Pemerintah Setuju Kenaikan Iuran BPJS, Jusuf Kalla Sebut Defisit BPJS Kesehatan Kian Parah
Pemerintah menyetujui kenaikan iuran BPJS atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan sebagai satu solusi mengatasi defisit
TRIBUNJAMBI.COM - Kebijakan pemerintah menyetujui kenaikan iuran BPJS atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan sebagai satu solusi mengatasi defisit.
Selain kenaikan iuran BPJS, desentralisasi ke pemerintah daerah serta perbaikan manajemen juga segera diterapkan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut kenaikan iuran BPJS ini merupakan upaya pemerintah untuk memperbaiki BPJS dan memberikan dampak positif bagi pendukung layananan BPJS Kesehatan.
Baca: Download Lagu MP3 Kumpulan 10 Lagu Batak Terlaris 2019, Lis Sugianto s/d Marsada Acoustic
Baca: Seorang Wanita Asal Indonesia Anggota ISIS Ditemukan Tewas di Suriah, Ini Sosoknya!
Baca: Waspadai Penipuan Berkedok Internet Gratis hingga 1.000 GB di WhatsApp !
"Kalau kita tidak perbaiki BPJS ini, ini seluruh sistem kesehatan kita runtuh, rumah sakit tidak terbayar, bisa sulit, bisa tutup rumah sakitnya. Dokter tidak terbayar, pabrik obat tidak terbayar. Pabrik obat atau pedagang obat bisa juga defisit," kata dia yang ditemui di kantor Wapres RI, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (30/7).
JK menjelaskan, jika tidak segera diatasi, defisit BPJS Kesehatan akan semakin bertambah parah. Tahun ini, defisit BPJS Kesehatan mencapai 29 triliun. Sementara, defisit di tahun depan diprediksi meningkat menjadi Rp 40 triliun.
Baca: Niat Puasa Senin Kamis Beruntungnya yang Rutin Mengerjakannya, Ini Manfaat Luar Biasa Dari Allah SWT
Baca: Laga Madura United vs PSS, Motivasi Laskar Sape Kerab Incar Puncak Klasemen Liga 1 2019
Baca: Istri Sandiaga Uno, Nur Asia Bakal Melawan Anak Maruf Amin, Siti Nur Azizah di Pilkada Tangsel ?
"Tahun depan (defisitnya) diperkirakan bisa Rp 40 triliun. Tahun depannya lagi bisa Rp 100 triliun. Jadi, sistemnya harus diubah," ujarnya.
Ia menambahkan, saat ini, pemerintah masih melakukan pembahasan terkait teknis penerapan bersama Kementerian Koordinator Perekonomian, Kemenko PMK, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, maupun BPJS Kesehatan.
"Itu hal-hal yang disetujui kemarin, yang akan distudi lagi jumlah-jumlahnya, cara-caranya, berapa besarnya iurannya. Tapi, setuju naik, besarannya nanti dibahas," ungkap dia.
Baca: Tak Diakui Sebagai Istri hingga Dipoligami, Kehidupan Penyanyi Cantik Memprihatinkan, Lihat Dapurnya
Baca: Cara Menyimpan Daging Kambing, Agar Awet dan Tidak Prengus sehingga Bisa Dimasak Usai Idul Adha
Baca: Siapa Cewek di 20 Konten P0rn0 di HP Terrence Murrell? Spesialis Pembuat Video H0t Ditangkap di Bali
Rapat tertutup yang dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi itu memiliki agenda mencari solusi desifit keuangan dalam pelayanan kesehatan.Rapat tersebut membahas langkah-langkah untuk menyelesaikan persoalan yang ada di BPJS Kesehatan agar pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan.
Sementara, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menanggapi usulan adanya kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan. "Kalau semua (langkah perbaikan) sudah dilakukan tetap kita harus review masalah tarif karena perbaikan sistem salah satu fondasi pentingnya juga. Keseimbangan antara berapa tarif yang harusnya dipungut untuk berbagai segmen masyarakat yang ikut BPJS," ujarnya di Gedung BI, Jakarta, Selasa.
Menurutnya, tarif iuran BPJS Kesehatan perlu didasarkan pada segmen penerima manfaat, di mana besaran antar kelas tak sama termasuk bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI dan Polri.

"Ada yang kelompok 1,2,3 ada yang kelompok ASN, TNI, Polri, ada kelompok swasta yang dihitung berdasarkan Take Home Pay (THP)-nya dan masyarakat umum yang berasal dari penerima gaji upah non tetap itu," jelasnya.
Dia melanjutkan, BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan perlu menata berapa penerimaan dan pengeluaran yang perlu ditangani pemerintah secara baik. Termasuk menunjukan profil risiko peserta, berapa iuran yang harus dibayar dan manfaat apa yang didapat. (tribunnews.com)