Pilpres 2019
Siapa Sebenarnya Prof Eddy OS Hiariej? Ahli dari Tim Hukum 01 Raih Gelar Profesor di Usia 37 Tahun
Dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019 itu, perhatian publik dan hakim tertuju padanya. Siapa sebenarnya Prof Eddy OS Hiariej?
Dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019 itu, perhatian publik dan hakim tertuju padanya. Siapa sebenarnya Prof Eddy OS Hiariej?
TRIBUNJAMBI.COM - Prof Eddy OS Hiariej menyedot perhatian publik saat menghadiri sidang di Mahkamah Konstitusi.
Tim Hukum TKN 01 Jokowi-Maruf Amin menghadirkan Prof Eddy OS Hiariej sebagai saksi ahli, saat sidang di MK pada Jumat (21/6/2019).
Keahlian profesor itu berguna untuk meluruskan sekaligus membantah argumen-argumen Tim BPN 02 Prabowo-Sandiaga Uno.
Dalam sidang, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memberi waktu guru besar dalam ilmu Hukum Pidana di Universitas Gajah Mada itu sekira 10 menit untuk menyampaikan argumennya.
Baca Juga
Enam Prediksi Gus Dur yang Terbukti Manjur, Bagaimana dengan Tokoh dan Kejadian pada 2019
Terbukti, Usia 40 Tahun Lebih Tapi Penampilan Tubuh Masih 20 Tahun, Ini Tips dan Rahasianya
Intelijen Indonesia Vs Agen KGB Rusia di Jakarta, Mayor Sutardi Santai Bawa Anak-anak ke Restoran
Habis Wawancara Brigadir Popy dan Bripda Fitri Disuruh Masuk Kamar, Penyamaran Polwan Cantik di Bali
VIDEO: Ramalan Zodiak Sabtu 22 Juni 2019 Taurus Bertengkar, Bisnis Leo Down, Libra Jadi Hits
Satu di antara argumen Prof Eddy OS Hiariej menyebut materi gugatan 02 Prabowo-Sandiaga di Sengketa Pilpres 2019 yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi tidak relevan.
"Banyak kutipan yang mengambil contoh pilkada padahal Pilpres dan Pilkada berbeda," kata Eddy OS Hiariej.
"Benar apa yang disampaikan Kuasa Hukum Pemohon (02) bahwa MK bukan sekadar Mahkamah Kalkulator. Tapi MK jangan diajak juga menjadi Mahkamah Kliping yang kebenarannya berdasarkan kebenaran kliping koran," kata Eddy OS Hiariej.
Berikut video lengkapnya seperti Live Stremaing Youtube Kompas TV:
Siapa sebenarnya Prof Eddy OS Hiariej?
Melansir Tribun-timur.com yang menyadur dari www.hukumonline.com, berikut profilnya:
Prof Eddy OS Hiariej sudah hampir 10 tahun mondar-mandir di pengadilan untuk berbicara sebagai ahli.
Pemilik nama lengkap Edward Omar Sharif Hiariej ini pernah menjadi saksi meringankan dalam pemeriksaan Denny Indrayana, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM RI.
Eddy merupakan Guru Besar Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), Yogyakarta.

Ia meraih gelar tertinggi di bidang akademis tersebut dalam usia yang terbilang masih muda.
Sebagai perbandingan, bila Hikmahanto Juwana mendapat gelar profesor termuda dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) di usia 38 tahun, Eddy mendapatkan gelar profesornya di usia 37 tahun dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM).
"Saat SK guru besar saya turun, 1 September 2010, saya berusia 37 tahun. Waktu mengusulkan umur 36," tutur pria kelahiran 10 April 1973 ini.
Mendapat kesempatan menemui bertemu di ruang kerjanya pada Sabtu pagi yang cerah di bulan Mei lalu, Eddy bercerita kepada hukumonline, gelar profesor dapat ia raih di usia muda tak lepas dari pencapaiannya menyelesaikan kuliah program doktoral yang ditempuhnya dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan kebanyakan mahasiswa lain.
“Orang biasanya begitu sekolah doktor baru mulai riset, saya tidak. Saya sudah mengumpulkan bahan itu sejak saya short course di Prancis. 2001 saya sempat di Prancis 3 bulan. Di Strasbourg. Jadi saya katakan kepada pembimbing saya, Prof. Sugeng Istanto, ‘Prof, saya sudah punya bahan untuk disertasi’,” ujar Eddy.
Setelah mendapat persetujuan menulis, Eddy yang pernah menjadi Asisten Wakil Rektor Kemahasiswaan UGM periode 2002 – 2007, menyelesaikan draft disertasi pertamanya pada Maret 2008. Disertasi Eddy membahas soal penyimpangan asas legalitas dalam pelanggaran berat Hak Asasi Manusia (HAM).
Kurang dari setahun, Eddy pun siap menghadapi ujian terbuka dengan promotor Prof. Marsudi Triatmodjo – sebab Prof. Sugeng sudah meninggal terlebih dulu – dan co-promotor Prof. Harkristuti Harkrisnowo. “Jadi saya terdaftar sebagai mahasiswa doktor itu 7 Februari 2007, saya dinyatakan sebagai doktor 27 Februari 2009,” kenang Eddy.
“2 tahun 20 hari. Dan memang Alhamdulillah rekor itu belum terpatahkan,” imbuhnya.
Pernah Gagal Masuk Fakultas Hukum
Keinginan dan ketertarikannya akan dunia hukum disampaikan Eddy sudah dimilikinya sejak lama, walaupun ia mengaku tak ingat sejak kapan. Almarhum ayahnya pun pernah menyampaikan kepada Eddy, “kalau saya lihat karakteristikmu, cara kamu berbicara, kamu itu cocoknya jadi jaksa,” ucap Eddy menirukan sang ayah.
Meski jadi jaksa bukanlah amanah, tetapi di akhir hayatnya ayah Eddy kembali mengatakan agar Eddy kelak tak jadi pengacara bila benar ingin masuk fakultas hukum. Pesan itu disampaikannya ayahnya saat itu Eddy masih duduk di bangku SMA.
“Mungkin dia tahu kalau saya jadi pengacara, nanti orang yang salah dan saya bela bisa bebas. Itu juga mengapa dia bilang saya untuk jadi jaksa. Ya saya kaget juga waktu itu,” ungkap pria berdarah Ambon ini.
Namun, jalan Eddy untuk bisa masuk FH UGM nyatanya tak semulus itu. Di tahun 1992, begitu lulus SMA, Eddy tidak langsung lulus Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). “Saya setahun itu gagal loh masuk Gadjah Mada itu. Jadi tahun 1992 saya tes UMPTN tidak masuk,” ujarnya.
“Saya stres tuh enam bulan. (Karena) saya stres, saya liburan ke mana-mana aja udah. Terus enam bulan kemudian, mulai Desember, saya betul-betul intens belajar sampai UMPTN berikutnya. Baru lah kemudian saya lolos, masuk FH UGM,” pungkas pemilik hobi olahraga tenis, renang, dan juga membaca ini.
Di semester lima, Prof. Maria Soemardjono – Dekan FH UGM kala itu – lah yang pertama kali mencetuskan agar Eddy menjadi dosen. Hubungan Eddy dan Prof. Maria diakui Eddy memang sangat dekat sampai-sampai orang mengatakan kalau Eddy adalah anak keempat Prof. Maria.
Faktanya bagi Eddy, Prof. Maria memang merupakan pakar hukum yang menjadi panutannya. “Dia ngomong apa saja bisa karena dia kan mempunyai background pendidikan yang memang berbeda-beda. Selain itu di usianya yang sudah 72 tahun dia masih saja menerbitkan buku dan masih melakukan penelitian di lapangan,” ucap Eddy.
Satu ketika Prof. Maria mengatakan kepada Eddy, “kamu habis ini mau ke mana?” tiru Eddy. Karena saat itu Eddy juga menjawab belum tahu akan ke mana, Prof. Maria menyarankan agar Eddy menjadi dosen di kampusnya tersebut. Eddy sendiri berpengalaman menjadi pengajar di salah satu bimbingan belajar di Yogyakarta.
Pasca wisuda program sarjana yang digelar 19 November 1998, Eddy mengikuti tes penerimaan dosen. “6 Desember 1998 pengumuman dan saya diterima. Mulai 6 Desember itu saya sudah asisten sampai SK saya turun 1 Maret 1999,” papar Eddy.
Eddy yang akhirnya lebih memilih menjadi dosen ketimbang jaksa mengatakan senang menjadi dosen karena ia dapat banyak berinteraksi dengan orang, senang karena mau tidak mau ia harus terus belajar dan belajar, dan ia juga senang bisa bebas dari aturan seragam layaknya jaksa.
“Yang keempat, katanya sih tujuh golongan yang masuk surga itu salah satunya adalah golongan yang selalu memberikan ilmunya kepada orang lain,” ujar Eddy seraya tersenyum.(*)
Biodata Prof Eddy OS Hiariej:
Nama lengkap: Edward Omar Sharif Hiariej
Lahir: 10 April 1973 (umur 46)
Alma mater: Universitas Gajah Mada
Pekerjaan: Akademisi
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Profil & Kehebatan Prof Eddy OS Hiariej Saksi Ahli Tim Jokowi di MK 'Gugatan No Urut 02 Tak Relevan',
Subscribe Youtube
Enam Prediksi Gus Dur yang Terbukti Manjur, Bagaimana dengan Tokoh dan Kejadian pada 2019
Intelijen Indonesia Vs Agen KGB Rusia di Jakarta, Mayor Sutardi Santai Bawa Anak-anak ke Restoran
Terbukti, Usia 40 Tahun Lebih Tapi Penampilan Tubuh Masih 20 Tahun, Ini Tips dan Rahasianya
Soal Calon Wakil Gubernur Jambi dari PAN, H Bakri : Tunggu Keputusan DPP 2-3 Hari Ini
Habis Wawancara Brigadir Popy dan Bripda Fitri Disuruh Masuk Kamar, Penyamaran Polwan Cantik di Bali