Kisah Militer
Kisah Pilot Tempur TNI AU, Naik Pesawat Tua, Disuruh Ngebut 1.000 Km/Jam Buntuti Rudal Harpoon
Misi pilot Indonesia merekam penembakan rudal penghancur kapal Harpoon ketika terbang menuju target. Gila memang ...
Misi pilot Indonesia merekam penembakan rudal penghancur kapal Harpoon ketika terbang menuju target. Gila memang, pesawat lawas F-5E harus memacu kecepatan sampai 1.000 Km per jam membuntuti laju rudal Harpoon.
TRIBUNJAMBI.COM - Ini kisah pilot tempur TNI AU pada dekade 1970-an yang mendapat misi yang berisiko dan hampir mustahil.
Kala itu, alat utama sistem senjata (alutsita) made in Soviet milik Indonesia sepanjang 1970-an grounded.
Kondisi tersebut berimbas pada penurunan kekuatan militer Indonesia, terutama di Angkatan Udara (TNI AU).
Kondisi itu seperti berbalik 180 derajat dibanding dekade sebelumnya.
Lumpuhnya kekuatan udara TNI AU berimbas pada tingkat kesiapan dalam menjalankan sebuah operasi militer.
Kencan Dulu Baru Bunuh, Terkuak Alasan Seorang Dosen Doktor di UNM Bunuh Siti Zulaeha
Live Streaming TVRI, Garuda Select vs Charlton Athletic U18, Kick Off 20.00 WIB, Bisa Nonton di HP
Terungkap dari Rian Subroto, Ini Alasannya Mau Keluarkan Rp 80 Juta Demi Kencani Vanessa Angel
Cinta Segitiga dan Foto Syur Dian Mardiani, Sabar Manullang Hajar Jufrizal hingga Dijemput Maut
Foto Bersama Siti Zulaeha dan Dosen UNM Tersangka Pembunuhan Sadis Beredar, Badan Miring
Hal ini terjadi pada Operasi Seroja merebut Timor Timur, di mana TNI AU harus menggunakan pesawat tua lansiran Perang Dunia II.
Saat itu, pesawat yang digunakan seperti B-25 Mitchell dan C-47 Dakota sebagai tulang punggung operasi.
Presiden Indonesia kala itu sadar bahwa kekuatan TNI AU harus disegarkan kembali demi menjaga eksistensi tentara langit mengawal kedaulatan Republik.
Maka dengan lobi-lobi, Indonesia berhasil membeli jet tempur kelas 'sangar' pada waktu itu, yakni F-5E Tiger dari Amerika Serikat dan A4-E Skyhawk bekas pakai AU Israel.
Namun, tak mudah bagi para pilot TNI AU menerbangkan F-5E.
Melansir Kompas.com yang menukil dari buku Elang Tanah Air di Kaki Lawu: Sejarah Pangkalan Udara Iswahjudi, 1939-2003.

Kepala Staf Angkatan Udara ( KSAU ), Marsekal Yuyu Sutisna, yang dulu merupakan pilot F-5E, mengatakan perlu keahlian khusus menerbangkan si Freedom Fighter.
"Bentuknya sangat ramping sehingga kecepatannya tinggi dan harus pas mengatur pendaratan. Sangat mudah terjadi over shoot-melewati pendaratan-sehingga pesawat celaka," kata Yuyu.
Yuyu juga mengalami era transisi di mana F-5E diupgrade kemampuannya dari sistem analog ke komputerisasi.