Hari Ini 27 Juli, 23 Tahun Lalu Pertumpahan Darah di Kantor PDI hingga Misteri Diamnya Megawati
TEPAT Sabtu 23 tahun lalu, 27 Juli 1996, suasana Jakarta mencekam. Kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) diambil alih paksa lewat pertumpahan
Di Jakarta dan berbagai kota di Indonesia, unjuk rasa digelar memprotes PDI versi Soerjadi yang dibekingi pemerintah.
Dukungan untuk Mega mengalir deras.
Baca: Klasemen Sementara Liga 1 Pekan ke-11, Arema FC Melejit Persib Bandung Merosot
Mega dituduh makar
Selain aksi unjuk rasa, PDI kubu Megawati juga melakukan perlawanan dengan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Bambang Widjojanto yang kini jadi pembela Prabowo, dulu membela Megawati di pengadilan.
Mega juga menggerakkan mimbar bebas bak dukungan bagi Corazon Aquino ketika rezim Ferdinand Marcos berkuasa di Filipina.
Di DPP PDI di Jalan Diponegoro, mimbar bebas digelar setiap hari.
Sejarawan Peter Kasenda dalam bukunya Peristiwa 27 Juli 1996: Titik Balik Perlawanan Rakyat (2018) mencatat mimbar tersebut tak disukai ABRI dan polisi.
Pangab Jenderal Faisal Tanjung bahkan menuduh mimbar tersebut sebagai makar.
"Itu bukan bangsa Indonesia lagi. Saya kira itu PKI," kata Feisal.
Tuduhan itu segera dibalas Megawati.
Ia mengatakan, mimbar digelar untuk menyalurkan suara rakyat yang terinjak-injak.
Ia mengaku kegiatannya tak ditutup-tutupi dan tak ada agenda makar.
"Kalau saya mau membuat makar tentu sudah saya lakukan. Kami hanya ingin menjaga harga diri warga yang porak-poranda dengan adanya Kongres Medan," kata Megawati di depan puluhan wartawan asing dan nasional di akhir Juli 1996.
Tak mengakui Kongres Medan yang memenangkan Soerjadi, PDI kubu Megawati pun menjaga DPP siang malam.
Pasalnya, isu perebutan DPP sudah merebak.