Pilpres 2019
Ada Peluang Prabowo Menangkan Gugatan Pilpres ke MK, Ini Beberapa Syarat Menurut Pakar Hukum
Feri mengingatkan, setiap pihak yang menggugat hasil Pemilu di MK harus mampu menunjukkan alat-alat bukti itu secara valid dan tepat.
Ada Peluang Prabowo Menangkan Gugatan Pilpres ke MK, Ini Beberapa Syarat Menurut Pakar Hukum
TRIBUNJAMBI.COM - Bisa saja Prabowo Subianto - Sandiaga Uno menangkan gugatan Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK), Asal haru penuhi sejumlah syarat.
Sebelumnya, pasangan Capres 02 Prabowo Subianto - Sandiaga Uno dengan tegas menolak hasil Pilpres 2019.
Prabowo Subianto - Sandiaga Uno juga memilih akan melakukan gugatan ke MK
Peluang Prabowo bisa menangkan gugatan dianalisa oleh beberapa ahli.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari dalam diskusi bertajuk Alternatif Penyelesaian Kisruh Pemilu di D'Hotel, Jakarta, Selasa (21/5/2019) membeberkan Prabowo bisa saja menangkan gugatan di MK.
"Persiapan yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan sematang-matangnya alat bukti. Karena saya dengar kan yang di Bawaslu, menurut saya agak mengecewakan ya alat buktinya berupa print out link berita online. Tentu saja memberatkan kubu Pak Prabowo untuk membuktikan telah terjadi kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif yang dapat mengubah hasil Pemilu," kata Feri.
Feri mengingatkan, setiap pihak yang menggugat hasil Pemilu di MK harus mampu menunjukkan alat-alat bukti itu secara valid dan tepat.
Sehingga bisa memperkuat gugatannya dalam persidangan.
"Sekarang kan selisih suara itu sekitar 16 juta 900 ribuan ya. Kubu yang ingin mengajukan perselisihan hasil, harus membuktikan ada lebih dari 16 juta suara itu kemudian semestinya adalah miliknya ternyata diambil lawan gitu ya. Satu per satu itu harus dibuktikan. Bagi saya ini agak berat, kalau tidak dipersiapkan dengan matang dari awal," ujar Feri.
Untuk membuktikan ada kecurangan dalam selisih hampir 17 juta suara itu harus ada alat bukti sekurangnya 100 ribu hingga 200 ribu TPS yang masing-masing ada 100 kecurangan.
Menurut Feri, mencari bukti itu tidaklah mudah.
"Tebakan saya, pihak yang mengalami kekalahan, bukan tidak tahu bahwa angka yang dibutuhkan sebesar itu, karena berat ini. Misalnya kebutuhan saksi dalam hari H Pemilu kemarin agak rumit di masing-masing pihak sehingga tidak banyak form C1 misalnya bisa diperoleh oleh masing-masing pihak sebagai alat bukti valid," ujar dia.
Berdasarkan hasil rekapitulasi akhir oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), perolehan suara Prabowo-Sandi sebanyak 68.650.239 atau 44,50 persen.
Sementara perolehan suara pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebesar 85.607.362 atau 55,50 persen.
Selisih suara kedua pasangan mencapai 16.957.123 atau 11 persen.
Pembuktian Sangat Rumit
Oleh karena itu, Feri menilai wajar jika ada pihak-pihak di sekitar Prabowo-Sandi yang sempat mendorong untuk tidak menggugat hasil Pilpres 2019 ke MK.
"Karena pembuktiannya sangat rumit. Di tahun 2014 kubu yang kalah harus membuktikan kurang lebih 57 ribu TPS bermasalah dan itu tidak terpenuhi. Akibatnya, ya, sebagaimana kita ketahui permohonan ditolak," ujarnya.
Di sisi lain, Feri mengingatkan para hakim konstitusi tentu akan mencermati bukti-bukti yang diajukan pihak yang bersengketa.
Para hakim konstitusi akan memerhatikan apakah alat bukti yang diajukan pihak yang bersengketa valid atau tidak.
"Makanya kalau tidak disiapkan betul dari awal ini akan berat. Karena Mahkamah Konstitusi sendiri dalam hal ini tentu akan sangat rigid memerhatikan alat bukti itu yang disajikan oleh pihak yang bersengketa," ujarnya.
"Bahkan kita tahu di MK itu ada meja dibentangkan di depan hakim, kalau misalnya ada masalah di TPS A misalnya, ada anggapan kecurangan luar biasa misalnya, itu harus dibuktikan bersama, nanti akan dibentangkan di hadapan hakim bukti-bukti, dilihat dan disaksikan oleh pihak-pihak," sambungnya. (*)
Tanggapan Mahfud MD
Mantan Ketua MK Mahfud MD juga pernah mengatakan peluang Prabowo bisa menangkan gugatan di MK.
Dilansir wartakota, Menurut Mahfud MD, ada kemungkinan perubahan suara jika tim Prabowo-Sandi bisa membuktikan ada kecurangan atau kesalahan dalam penghitungan suara.
Menurut Mahfud, MK juga bisa mengubah suara yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebelumnya.
Bahkan, ada kemungkinan pemenang lain di luar ketetapan KPU.
Hal ini disampaikan Mahfud karena dirinya pernah memenangkan calon kepala daerah yang sebelumnya dianggap kalah dalam penghitungan suara.
"Di MK itu bisa lo mengubah suara, saya waktu jadi ketua MK sering sekali mengubah suara anggota DPR."
"Kemudian kepala daerah, gubernur, bupati, itu yang kalah jadi menang, bisa suaranya berubah susunannya, ranking satu dua tiga menjadi yang nomor 3, nomor satu dan sebagainya."
"Itu sering sekali dilakukan asal bisa membuktikan."
"Dan yang penting kalau di dalam hukum itu kan kebenaran materiilnya bisa ditunjukkan di persidangan, nah oleh sebab itu yang kita harapkan fair lah di dalam berdemokrasi."
Demikianlah penjelasan Mahfud MD saat menjadi narasumber di acara iNews Sore, Rabu (15/5/2019), seperti dilansir Tribun Wow (grup Surya.co.id).
Mulanya, pembawa acara bertanya soal pendapat Mahfud MD soal penolakan pemilu jika berada dalam konteks Undang Undang Pemilu.
"Kita ketahui betul bahwa Pak Prabowo dan BPN secara keseluruhan menolak hasil pemilu 2019 dan kemudian menarik seluruh saksinya dari rekepitulasi nasional yang sedang berlangsung di kantor KPU," ujar pembawa acara.
"Apa implikasinya dalam konteks UU Pemilu prof?," tambahnya.
Menjawab hal itu, Mahfud menganggap penolakan tersebut bukan menjadi permasalahan hukum.
"Kalau dalam konteks hukum enggak apa-apa," jawab Mahfud MD.
"Artinya begini kalau misalnya dia menolak proses rekapitulasi, tidak mau menandatangani padahal sudah sidang dibuka secara sah dan diberi kesempatan untuk mengajukan pendapat lalu dia tidak mau tetap tidak mau menerima ya pemilu selesai secara hukum."(*)