Kisah Militer
SENDIRIAN! Komandan TNI AU Bubarkan Pasukan Gaib Lewat Perjuangan Kemerdekaan, Anak Buah Ketakutan!
Tak lama setelah seruan itu, pasukan gaib tersebut sekonyong-konyong hilang. Esoknya, anak buah Hanandjoeddin melanjutkan upaya peledakan jembatan.
SENDIRIAN! Komandan TNI AU 'Bubarkan' Pasukan Gaib Lewat Kalimat Perjuangan Kemerdekaan
Bercerita dengan suara bergetar, Indra sesekali sempat mengusap air mata harunya karena sang ayah yang menjadi calon pahlawan nasional.
Anak ke-6 dari Hanandjoeddin ini mengenang ayahnya sebagai sosok yang bersahaja dan tidak membanggakan karir.
Bahkan ia sendiri tak banyak mengetahui jejak perjuangan ayahnya.
"Beliau tidak pernah cerita jadi kami (anaknya) tidak tahu, saat beliau meninggal saya cari arsip di lemarinya saya berikan pada Lanud Haris. Saat itu beliau bilang ke saya kaget karena bintang jasa bapak (H AS Hanandjoeddin) banyak. Saya lebih terkejut, karena baru lihat profil beliau," katanya pada Rabu (29/8/2018).
Baca: Ibunda Ivan Gunawan Yakinkan Anaknya Lamar Ayu Ting Ting, Tapi Bilqis Maksa Maunya Shaheer Sheikh
Baca: Tak Tahan Nafsu, Kakek 58 Tahun Cabuli Belasan Kali Keponakan Baru Kelas 1 SD, Terakhir Usai Mandi
Baca: Bocah SMP Digilir 3 Sekaligus Oleh Pria yang Baru Kenal, Nafsunya Terpancing Oleh Status di Facebook
Baca: Berani Sentuh Organ Intim Istrinya Saat Mandi di Sungai, Lelaki Ini Potong Tangan Saudara Iparnya
Baca: Dikira Hamil! Perut Buncit Syahrini Jadi Sorotan di Medan Saat Nyanyi di Panggung, Warganet Kaget!
Ia mengatakan mungkin sang ayah tak pernah menceritakan karena tak ingin anak-anaknya besar kepala.
Namun sejarah mencatat, nama H AM Hanandjoeddin pernah mengharumkan nama Indonesia dengan kisah heroiknya.
Dikutip dari buku ‘Sang Elang: Serangkai Kisah Perjuangan H AS Hanandjoeddin di Kancah Revolusi Kemerdekaan RI’ karya Haril M Andersen.
Kisah H AM Hanandjoeddin satu ini cukup nyeleneh.
Tidak sedikit kisah-kisah ‘nyeleneh’ dan bernuansa mistis yang dialami sejumlah petarung republik, seperti pengalaman serdadu AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia, kini TNI AU) di pedalaman Trenggalek, Jawa Timur.
Baca: 4 Langkah Mudah Cara Melacak Lokasi Pacar Menggunakan Google Maps, Pasangan Gak Bisa Bohong Lagi!
Baca: Analisis Litbang Kompas : Pertarungan Hasan Basri Agus (HBA) Dengan Mantan Kadis Rebut Kursi DPR-RI
Baca: Jelang Liga Champions, Diprediksi Tanpa Ronaldo! Nasib Juventus Mengkhawatirkan Lawan Ajax Amsterdam
Perang kemerdekaan 1945–1949 tidak hanya menghadirkan beragam kisah heroik.
Pasukan Detasemen Udara Parigi pimpinan Opsir Muda Udara III Hanandjoeddin mengalami kejadian misterius dihadang seribu pasukan gaib.
Kejadiannya terjadi pada Januari 1949 atau beberapa pekan pasca-Belanda melancarkan Agresi Militer II (19 Desember 1948).
Gara-garanya, pasukan Hanandjoeddin hendak memutus sebuah jembatan tua di Lembah Watulimo dengan peledak.
Namun entah apa gerangan, jembatan tua dan tampak tidak kuat itu tak mau hancur oleh bahan peledak berkekuatan tinggi yang bisa menghancurkan beton.
Pasalnya tak ada api atau letupan yang dihasilkan oleh bahan peledak.
Merasa ada yang janggal dengan jembatan itu, H AS Hanandjoeddin mencari tahu asal usul jembatan itu.
Niat H AS Hanandjoeddin menghancurkan jembatan sangatlah penting.
Tujuannya, demi menghambat laju pergerakan tentara Belanda.

Kala itu, jembatan dihancurkan dengan memerintahkan anak buanya yang berada di lapangan.
Tapi ternyata dalam beberapa percobaan awal para anak buahnya, peledak yang ditanam tak kunjung meletup, hingga harus kembali untuk melapor pada Hanandjoeddin di markas.
Hanandjoeddin pun coba mendatangi seorang tokoh desa setempat untuk mengetahui, apakah memang jembatan itu ada yang “melindungi”?
Ternyata iya. Hanandjoeddin pun diminta untuk puasa dan bermunajat kepada Allah SWT jika ingin kerajaan gaib yang melindungi jembatan itu bisa dipindah.
Merasa hal itu tak masuk akal, Hanandjoeddin memilih mendatangi sendiri jembatan itu bersama beberapa anak buahnya.
Perasaan ‘ngeri’ mulai menghinggapi pasukannya lantaran hari juga sudah beranjak gelap.
Suasana kian mencekam dan horor saat melewati hutan Watulimo yang acap disebutkan warga lokal desa lain sebagai tempat yang angker.
“Maaf, ndan (komandan) sebaiknya kita urungkan rencana malam ini,” ucap M Yahya, salah satu anak buah Hanandjoeddin.
Saat ditanya kenapa, ternyata anak buahnya pada ketakutan.
“Kalau kalian takut, kembali saja ke markas! Biar saya sendiri yang pergi ke jembatan!” seru Hanandjoeddin.
Anak Buah Lari Tunggang Langgang
Mendengar komandannya berang, anak buahnya tetap mencoba mengikuti Hanandjoeddin dari belakang.
Tapi baru saja mau mengikuti, mereka sudah kabur pontang-panting karena melihat sepasukan besar berbaris menjuruskan bedil kunonya pada mereka.
Hanandjoeddin sendiri tak sadar sudah ditinggal kabur anak buahnya.
Mereka yang begitu gagah pantang mundur sejengkal pun saat meladeni tentara Belanda, anehnya langsung ‘ngacir’ saat dihadang tentara berseragam militer jawa kuno yang terkesan gaib.

Sementara Hanandjoeddin yang meneruskan langkahnya, baru sadar dia ditinggal sendiri saat dikepung seribu pasukan misterius itu.
Kendati sempat merinding, namun Hanandjoeddin memberanikan diri berseru kepada pasukan gaib itu setelah sejenak beristighfar.
Menaklukkan Pasukan Ghaib Dengan Istigfar
“Assalamualaikum! Saya Hanandjoeddin, Komandan Pertahanan di wilayah Watulimo. Kami bermaksud baik menyelamatkan rakyat dan alam daerah ini dari penjajah Belanda. Bantulah perjuangan kami menegakkan kemerdekaan Indonesia. Saya yakin kalian di pihak kami karena perjuangan sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang, sejak zaman Sultan Agung Raja Mataram. Kami hanya melanjutkan cita-cita Beliau. Saya meminta kalian memaklumi kami memutus jembatan penghubung desa ini demi keselamatan rakyat Watulimo. Terima kasih atas pengertiannya, Assalamualaikum!”
Tak lama setelah seruan itu, pasukan gaib tersebut sekonyong-konyong hilang.
Esoknya, anak buah Hanandjoeddin melanjutkan upaya peledakan jembatan.
Uniknya dalam percobaan pertama, bom yang dirakit dan ditanam meledak dan langsung merobohkan jembatan tua tersebut.
Nama H AS Hanandjoeddin dijadikan Nama Bandara Tanjung Pandang
Letnan Kolonel Pas (Purn.) H.A.S. Hanandjoeddin (lahir di Tanjung Tikar, Sungai Samak, Badau, Belitung, Kepulauan Bangka Belitung, 5 Agustus 1910 – meninggal di Tanjung Pandan, Kepulauan Bangka Belitung, 5 Februari 1995 pada umur 84 tahun) adalah tokoh militer Indonesia.

Mengutip dari Wikipedia, Dia pernah menjabat sebagai Bupati Belitung sejak 1967 hingga 1972.
Namanya kini diabadikan di Bandar Udara Internasional H.A.S. Hanandjoeddin, Tanjung Pandan dan Lanud H.A.S. Hanandjoeddin, Tanjung Pandan. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Cerita Komandan TNI AU Sendirian 'Bubarkan' Pasukan Gaib Lewat Kalimat Perjuangan Kemerdekaan,