Menenun Songket
Wanita 68 Tahun di Betara, Tanjab Barat, Jambi, Masih Lihai Menyusun Benang tuk Jadi Kain Songket
Wanita 68 Tahun di Betara, Tanjab Barat, Jambi, Masih Lihai Menyusun Benang tuk Jadi Kain Songket
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Deni Satria Budi
Wanita 68 Tahun di Betara, Tanjab Barat, Jambi, Masih Lihai Menyusun Benang tuk Jadi Kain Songket
TRIBUNJAMBI.COM, KUALA TUNGKAL - Songket merupakan jenis kain tenunan tradisional melayu dan Minangkabau di Indonesia, Malaysia, dan Brunei.
Ditengah pesatnya perkembangan zaman, Nurfidah (68) warga Desa Mandala Jaya, Kecamatan Betara, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, masih setia menenun songket.
Dari tangan kreatifnya, melahirkan berbagai jenis motif songket, diantaranya songket Motif Kapal layar, Udang Ketak, Buah Lakum, dan motif Cantik Manis.

Bahkan dua motif seperti Buah Lakum dan Udang Ketak telah mengantongi sertifikat hak cipta dari Kementerian Hukum dan HAM sejak 2014 lalu.
Saat Tribunjambi.com menyambangi kediamannya, Nurfidah menunjukkan keahliannya dalam menyusun helai demi helai benang hingga menjadi kain songket.
Dia menceritakan dirinya mengerjakan tenunan itu ditengah tengah aktifitasnya setiap hari. Dan untuk satu songket dibutuhkan waktu tujuh hingga sembilan hari.
"Kalau satu pasang bisa membutuhkan waktu sekitar 14 hari," kata pasangan Abdul Halim ini.
Baca: 11.545 Siswa SMP di Kota Jambi, Ikuti UNBK, Dinas Pendidikan Antisipasi Listrik Padam
Baca: BREAKING NEWS 70 Santri Pesantren Teriak Histeris, Kapal Ferry Penyeberangan Tenggelam di Dermaga
Baca: Begini Jalur BRT yang Akan disiapkan Sebelum Lebaran Ini, Tarif akan Menyesuaikan
Bahan yang digunakan tersebut didatangkan dari Palembang. Sebab bahan yang sesuai dengan keinginannya hanya ada dari Palembang dengan harga sekitar Rp 100 ribu hingga Rp 1 juta.
Satu pasang Songket digolongkan dalam keluarga tenunan brokat ini dibandrol dengan harga sekitar Rp 1.5 juta.
Selain mengerjakan pesanan, ibu Nurfida diwaktu senggang kesehariannya dengan menenun.
Pemesan kain songket ini datang dari kalangan masyarakat biasa, toko pakaian hingga para pejabat seperti istri bupati dan istri kapolres.
Songket ini pun sudah tampil di tingkat nasional dalam berbagai pemeran. Bahkan pesanan juga datang dari luar Tungkal.
"Motif perahu layar sering dipesan orang Sumedang," ujar Nurfidah, sembari menunjukkan ketelitian dan kemahirannya dalam menyusun helai demi helai benang sutra yang telah dipintal.
Mata Nurfidah pun menunjukkan kejeliannya dalam menyusun formasi motif yang diinginkan oleh pemesan.
Menenun merupakan profesinya sejak dahulu, sebelum pindah ke Kuala Tungkal sejak 2004 lalu.
Baca: Bupati Masnah Tinjau Langsung Ke TPS, Pastikan Situasi Pemilu Serentak di Muarojambi Aman dan Damai
Baca: KPU Kota Jambi, Yakin Tidak Ada Kesalahan Input Data ke Website KPU
Baca: Bupati Perempuan Pertama di Provinsi Jambi, dapat Hadiah Karikatur Wajah dari Seniman Edi Darma
Sejak tahun 1972, Nurfidah pertama kalinya hanya menenun kain laki laki, Matik, (Batik) namun dikarenakan penghasilan tidak mencukupi, maka diputuskan untuk menenun songket
Dia menceritakan dari proses pembuatan satu pasang songket, hal yang paling sulit itu dalam pembuatan motif. Pembuatan motif ini dengan menggunakan benang warna emas.
Baca: Viral Video Potongan Tubuh Manusia Didalam Perut Buaya Sepanjang Lebih dari 4 Meter
Baca: 3 Jembatan akan Dibangun Tahun Ini, Diantaranya Akses Jalan ke Pabrik Semen Batu Raja Sarolangun 1
Meskipun demikian, dia tetap mempertahankan untuk menenun, dengan tujuan melestarikan budaya yang mulai tergerus. Dan kepada pemerintah dia berharap agar kedepannya dapat diperhatikan.
Wanita 68 Tahun di Betara, Tanjab Barat, Jambi, Masih Lihai Menyusun Benang tuk Jadi Kain Songket (Darwin Sijabat/ Tribun Jambi)