Kebijakan Duterte Tembak Mati, Ini Lokasi Pembantaian Pelaku Narkoba Filipina, 490 Tewas di Luzon

Luzon dilabeli sebagai 'Lokasi pembantaian paling berdarah' atas ikrar Duterte memerangi narkoba.

Editor: Nani Rachmaini
AFP
Presiden Filipina Rodrigo Duterte 

Kebijakan Duterte Tembak Mati, Ini Lokasi Pembantaian Pengedar Narkoba Filipina, 490 Tewas di Luzon

Luzon dilabeli sebagai 'Lokasi pembantaian paling berdarah' atas ikrar Duterte memerangi narkoba.

TRIBUNJAMBI.COM-Semenjak dipimpin oleh presiden Rodrigo Duterte, Filipina mulai melakukan pembenahan di struktur pemerintahannya.

Berbagai pembenahan seperti aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan dalam negeri mulai digalakkan.

Nyatanya, Duterte sendiri bukan sosok pemimpin 'yes man' yang suka berpangku tangan dalam menyikapi sebuah masalah.

Contoh paling kentara ialah pemberantasan kartel narkoba di Filipina.

Mengutip Kompas.com, Selasa (9/7/2019) Amnesty International menyebut Duterte seorang pembunuh besar.

Bagaimana tidak hal ini lantaran dirinya menerapkan agar aparat berwajib langsung menembak mati di tempat bagi siapa pun yang terlibat jaringan narkoba di negaranya. Termasuk pecandu.

Duterte memerintahkan pembasmian tersebut karena menilai kartel narkoba yang beredar di Filipina sudah kronis.

Amnesty International menyebut ada skenario tersendiri bagi aparat keamanan Filipina dalam membasmi penyakitan di negaranya.

Awalnya mereka diculik dan dibawa ke suatu tempat sebelum ditembak mati.

Aparat kemudian merusak TKP atau merekayasa barang bukti.

Lantas aparat menekan pemerintah lokal untuk menyerahkan sejumlah nama dan dimasukkan "daftar pengawasan narkoba" tanpa dilakukan pemeriksaan terhadap barang bukti.

Perang melawan narkoba ala Duterte
rappler
Perang melawan narkoba ala Duterte

Yang paling terkenal adalah kasus Jovan Magtanong seorang ayah berusia 30 tahun

Direktur Amnesty Regional Asia Timur Nicholas Bequelin mengatakan Duterte sedang melakukan usaha pembunuhan besar-besaran di negaranya.

"Ketakutan ini telah menjalar ke masyarakat. Sudah saatnya bagi PBB, terutama Dewan HAM, untuk bertindak bijak dengan mengusut Presiden Duterte dan pemerintahannya," ujar Bequelin.

Amnesty menyoroti tindakan aparat polisi Filipina di Provinsi Bulacan, Luzon dimana tempat itu dilabeli sebagai 'Lokasi pembantaian paling berdarah' atas ikrar Duterte memerangi narkoba.

Terhitung selama 3 tahun operasi ini dilakukan sudah 490 korban tewas di Luzon.

Meski demikian Duterte bergeming akan tetap melakukan kegiatan berdarah ini.

Bahkan ia pernah sesumbar para pegiat hanya pedulikan HAM sedangkan ia mementingkan nyawa rakyat Filipina yang tak ingin negaranya hancur gegara narkoba.

"Izinkan saya untuk mengatakannya secara lugas. Perang melawan narkoba belum selesai ... perang melawan obat-obatan terlarang tidak akan dikurangi skalanya."

"Bahkan, ini akan terus dilanjutkan, ditingkatkan," kata Presiden Duterte pada 2018 silam seperti dikutip dari BBC.

"Jika Anda semua mengira saya bisa dibujuk untuk tak lagi melanjutkan perang melawan narkoba, karena aksi demonstrasi Anda, karena aksi protes Anda -yang menurut saya salah arah- maka itu keliru."

"Anda mempedulikan hak asasi manusia, yang saya pedulikan adalah nyawa manusia," imbuhnya.

VIDEO Detik-detik Mobil Terseret Arus Saat Banjir Terjang Sarolangun

IKUTI INSTAGRAM TRIBUN JAMBI, TER-UPDATE TENTANG JAMBI

ARTIKEL TELAH TAYANG DI GRID DENGAN JUDUL TANGAN BESI...

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved