PASUKAN Elite Australia yang Garang Berubah Segan Melihat Sepak Terjang Paskhas TNI-AU
TRIBUNJAMBI.COM - Sebagaimana diketahui setiap satuan pasukan TNI memiliki pasukan khusus.
TRIBUNJAMBI.COM - Sebagaimana diketahui setiap satuan pasukan TNI memiliki pasukan khusus.
Misalnya, TNI AD memiliki Kopassus yang juga terkenal dengan nama pasukan baret merah, alias Korp Baret Merah.
Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) mempunyai pasukan khusus bernama Peleton Intai Tempur (Tontaipur).
TNI AL memiliki pasukan khusus Kopaska (Komando Pasukan Katak) dan Korps Marinir mempunyai pasukan khusus, Datasemen Jala Mengkara (Denjaka) serta Intai Tempur Amfibi (Taifib).
Khusus untuk TNI AU, juga mempunyai pasukan elit yang dinamai Pasukan Khas (Paskhas) dan dikenal pula sebagai Korps Baret Jingga, mengingat baret yang digunakan berwarna jingga.
Baca: Lift di Dalam Rumah, Inilah Mewahnya Kediaman Nindy Ayunda, Kamar Anak Bertebaran Barang Branded
Di dalam Korps Paskhas juga terdapat pasukan khusus yang dinamai Bravo 90 .
Dalam kegiatan sehari-hari, banyak orang menyangka jika personel Paskhas adalah anggota Kopassus. Tapi kok warna baretnya jingga bukan merah darah.
Nama Pasukan Khas pun banyak mengundang tanda tanya karena terasa 'aneh'. Kenapa tidak menggunakan nama 'Khusus' saja.
Paskhas memang Pasukan Khas. Kekhasannya atau ciri khasnya adalah terdapat pada kemampuan para personel pasukan itu untuk mengoperasikan bandara atau pangkalan udara.
Sebagai pasukan elit andalan TNI AU tugas utama Paskhas adalah menjaga pangkalan udara dan semua asetnya.
Dalam peperangan tugas utama mereka juga menguasai pangkalan udara lawan dan kemudian mengoperasikannya.
Baca: Prabowo Subianto Datang Temui SBY Beri Ucapan Bela Sungkawa, Mata Mereka Berkaca-kaca
Itulah kekhasan pasukan Paskhas, yakni kemampuan mengoperasikan pangkalan udara untuk penerbangan pesawat.
Satu-satunya pasukan elit TNI yang bisa mengoperasikan bandara atau pangkalan udara memang hanya Paskhas.
Mereka telah mendapat pelatihan mengoperasikan pangkalan udara secara memadai.
Suatu kali ketika pasukan Australia mendarat di Timor-Timur usai jajak pendapat (1999) dan Tim-Tim kemudian lepas dari RI, mereka sangat terkejut melihat sepak terjang pasukan Paskhas.
Pasalnya semua personel pasukan Paskhas yang bertugas di Bandara Internasional Comoro (sekarang Bandara Presidente NicolouLobato) secara teknis mahir mengoperasikan bandara.
Pasukan Australia yang semula tampil arogan berubah jadi segan terhadap para personel Paskhas.
Baca: Lebaran Selasa atau Rabu? Hasil Sidang Isbat Penentu Idul Fitri 2019, 1 Syawal 1440 H Pantau Disini
Pasalnya di kepala para pasukan Australia hanya pasukan SAS (Special Air Service) Inggris yang punya kemampuan mengoperasikan bandara. Pasukan Paskhas memang Khas.
Ketika provinsi Timor-Timur (sekarang Timor Leste) akhirnya lepas dari Indonesia pada September 1999 melalui jajak pendapat, ketegangan segera berkecamuk.
Warga Timor-Timur yang memilih untuk tetap bergabung dengan NKRI berbondong-bondong meninggalkan Tim-Tim.
Mereka pergi dengan tergesa-gesa dan dibayang-bayangi konflik bersenjata yang bisa meletus sewaktu-waktu.
Pascareferendum, satuan-satuan pasukan RI yang semula bermarkas di Tim-Tim juga bergegas meninggalkan negara baru itu sambil membawa perlengkapan tempur.
Mereka bergerak keluar Tim-Tim dalan konvoi serta formasi militer siap tempur.
Tapi ketegangan justru makin memuncak sewaktu pasukan multinasional The Internal Force of East Timor (INTERFET) yang dipimpin pasukan khusus Australia mulai mendarat demi melancarkan operasi stabilitas keamanan di sana.
Baca: Ancaman Bom Hantui Penumpang Pesawat Maskapai Scoot, AU Singapura Kirimkan 2 Jet Tempur
Pasukan INTERFET mendarat pertama kali menggunakan pesawat C-130 Hercules milik Angkatan Udara Australia pada 20 September 1999. Hal ini membuat suasana pagi kota Dilli yang semula tenang langsung berubah tegang.
Pasalnya ratusan pasukan INTERFET yang keluar dari perut pesawat alih-alih berbaris rapi, lalu melaksanakan upacara dan briefing dan berkoordinasi dengan pasukan TNI (Paskhas) yang sedang mengamankan Bandara Komoro, mereka langsung stelling (siap tempur).
Sambil diiringi oleh sirine yang meraung-raung, semua personel pasukan INTERFET keluar dari pesawat dalam kondisi siap menembaki dan berlarian ke berbagai arah untuk membentuk perimeter (pertahanan) pengamanan Bandara Komoro.
Sepak terjang pasukan INTERFET yang siap tempur dalam kondisi senjata terkokang dan siap menembak itu jelas membuat para prajurit Paskhas yang sedang bertugas mengoperasikan dan mengendalikan bandara jengah.
Sebagai pasukan komando terlatih dan memiliki kemampuan khusus mengoperasikan bandara mereka memang ditugaskan mengamankan bandara setelah para operator sipil Bandara Komoro dievakuasi ke Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), sekaligus menjadi pasukan paling terakhir yang meninggalkan Dili.
Baca: Stok Minim, Harga Daging Sapi di Tanjab Barat Melonjak Naik Rp 150 Ribu Sekilo, Besok Harga Naik
Untuk mengantisipasi kondisi terburuk, para pasukan Paskhas yang berjumlah sekitar 80 orang dan masing-masing menyandang senjata di pundak itu diam-diam juga telah menyiapkan diri bertempur sampai titik darah terakhir melawan pasukan INTERFET.
Apalagi pasukan Gurkha yang merupakan pasukan elite Inggris dan memiliki sejumlah kemampuan komando seperti Paskhas juga mulai diturunkan dan dalam kondisi siap tempur.
Pasukan INTERFET, khususnya Australia, sebenarnya sedang bingung karena dalam briefing untuk pendaratan di Dili mereka mendapat informasi intelijen jika kota Dili dalam situasi perang dan dikendalikan oleh para milisi bersenjata.
Sejumlah milisi bersenjata memang ada di Tim-Tim tapi tidak sampai menguasai Bandara Komoro yang masih dikendalikan oleh pasukan Paskhas.
Baca: Borok Suaminya yang Merupakan Oknum TNI Dibuat Viral, Karena Selingkuh dengan Karyawati Dealer Motor
Tapi sewaktu mendarat di Bandara Komoro, pasukan INTERFET yang mendapatkan tugas utama menguasai bandara, bukannya langsung menghadapi pertempuran.
Mereka justru menghadapi pasukan Paskhas berseragam resmi sebagai tentara reguler, bersenjata lengkap, dan secara profesional mampu mengendalikan lalu-lintas Bandara Komoro.
Pasukan ITERFET sebenarnya juga mendapatkan tugas untuk melucuti semua personel yang bersenjata di Tim-Tim dan menembak mati bagi mereka yang melawan.
Namun, ketika menyadari jika pasukan Paskhas adalah pasukan resmi, mereka membatalkan diri untuk melucuti senjata mengingat pasukan Paskhas juga dalam posisi siap melaksanakan pertempuran.
Kemampuan pasukan Paskhas bisa mengendalikan operasi Bandara Komoro dengan profesional secara diam-diam justru membuat pasukan Australia merasa segan.
Baca: Tingkatkan Mutu Pelayanan, 5 Puskesmas di Tanjab Timur Akan Diakreditasi
Di kalangan pasukan negara-negara Persemakmuran Inggris, mereka memang memiliki pasukan terlatih yang bisa mengoperasikan bandara atau pangkalan udara, yakni pasukan khusus SAS (Special Air Service).
Rupanya kualifikasi pasukan Paskhas yang setingkat SAS itulah yang membuat pasukan Australia makin segan.
Namun begitu, pasukan INTERFET tetap selalu dalam posisi siap tempur dan bersikap beringas terhadap setiap personel bersenjata.
Ketegangan kembali terjadi ketika Pangkoopsau II, Marsda TNI Ian Santosa, yang tiba dengan pesawat C-130 Hercules di Bandara Komoro untuk berkoordinasi dengan pejabat tertinggi pasukan INTERFET, Mayjen Peter Cosgrove, turun dari pesawat disertai sejumlah pasukan Paskhas bersenjata lengkap.
Rombongan Pangkoopsau tiba-tiba dihadang sejumlah pasukan INTERFET dalam posisi senjata ditodongkan dan siap tembak.
Melihat reaksi tak bersahabat itu, pasukan Paskhas pengawal Pangkoospau pun bereaksi dengan cara menodongkan senjata dan siap baku tembak dalam jarak dekat.
Baca: Tingkatkan Mutu Pelayanan, 5 Puskesmas di Tanjab Timur Akan Diakreditasi
Granat tangan bahkan sudah diraih sehingga kalau baku tembak dalam jarak dekat itu terjadi, pasukan Paskhas yang jumlahnya lebih sedikit bisa menimbukan korban sebanyak mungkin.
Dalam situasi seperti itu, kehormatan untuk menjaga kewibawaan Pangkoopsau dan bangsa serta negara memang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Meskipun dalam pertempuran yang tidak seimbang dan di tempat terbuka itu bisa dipastikan pasukan Paskhas akan gugur semua.
Apalagi jumlah pasukan INTERFET yang siap tempur di kawasan Bandara Komoro telah mencapai ribuan.
Namun, situasi kembali kondusif setelah petinggi militer INTERFET tiba untuk menyambut Pangkoopsau II.
Baca: Karma si Istri Sah, Terungkap Dulunya Dicap Pelakor Karena Rebut Seorang Oknum TNI Hingga Jadi Suami
Ketika Pangkoopsau II kembali terbang meninggalkan Dili, seluruh pasukan Paskhas yang tertinggal kembali bertugas untuk mengendalikan bandara sambil menunggu serah terima kekuasaan dan sekaligus menjadi pasukan yang meninggalkan diri paling terakhir.
Dalam penerbangannya menuju Kupang, Pangkoopsau II sadar, jika sampai terjadi chaos, pasukan Paskhas yang tersisa pasti akan mengalami situasi sangat sulit.
Namun, ia berjanji untuk mengerahkan semua kekuatan Koopsau II, demi menyelamatkan seluruh pasukan Paskhas.
Beruntung, situasi Dili tetap terkendali dan pasukan Paskhas pun bisa pulang ke dengan selamat.
Sebenarnya, jika harus menghadapi pertempuran sampai titik darah penghabisan di Bandara Komoro, pasukan Paskhas sebenarnya sudah siap.
Mereka bahkan telah menyiapkan prosedur tempur pelolosan diri sambil melawan dengan cara memilih 10 personel yang paling militan.
Ketika induk pasukan Paskhas sedang bertempur melawan pasukan INTERFET, kesepuluh personel itu akan meloloskan diri dengan cara berlari long march menempuh jarak ratusan km sambil bertempur menuju ke perbatasan di bawah ancaman musuh.
Teknik pelolosan diri sambil bertempur itu sudah dikuasai para prajurit Phaskas dan dikenal sebagai SERE (Survival Evation Resistance Escape).
Tujuannya adalah menyampaikan salam komando kepada Dankorpspaskhas dan seluruh jajaran serta petinggi TNI.
Namun demikian karena harus melewati rintangan tempur, diperkirakan kesepuluh pasukan komando berani mati itu tidak akan semuanya berhasil menembus perbatasan. (Agustinus Winardi)
Sumber Intisari