Kisah Bu Tien yang Didatangi Peramal, Ramal Nasib Soeharto, Mungkinkah Karena Ini Jadi Presiden?
Ketika itu Soeharto berpangkat mayor jenderal dan menduduki posisi cukup penting--Pangkostrad. Entah siapa yang mengajak pria itu mampir ke rumah
Soeharto terlihat risau. Hatinya gundah gulana.
Sejumlah prajurit Kostrad tak henti-hentinya mendatangi Soeharto meminta pendapat.
Namun, Soeharto tetap diam.
"Saya sering risau karena didatangi anak buah yang meminta pendapat dan penilaian saya. Mereka menunjukkan tarikan muka seperti mendesak ingin mendapat keterangan mengapa saya diam. Saya jawab, bahwa saya tidak buta! Saya telah melapor kepada atasan tentang keadaan.
Situasi memang serius, tetapi saya tidak mendapat reaksi apa-apa. Apalagi yang dapat saya lakukan lebih dari itu," kata Soeharto.
Soeharto pada saat detik-detik menjelang meletusnya peristiwa berdarah, sedang menduduki posisi strategis sebagai Panglima Kostrad. Pangkatnya Mayor Jenderal.
Baca: Heboh Video Nikita Mirzani Tendang Kepala Make Up Artis, Balasan Key Azhari Tak Diduga

Ny Siti Hartinah Soeharto --istri Soeharto-- pada saat itu sedang berkumpul di kantor Persit bersama pimpinan dan pengurus Persit tingkat pusat dan tingkat Jakarta Raya.
Ibu Tien --panggilan akrabnya-- sengaja berkumpul di markas Persit untuk mendengarkan penjelasan dari Menteri/Panglima AD Achmad Yani.
"Pak Yani dalam pertemuan tersebut menjelaskan situasi politik pada waktu itu yang makin gawat. Selama saya menjadi istri prajurit, baru pertama kali itulah saya menerima uraian politik yang menyangkut nasib negara dan bangsa. Biasanya seorang istri prajurit itu tidak diberitahu hal-hal yang bersifat rahasia," kenangnya.
Seusai mengikuti acara itu, Ibu Tien pulang ke rumahnya di Jalan H Agus Salim. Melihat ibunya pulang, anak-anaknya meminta dibuatkan sup kaldu tulang sapi.
Ibu Tien lalu membuatkannya.
Baca: Guru Hamili Siswi SMP dan Janji Akan Dinikahi, Hubungan Intim Mereka Lakukan di Lingkungan Sekolah
Baca: Teriakan Minta Tolong Menggema Ternyata Anak Tiri Bakar Nenek Inem, Ada Masalah Apa Sebenarnya?
Namun, ketika dirinya sedang membawa panci berisi sup panas yang hendak ditaruh di ruang makan, tiba-tiba Hutomo Mandala Putra --Tommy Soeharto saat itu berusia empat tahun-- menabrak tangan ibunya.
Akibatnya, sup itu tumpah dan mencelakai Tommy.
"Air sup tumpah dan mengguyur sekujur tubuhnya. Kulitnya terbakar dan melepuh-lepuh. Saya ingat pelajaran PPPK di Kostrad. Kalau luka bakar obatnya leverstraan salf.
Kebetulan ada persedian di rumah. Maka obat itulah yang saya oleskan ke kulitnya. Setelah itu saya bawa Tommy ke RS Gatot Subroto untuk dirawat," tuturnya sambil menambahkan Soeharto sempat menjaga Tomy bersama dirinya.