Punya Tim Beranggota Polisi, KPK hingga Pegiat HAM, Kenapa Penyiraman Novel Baswedan Tak Terungkap?
Najwa Shihab pun penasaran bagaimana bisa TGPF dinilai mengecewakan padahal di dalam tim tersebut juga ada anggota KPK sendiri.
Punya Tim Beranggota Polisi, KPK hingga Pegiat HAM, Kenapa Penyiraman Novel Baswedan Tak Kunjung Terungkap?
TRIBUNJAMBI.COM - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengaku kecewa lantaran Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), belum bisa mengungkap titik terang kasus penyiraman air keras terhadap mantan penyidik KPK Novel Baswedan.
Hal tersebut diungkapkan Agus Rahardjo dalam acara Mata Najwa yang dipandu Najwa Shihab yang tayang di TRANS7, Rabu (24/7/2019).
Najwa Shihab pun penasaran bagaimana bisa TGPF dinilai mengecewakan padahal di dalam tim tersebut juga ada anggota KPK sendiri.
Agus Rahardjo mengaku kecewa lantaran selama 6 bulan sejak 8 Januari 2019 hingga 7 Juli 2019, TGPF belum menemukan siapa pelaku dan motif penyiraman air kerasa terhadap Novel Baswedan.
Baca: Cedera Tulang Belakang, Jadwal Comeback Jorge Lorenzo ke Seri Balap MotoGP Dipastikan Mundur
Baca: Bawaslu Berkecil Hati, Diberi Rp 45 Miliar, Asnawi: Angka Itu Tidak Rasional
Baca: Amalan Malam Jumat Baca Surat Al Kahfi Agar Dapat Hikmah Dahsyatnya & Amalan Ini Memperlancar Rezeki
"KPK kecewa dengan hasil temuan Tim Pencari Fakta, apa alasan utamanya Pak Agus?" tanya Najwa Shihab.
"Pertama, pasti semua orang KPK berharap dengan adanya tim itu kemudian masalahnya menjadi bisa diselesaikan dan masalahnya lebih terang benderang," jawab Agus Rahardjo.
Agus Rahardjo mengaku belum membaca keseluruhan temuan dari TGPF yang berjumlah ribuan halaman, namun sudah membaca press release.

"Kalau press release-nya kan kita melihat kemudian, pelaku yang kita harapkan bisa diungkap ternyata tidak terungkap," lanjut Agus Rahardjo.
Najwa Shihab kemudian menyinggung bagaimana bisa TGPF dinilai mengecewakan padahal di dalamnya juga terdiri dari orang-orang KPK.
"Pak Agus, tadi Anda katakan kecewa karena berharap bisa diungkap, tapi bukankah sesungguhnya di dalam tim itu ada orang KPK di dalamnya?" tanya Najwa Shihab.
Agus Rahardjo mengaku memang di dalam TGPF ada tim dari KPK, juga yang sudah ia kirim sejak lama untuk membantu menyelesaikan kasus Novel Baswedan.
Baca: Kelompok Kriminal Separatis Terus Berulah di Papua, Siapa yang Pasok Senjata?
Baca: Hotman Paris Posting Ceramah UAS, Ternyata Ini Keistimewaan Kebaikan Salat Subuh Berjamaah
"Ada orang KPK, orang KPK yang terlibat di dalam penyelidikan yang sudah lama, jadi ada tim yang kita pada waktu itu kita perbantukan kepada Tim Polri," jawab Agus Rahardjo.
Agus Rahardjo mengaku tidak tahu apakah tim KPK yang sudah ia kirim memiliki kinerja dan wewenang menyelidiki secara maksimal.
"Jadi saya tidak tahu seberapa intensifnya kemudian tim ini dipergunakan," kata Agus Rahardjo.
Agus Rahardjo pun belum menanyakan seberapa intensif tim kiriman dari KPK itu untuk menyelidiki kasus Novel Baswedan.
Ia malah mengkhawatirkan jangan-jangan tim yang sudah ia kirim malah tidak bisa bekerja maksimal, sehingga pengungkapan kasus Novel Baswedan tak kunjung menemukan titik terang.
"Saya terus terang belum menanyakan itu, dan mungkin nanti saya akan mengecek apakah memang mereka deal by deal kemudian bekerja dengan tim itu," kata Agus Rahardjo.
"Saya khawatir kemudian mereka tidak membantu secara intensif terhadap tim yang sedang bekerja ini," imbuhnya.
Diketahui TGPF Novel Baswedan dibentuk Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian pada 8 Januari 2019 dan masa kerja tim berakhir pada 7 Juli 2019.
TGPF menyelidiki kasus penyiraman air keras pada Novel Baswedan yang terjadi di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta Utara, 11 April 2017.
Tim tersebut terdiri dari pihak kepolisian, pakar, pegiat HAM, serta anggota KPK.

Tak Kunjung Terungkap
Sudah dua tahun polisi tak mampu mengungkap siapa dalang, pelaku, dan motif penyerangan itu.
Wadah Pegawai KPK menilai TPF yang dibentuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian telah gagal mengungkap kasus teror yang dialami Novel Baswedan.
Wadah Pegawai bahkan keberatan dengan frasa "adanya dugaan penggunaan kewenangan secara berlebihan" yang digunakan oleh TPF saat memaparkan hasil investigasinya kepada pers, kemarin.
"Temuan Tim Pakar memojokkan korban dan membuat distrust terhadap upaya pemberantasan korupsi di negeri kita," kata Ketua WP KPK, Yudi Purnomo Harahap di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/7).
Yudi menyatakan, selama enam bulan bekerja tim yang beranggotakan para pegiat HAM, akademisi, dan pakar itu gagal mengungkap peneror Novel baik pelaku lapangan apalagi aktor intelektual.
Alih-alih mengungkap pelaku, TPF justru mengembangkan motif terjadinya teror atas Novel.
"Ternyata hari ini kami pegawai KPK menyaksikan konferensi pers dan rakyat Indonesia hasilnya jauh panggang daripada api," kata Yudi.
Baca: Gara-gara Bisul di Paha, Ritual Dukun Cabul di Tasikmalaya Setubuhi Gadis 18 Tahun 15 Kali,
Baca: Lagi, Kontak Senjata dengan Kelompok Separatis di Nduga Papua, Satu Anggota TNI Gugur
"Bagaimana mungkin motif ditemukan, tapi pelaku tidak didapatkan. Sebab seharusnya jika pelaku ditangkap baru diketahui motif," ujar Yudi menambahkan.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif juga mengutarakan kekecewaannya atas laporan hasil investigasi TPF.
Menurut Laode, KPK juga kurang memahami konteks penggunaan istilah excessive use of power (penggunaan kewenangan berlebihan) oleh TPF.
"Kami tegaskan dalam melaksakan tugasnya penyidik menggunakan wewenang sesuai hukum acara yang berlaku," kata Laode.
Sehingga, menurut Laode, tidak ada perbuatan penggunaan kewenangan secara berlebihan yang dilakukan oleh Novel dalam bertugas.
Oleh karenanya, KPK mengajak semua pihak agar tetap fokus menemukan pelaku, bukan mencari alasan atau membangun isu-isu lain.
"Pimpinan KPK akan membicarakan langkah berikutnya agar teror dan serangan seperti ini bisa ditangani, pelaku ditemukan dan hal yang sama tidak terulang kembali," ujarnya.
(TribunWow.com/Ifa Nabila, Sumber Lain)
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com