KISAH Kopassus Kuasai Kota Dili, Tiada Hari Tanpa Baku Tembak: Belasan Prajurit Kopassus Gugur
TRIBUNJAMBI.COM- Kopassus kehilangan belasan prajuritnya terjadi saat TNI menggelar operasi lintas udara
TRIBUNJAMBI.COM- Kopassus kehilangan belasan prajuritnya terjadi saat TNI menggelar operasi lintas udara terbesar untuk menguasai Kota Dili, Timor Portugal pada 7 Desember 1975
Operasi terbesar ini menorehkan pengalaman tersendiri di benak para prajurit Kopassus yang ikut bertugas saat itu
Operasi tersebut menerjunkan hampir 270 orang Prajurit Para Komando dari Grup I Kopasandha (kini Kopassus) dan 285 prajurit Yonif 501.
Seperti dilansir dari buku 'Hari "H": 7 Desember 1975, Reuni 40 Tahun Operasi Lintas Udara di Dili, Timor Portugis' yang disunting Atmadji Sumarkidjo dan diterbikan penerbit Kata.
Banyak kelemahan dari operasi penyerbuan itu, seperti salah satunya data intelijen yang menyesatkan.
Data intelijen menyebutkan bahwa musuh yang menjaga Kota Dili hanya sekelas dengan Hansip dan itu merupakan kesalahan yang fatal.
Cukup banyak korban jiwa yang gugur dalam misi tersebut, seperti Kopassus yang kehilangan 19 prajurit dan dari Yonif 501 gugur 35 orang.
Pasukan Grup I Kopasandha bertugas sekitar empat bulan di Timor Timur.
Mereka diterjunkan mulai 7 Desember 1975 hingga 31 Maret 1976.
Pasukan inilah yang melewati masa-masa terberat di awal Operasi Seroja.
Hampir tidak ada hari tanpa penyergapan dan aksi baku tembak
Akhirnya, mereka pun ditarik pulang ke Home Base di Cijantung dengan menumpang kapal KM Tolanda.
Sesampainya di Tanjung Priok, puluhan truk sudah menunggu untuk membawa mereka pulang ke Cijantung yang berada di Jakarta Timur.
Kapten Bambang Mulyanto mengingat perjalanan itu terasa sangat lama.
Para prajurit sudah tak sabar lagi untuk bertemu dengan keluarga yang sudah ditinggalkan empat bulan lamanya.
Kapten Bambang menceritakan, saat tiba di asrama Kopasandha, Cijantung, terlihat ibu-ibu, anak-anak, dan masyarakat berdiri berbaris di sepanjang jalan.
Mereka melambai-lambaikan tangannya menyambut para pahlawan yang telah kembali dari medan perang.
Pada saat truk berhenti, berhamburanlah mereka mencari suami, ayah, keluarga atau teman mereka.
"Ada satu hal yang membuat saya menitikkan air mata ketika menyaksikan putra almarhum Koptu Samaun berlari kian kemari mencari ayahnya yang sudah gugur dan dikebumikan di Timor Timur," kenang Kapten Bambang sedih.
Rupanya sang ibu tak berani menceritakan pada anaknya bahwa sang ayah sudah gugur.
Karena itulah bocah malang itu masih berlari-lari ingin mencari ayahnya yang telah meninggal
Kopral Satu Samaun gugur pada tanggal 7 Desember 1975 di tengah pertempuran merebut Kota Dili.
Dia mendapat kenaikan pangkat anumerta menjadi sersan dua
Prajurit Kopassus Bertahan 5 Hari di Antara Mayat Rekannya
Misi berat juga pernah dialami prajurit Kopassus (saat itu bernama RPKAD) saat menjalankan misi Tri Komando Rakyat (Trikora) di Papua
Dilansir dari buku '52 Tahun Infiltrasi PGT di Irian Barat' terbitan tahun 2014, seorang prajurit Kopassus dikisahkan pernah bertahan diantara mayat rekan-rekannya usai disergap pasukan Belanda
Saat itu, TNI melakukan infiltrasi militer ke Papua melalui Operasi Banteng I.
Operasi itu melibatkan personel Pasukan Gerak Tjepat (PGT) yang saat ini bernama Paskhas, dan RPKAD yang sekarang bernama Kopassus
Gabungan Kopassus dan Paskhas itu diterjunkan di tengah hutan belantara di Irian Barat. Mereka masuk wilayah pertahanan Belanda dan mengacaukan konsentrasi pasukan musuh.
Prajurit yang siap tempur itu dibagi dua tim, yakni Banteng I di Fak-fak dan Banteng II di Kaimana.
Banteng I melakukan misi penerjunan di Fak-Fak, dipimpin Letda Inf Agus Hernoto. Banteng II di Kaimana dipimpin Lettu Heru Sisnodo.
Sambil menunggu perintah berangkat, pasukan ini sempat beristirahat di bawah sayap pesawat.
Mereka berusaha tidur sekenanya untuk mengumpulkan tenaga.
Tiga pesawat Dakota yang dipimpin Mayor Udara YE Nayoan, Komandan Skadron 2 Transport, disiapkan untuk menerbangkan pasukan ke Fak-Fak.
Lengkapnya, operasi ini akan menerjunkan satu tim gabungan yang terdiri dari 10 prajurit PGT, 30 prajurit RPKAD ditambah dua orang Zeni.
Tim ini dipimpin Letda Agus Hernoto dari Kopassus.
Sewaktu lepas landas dari Laha, hujan turun deras.
Dropping dilaksanakan saat subuh di sebelah utara Fak-Fak.
Setelah konsolidasi di pagi hari itu, rombongan PU II Pardjo yang diterjunkan di Fak-Fak ternyata selamat dan satu anggota dinyatakan hilang.
Beberapa hari kemudian datang Marinir Belanda sehingga terjadi kontak senjata.
Sesuai instruksi sebelumnya, bila kekuatan tidak seimbang segera masuk hutan.
Setelah keadaan tenang mereka menyusup kembali ke kampung tersebut dan ternyata sudah kosong.
Rumah-rumah penduduk dibakar oleh Belanda dan penduduknya mengungsi entah kemana.
Sementara pasukan yang diterjunkan di Fak-Fak, sekitar satu bulan bertahan di sekitar kampung Urere, kemudian mendapat perintah meninggalkan kampung.
Dalam kondisi sudah lemah karena kekurangan makanan, pasukan berhenti sejenak di kebun pala untuk istirahat.
Kemudian, secara tiba-tiba diserang pasukan Belanda dari arah seberang sungai.
Dalam kontak senjata, lima anggota gugur yaitu KU I Adim Sunahyu, PU I Suwito, PU I Lestari, dua orang dari RPKAD yakni Sukani dan seorang lagi tak diketahui namanya.
Komandan Peleton Letda Agus Hernoto tertembak di kedua kakinya dan ditawan Belanda.
Sedangkan PU II Pardjo, kaki kanannya tertembak namun dengan sisa tenaganya berusah menyelinap.
Setelah Belanda pergi, Pardjo berusaha merangkak (karena tak sanggup berdiri) menuju tempat temannya yang gugur.
Dia hanya bisa berdoa dan tetap bertahan hidup di situ sekitar lima hari, di antara mayat teman-temannya yang mulai membusuk.
Kebetulan beberapa orang Papua lewat tempat itu dan menemukan Pardjo.
Mungkin kasihan melihat Pardjo yang terluka, ia digotong dan dibawa ke kampung terdekat.
Setelah beberapa hari dirawat, digotong lagi bersama-sama menyusuri pantai menuju rumah sakit angkatan laut Belanda di Fak-Fak.
Di sini ia memperoleh perawatan medis sebelum ditahan.
Pada saat penahanan itu ia mendengar melalui radio Belanda bahwa telah terjadi gencatan senjata.
Setelah menjalani interogasi, ia dikirim dengan kapal laut ke Biak dan dari sana dibawa ke penjara di Pulau Wundi.
Di sinilah akhirnya ia bertemu pasukan Resimen Pelopor, Kapten Kartawi dengan pasukannya, pasukan Peltu Nana, Serma Boy Tomas, Kapten Udara Djalaludin, Letnan Udara I Sukandar dan kru pesawat Dakota T-440.
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Detik-detik Belasan Prajurit Kopassus Gugur Saat Kuasai Kota Dili, Tiada Hari Tanpa Aksi Baku Tembak,