis, Kronologi Murid TK di Bandung Terjepit Gerbang Sekolah Hingga Tewas, Terekam CCTV

Baca: Mahasiswa Solo baru Sadar Jadi Korban Skimming, Uang di ATM Rp 7 Juta Tinggal Rp 2.000

"Tapi berapa naiknya, nanti dibahas oleh tim teknis, nanti akan dilaporkan pada rapat berikutnya. Setuju naik, besarannya nanti dibahas," kata Kalla.

Kedua, Presiden menyetujui bahwa perlu dilakukan perbaikan manajemen dari sisi sistem kontrol BPJS sendiri.

Menurut dia, perlu pembenahan dalam mengelola BPJS Kesehatan.

Hal itu dimulai dari kenaikan premi dan sistem manajemen yang lebih efisien.

Kalla menambahkan, masyarakat harus menyadari bahwa premi BPJS Kesehatan saat ini sangat rendah dan tak cukup membiayai proses pengobatan dan perawatan peserta BPJS Kesehatan.

JIka iuran tak ditambah, defisit BPJS Kesehatan makin membengkak.

"Kalau kita tidak perbaiki BPJS ini, ini seluruh sistem kesehatan kita runtuh. Rumah sakit tidak terbayar, bisa sulit dia, bisa tutup rumah sakitnya. Dokter tidak terbayar, pabrik obat tidak terbayar tilidak pada waktunya gitu kan? Bisa pabrik obat atau pedagang obat bisa juga defisit nanti," kata Wapres Kalla.

Mobile Care Service (MCS) dari BPJS Kesehatan di Kota Jambi.
Mobile Care Service (MCS) dari BPJS Kesehatan di Kota Jambi. (Istimewa)

Beban defisit dan denda BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan mengalami defisit sebesar Rp 7 triliun.

Tak hanya itu, BPJS Kesehatan ternyata juga harus menanggung denda tunggakan dari rumah sakit yang nilainya mencapai Rp 70 miliar hingga Juni 2019.

Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Maya A. Rusady mengatakan, pihaknya mempunyai kewajiban membayar denda 1 persen dari setiap keterlambatan klaim.

"Klaim saat ini membuat kami belum bisa membayar secara tepat waktu. Posisi gagal bayar sampai Juni 2019 sekitar Rp 7 triliun. Kalau dananya ada, tentu akan dibayarkan," kata Maya dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komii I DPR, Selasa (23/7/2019).

Baca: Ramalan Cinta Zodiak Kamis (1/8) - Leo Perbaiki Masalah, Aries Tak Perlu Bermain Kata Scorpio Dilema

Kondisi tersebut membuat BPJS Kesehatan semakin terbebani karena defisit tahun lalu belum tertutupi.

Diperkirakan total defisit perseroan akan menembus di angka Rp 28 triliun jika pemerintah tidak menyuntikkan dana talangan sampai akhir 2019.

Di sisi lain, BPJS Kesehatan telah berupaya menekan biaya yang ada, salah satunya dengan menindaklajuti hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Langkah lainnya dengan mendorong supply chain financing (SCF), yaitu program pembiayaan kepada fasilitas kesehatan (faskes) agar mempercepat penerimaan pembayaran klaim.

Melalui skema tersebut, pembayaran klaim ditanggung dulu oleh bank kemudian dibayarkan BPJS Kesehatan.

Skema ini sendiri telah dilaksanakan sejak tahun lalu, namun, banyak yang memanfaatkan.

Suasana di rumah sakit
Suasana di rumah sakit (ist)

BPJS Kesehatan Nonaktifkan 5,2 Juta PBI Jaminan Kesehatan

BPJS Kesehatan menonaktifkan 5,2 juta peserta penerima bantuan iuran atau PBI Jaminan Kesehatan mulai Kamis, 1 Agustus 2019 besok.

Kebijakan ini menindaklanjuti Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 79 Tahun 2019 tentang penonaktifan dan perubahan data peserta penerima bantuan iuran jaminan kesehatan.

"Kemensos tengah melakukan pemutakhiran data bersama pemerintah daerah sehingga ada pembaruan data terpadu fakir miskin dan orang tidak mampu," ujar Staf Khusus Menteri Sosial Febri Hendri dalam konferensi pers di kantor BPJS, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu, 31 Juli 2019.

Dari 5,2 juta peserta yang namanya dicoret dari PBI, 114 ribu jiwa di antaranya tercatat telah meninggal dunia.

Sedangkan peserta lainnya yang dinonaktifkan adalah mereka yang sejak 2014 tidak pernah mengakses layanan kesehatan ke faskes yang telah ditentukan.

Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Maaruf memastikan, jumlah kepesertaan PBI tidak berkurang kendati ada penonaktifan.

Sebab, BPJS Kesehatan akan langsung mengganti peserta lama dengan peserta baru yang masuk daftar Data Terpadu Kementerian Sosial atau DTKS.

Baca: Niat dan Keutamaan Puasa Tarwiyah dan Puasa Arafah, Lengkap dalam Bahasa Arab

Baca: Dirilis Agustus, Ini Bocoran Tampilan & Spesifikasi Oppo K3

Saat ini jumlah peserta PBI seluruhnya sebanyak 96,8 juta jiwa. Angka itu setara dengan 36 persen penduduk Indonesia yang secara total berjumlah 264 juta jiwa.

Menurut Iqbal, peserta nonaktif tidak akan lagi memperoleh jaminan pelayanan kesehatan secara otomatis.

Namun, peserta tetap dapat dijaminkan kembali dengan mendaftarkan diri ke Dinas Sosial atau Dinas Kesehatan setempat.

"Mereka nanti akan menjadi peserta PBI APBD yang iurannya dijaminkan oleh pemerintah daerah," ucapnya.

Bila peserta yang dinonaktifkan sebetulnya mampu membayar iuran BPJS Kesehatan, Iqbal mengatakan peserta dapat langsung mengalihkan jenis kepesertaannya ke segmen pekerja bukan penerima upah atau PBPU alias peserta mandiri.

"Pilihan hak kelas rawat disesuaikan dengan pembayaran iuran," tuturnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Premi JKN-KIS Akan Naik, Ini Kata BPJS Kesehatan", 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved