Mengapa Utang Luar Negeri Indonesia Naik Jadi Rp 5.528 Triliun Pada April 2019? BI Sebut Masih Sehat
Utang luar negeri Indonesia naik menjadi Rp 5.528 triliun (kurs Rp 14.200 per dollar AS) terhitung April 2019.
Mengapa Utang Luar Negeri Indonesia Naik Jadi Rp 5.528 Triliun Pada April 2019? BI Sebut Struktur ULN Masih Sehat
TRIBUNJAMBI.COM - Utang luar negeri Indonesia naik menjadi Rp 5.528 triliun (kurs Rp 14.200 per dollar AS) terhitung April 2019.
Jumlah utang luar negeri ini meningkat dibandingkan pada Maret 2019.
Tribunjambi.com melansir dari Kompas.com, hingga April 2019, Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia sebesar 389,3 miliar dollar AS atau sekitar Rp 5.528 triliun (kurs Rp 14.200 per dollar AS).
Rincian utang luar negeri tersebut terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar 189,7 miliar dollar AS, dan utang swasta termasuk BUMN sebesar 199,6 miliar dollar AS.
Peningkatan tersebut terjadi dipengaruhi berbagai hal.
BI menjelaskan, meningkatnya posisi ULN dipengaruhi oleh transaksi penarikan neto ULN dan pengaruh penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Baca: Siapa Deisti Astriani Tagor? Wanita yang Bersama Setnov, Istri Kedua Suka Berduaan di Kamar Mandi
Baca: Adian Napitupulu Diusulkan Aktivis 98 Jadi Menteri, Seperti Ini Reaksi Jokowi, Adian Sebut Ampun Bos
Baca: BREAKING NEWS, Pegawai di Setda Muarojambi Kaget, Pemkab Muarojambi Gelar Tes Urin Dadakan
Menurut BI hal ini menyebabkan utang dalam Rupiah tercatat lebih tinggi dalam denominasi dollar AS.
"ULN Indonesia pada akhir April 2019 sebesar 389,3 miliar dollar AS ini tumbuh 8,7 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada Maret 2019 sebesar 7,9 persen (yoy).
Peningkatan pertumbuhan ULN pemerintah melambat di tengah peningkatan ULN yang bersumber dari sektor swasta," sebut BI dalam siaran pers, Senin (17/6/2019).
Adapun rinciannya, pertumbuhan ULN pemerintah yang melambat ini tercatat sebesar 186,6 miliar dollar AS atau tumbuh 3,4 persen (yoy) pada April 2019, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 3,6 persen (yoy).
Lambatnya ULN dipengaruhi oleh pembayaran pinjaman senilai 0,6 miliar dolar AS dan penurunan kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) milik nonresiden senilai 0,4 miliar dollar AS, akibat ketidakpastian di pasar keuangan global.
Selain itu, perkembangannya dipengaruhi oleh pengelolaan ULN yang diprioritaskan untuk membiayai pembangunan pada beberapa sektor produktif, antara lain sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial, sektor konstruksi, sektor jasa pendidikan, sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib, serta sektor jasa keuangan dan asuransi.
Di sisi lain, pertumbuhan ULN swasta mengalami peningkatan.
Pada April 2019, posisi ULN swasta tumbuh 14,5 persen (yoy), lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya sebesar 13,0 persen (yoy).

"ULN swasta ini didominasi oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara (LGA), serta sektor pertambangan dan penggalian.
Adapun total pangsanya sebesar 75,2 persen terhadap total ULN swasta," sebut BI.
Meski ULN Indonesia meningkat mencapai 8,7 persen (yoy) dibanding bulan Maret 2019, BI mengklaim struktur ULN Indonesia tetap sehat.
Kondisi itu tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir April 2019 sebesar 36,5 persen.
Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang yang memiliki pangsa 86,2 persen dari total ULN.
"Dengan perkembangan tersebut, meskipun ULN Indonesia mengalami peningkatan, namun masih terkendali dengan struktur yang tetap sehat," jelas BI.
Baca: Siapa Membekingi Bisnis Minyak Ilegal di Jambi? Lihat Foto dari Udara Penampakan Lokasi Pengolahan
Baca: Kapolda Jambi Perintahkan Kabid Propam Periksa Laporan Oknum yang Terlibat Minyak Ilegal Batanghari
BI pun menegaskan, pihaknya dan pemerintah terus berkoordinasi untuk memantau perkembangan ULN dan mengoptimalkan perannya dalam mendukung pembiayaan pembangunan, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian. (Kompas.com/Fika Nurul Ulya)
BPK Soroti Rasio Utang Luar Negeri Indonesia, Ini Jawaban Sri Mulyani
Sebelumnya pada Mei 2019 lalu Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK) menyoroti rasio utang pemerintah yang terus meningkat sejak tahun 2015.
Meski pada 2018 rasio utang pemerintah mengalami penurunan jadi 29,81 persen.
Tribunjambi.com melansir dari Kompas.com, pada Mei lalu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan terus meningkatnya rasio utang pemerintah disebabkan tingginya transfer daerah yang memiliki porsi sepertiga dari keseluruhan belanja pemerintah.

Akan tetapi, besaran belanja transfer daerah tersebut tidak tercatat di dalam neraca pemerintah.
"Sehingga tentu saja ini akan mempengaruhi dari sisi kemampuan kita untuk menunjukan bahwa belanja pemerintah terlihat di dalam neraca keuangannya pemerintah pusat," ujar Sri Mulyani ketika ditemui di Jakarta, Selasa (28/5/2019).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, laporan keuangan daerah hingga saat ini belum terkonsolidasi dengan laporan pemerintah pusat.
Belanja ke daerah yang tidak masuk ke neraca pemerintah pusat membuat ada ketimpangan antara belanja dan penerimaan.
Selain itu, belanja pemerintah masih didominasi belanja barang untuk pembayaran gaji hingga belanja operasional.
"Sehingga kalau kemudian ada konsen seperti utang yang kemudian tentu akan dipengaruhi oleh apakah belanja pemerintah menciptakan apa yang disebut belanja modal, yang kemudian mempengaruhi ekuitas pemerintah itu juga sangat dipengaruhi oleh tadi," ujar dia.
BPK melaporkan, peningkatan rasio utang pemerintah dimulai dari 2015 hingga 2017.
Pada 2015 rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 27,4 persen, tahun 2016 sebesar 28,3 persen, tahun 2017 naik lagi jadi 29,93 persen.
Walaupun demikian, pada 2018 rasio utang menurun menjadi 29,81 persen.
BPK menyatakan, peningkatan rasio utang tersebut tidak lepas dari realisasi pembiayaan utang dari tahun 2015-2018 yaitu Rp 380 triliun pada 2015, Rp 403 triliun pada 2016, Rp 429 triliun pada 2017, dan Rp 370 triliun pada 2018.
Sampai dengan 31 Desember 2018, nilai pokok atas utang pemerintah sebesar Rp 4.466 triliun yang terdiri dari utang luar negeri sebesar Rp 2.655 triliun atau 59 persen dan utang dalam negeri sebesar Rp 1.811 triliun atau 41 persen.
Mengapa Utang Luar Negeri Indonesia Naik Jadi Rp 5.528 Triliun Pada April 2019? BI Sebut Masih Sehat