Jadi Rektor Mahar Miliaran Rupiah, Menag Lukman Hakim Sambut Positif
Lukman Hakim Saifuddin bahkan menganggap ramainya kabar soal mahar itu merupakan sesuatu yang positif baginya.
TRIBUNJAMBI.COM-Kabar mahar atau uang miliaran rupiah yang harus dikeluarkan seseorang agar bisa menjadi rektor di sebuah universitas tengah ramai dibicarakan.
Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin akhirnya angkat bicara terkait kabar tersebut.
Lukman Hakim Saifuddin bahkan menganggap ramainya kabar soal mahar itu merupakan sesuatu yang positif baginya.
Hal tersebut disampaikan Lukman di program Fakta tvOne bertajuk 'Dagang Jabatan di Kemenag: Siapa Lagi yang Terlibat?', Senin (25/3/2019) malam.
Awalnya, Lukman Hakim Saifuddin menegaskan agar pihak-pihak yang menyampaikan kabar soal mahar tersbeut, tak hanya mengatakannya secara sembarangan.
Menurut Lukman Hakim Saifuddin, perlu ada bukti yang jelas atas apa yang disampaikan.
"Saya mohon, siapapun pihak-pihak yang menyampaikan itu sebaiknya datang dengan bukti-bukti yang cukup. Jangan hanya menyampaikan di ruang publik tanpa pembuktian yang jelas," tegas Lukman Hakim Saifuddin dikutip TribunJakarta.com dari YouTube TV One, pada Selasa (26/3/2019).
Baca: Ustaz Abdul Somad Dapat Hadiah Mobil Fortuner dan Segepok Uang, Uang Itu Tak Saya makan
Baca: Cinta Segitiga dan Foto Syur Dian Mardiani, Sabar Manullang Hajar Jufrizal hingga Dijemput Maut
Baca: Jual Beli Jabatan di UIN Antasari, Rektor Beri Penyataan yang Bikin Mahfud MD Minta Maaf
Lukman Hakim Saifuddin memaparkan, apa yang dipaparkan terkait jual beli jabatan ini dinilainya sebagai sesuatu yang positif.
Lukman Hakim Saifuddin lantas membeberkan alasanya.
Menurut Lukman Hakim Saifuddin ramainya kabar tersebut dapat menjadi pintu gerbang untuk mencari tahu kebenaran terkait jual-beli jabatan rektor."Tapi bagi yang lain itu bisa meruntuhkan apa ya, terjadi demoralisasi, meruntuhkan semangat ASN-ASN kita dan lalu kemudian menjadi prejudice, dugaan-dugaan yang tidak berdasar," sambung dia.
Simak videonya mulai dari 11:48
Diketahui, pembahasan soal mahar untuk menjadi seorang rektor ramai diperbincangkan sejak OTT Romahurmuziy menjadi topik diskusi di program Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (19/3/2019).
Satu yang membahas soal mahar untuk menjadi rektor ini adalah Mantan Ketua MK, Mahfud MD.
Di program ILC itu, Mahfud MD memaparkan tiga contoh kasus jual beli jabatan yang melibatkan rektor UIN dan IAIN.
"Untuk UIN, Prof Andi Faisal Bakti dua kali menang pemilihan rektor di UIN, tidak diangkat," ujar Mahfud.
Mahfud menjelaskan, saat Andi Faisal Bakti terpilih menjadi rektor di UIN Makassar, ada aturan baru yang membuatnya gagal dilantik."Begitu menang dibuatlah aturan bahwa yang boleh menjadi rektor di situ adalah mereka yang sudah tinggal di UIN itu enam bulan terakhir, paling tidak," kata Mahfud.
"Andi Faisal Bakti ini dosen UIN Makassar, tetapi dia pindah ke Jakarta. Karena sesudah pulang dari Kanada, dia pindah tugas ke Jakarta."
"Dia terpilih di sini, dan aturannya bahwa harus enam bulan itu dibuat sesudah dia menang. Dibuat tengah malam lagi," ungkap dia.
Mahfud menjelaskan, dirinya lantas membantu Andi Faisal Bakti itu ke pengadilan, dan menang."Perintah pengadilan, harus dilantik. Tapi tidak dilantik juga. Diangkat rektor lain," ujar Mahfud.
Tak sampai di situ, Mahfud menjelaskan, tahun lalu Andi Faisal Bakti juga ikut pemilihan pada tahun lalu.
Menurut Mahfud, Andi Faisal Bakti kembali menang pemilihan di UIN Ciputat, Jakarta pada tahun lalu, namun tetap tidak dilantik.
"Saya baru dapat kiriman katanya malam ini mahasiswa-mahasiswa di Ciputat ini sedang demonstrasi memprotes kebijakan pemerintah, ada pemilihan yang tidak disosialisasikan dulu cara pemilihannya," terang Mahfud.
Mahfud lantas memaparkan, Andi Faisal Bakti pernah didatangi orang dan dimintai uang Rp 5 miliar jika ingin menjadi seorang rektor."Rektor IAIN Meulaboh, Pak Syamsuar, diperlakukan hal yang sama. Dia satu-satunya orang yang memenuhi syarat dan terpilih sebagai rektor di situ," terang Mahfud.
"Tapi menurut aturannya PMA 68, calonnya harus tiga. Padahal tidak ada di situ orang yang memenuhi syarat. Didatangkan dari luar dengan maksud untuk formalitas,"
"Ternyata terpilih betul, padahal tadinya mau formalitas," papar dia.
Mahfud menuturkan, dirinya mendengar keluhan-keluhan dari UIN dan IAIN seluruh Indonesia terkait ini."Tapi mereka enggak berani ngomong. Tapi lapor tiap hari ketemu. 'Bagaimana pak Kementerian Agama kok begini?'," ungkapnya.
Simak video selengkapnya:
Menag Lukman Hakim: Uang Itu Honor Saya Selama Jadi Menteri
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengungkapkan pengakuan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, setelah KPK menggeledah dan menyita sejumlah uang dari ruang kerjanya.
Pada penggeledahan Senin (18/3/2019) lalu, KPK menemukan uang senilai total Rp 180 juta dan 30.000 dolar Amerika Serikat.
Arsul Sani mengaku berkomunikasi dengan Lukman Hakim Saifuddin setelah penggeledahan tersebut.
"Ya tentu Pak Arwani (Waketum PPP), saya, itu kan setelah adanya penyitaan sejumlah uang ya dari ruang kerja Pak Menteri Agama, kami tentu berkomunikasi dengan Pak Menteri Agama, karena beliau kan memang kader PPP," kata Arsul Sani di Kantor DPP PPP, Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Dari komunikasi tersebut, Lukman Hakim Saifuddin mengaku kepada Arsul Sani, uang yang disita KPK merupakan honor-honornya selama menjabat Menteri Agama.
Lukman Hakim Saifuddin juga memastikan kepada Arsul Sani, uang tersebut halal.
"Pak Menteri Agama menyampaikan, 'Mas, itu tidak ada uang yang aneh-aneh. Semua uang itu adalah honor-honor saya selama menjadi menteri, dan itu ada dalam begitu banyak amplop'. Kira kira seperti itu, tapi itu semuanya adalah uang halal, uang sah," tutur Arsul Sani.

Arsul Sani pun percaya kepada Lukman Hakim Saifuddin, karena ia meyakini sosok Lukman Hakim Saifuddin adalah figur yang bersih.
Selain itu, Arsul Sani dapat memahami situasi dari pengakuan Lukman Hakim Saifuddin.
Ia menyamakan keadaan tersebut seperti dirinya sebagai anggota Dewan, yang sering menaruh uang honor di ruang kerja.
"Saya membayangkan sekali lagi bisa jadi benar, bisa jadi salah. Saya kan juga anggota DPR, sering kali juga kan terima honor kan? Pansus, Panja," ujarnya.
"Karena itu sering juga kita taruh saja di ruang kerja kita, di lemari. Makanya kalau di DPR itu kan ada istilah PAC, anggota DPR PAC, Pengumpul Amplop Cokelat," selorohnya.
"Saya membayangkan situasinya Pak Menag seperti kami juga beberapa yang di DPR, karena memang uang itu seperti itu biasanya kan kalau di DPR ada misalnya tamu dari daerah jauh, kadang pulangnya juga minta kan uang transportasi dan lain sebagainya, itu kita pergunakan seperti itu," tuturnya.
"Nah, penjelasan Pak Menag seperti itu, dan itu langsung saya pahami bahwa situasinya kurang lebih sama dengan kami yang di DPR juga," sambung Arsul Sani.
Namun demikian, Arsul Sani tak mengetahui sejak kapan Lukman Hakim Saifuddin menaruh uang honor di ruangannya.
Arsul Sani justru berharap KPK memberi klarifikasi terkait bagaimana keadaan ketika uang disita oleh KPK.
Hal tersebut guna menghindari prasangka buruk seolah-olah uang tersebut benar hasil suap.
"Itu kan biasanya tidak kemudian menjadi satu gepok ada dalam beberapa amplop. Nah, saya kira yang kita perlu klarifikasi juga ke KPK, kan yang disampaikan KPK itu kan total jumlahnya, tapi kok tidak menjelaskan bagaimana keadaan ketika uang itu disita?" paparnya.
"Apakah misalnya dalam begitu banyak amplop yang katakanlah itu kecil-kecil, mungkin ada yang 2 juta, 3 juta, dan apa ada tulisannya atau tidak di amplop itu," imbuh Arsul Sani.
"Nah, ini kan yang tidak dijelaskan oleh KPK. Saya berharap KPK bisa menjelaskan, sehingga tidak berkembang kemudian prasangka atau suuzan bahwa seolah-olah itu menteri uangnya pasti uang suap tidak halal dan sebagainya. Saya kira kita usulkan kepada KPK agar baiknya dijelaskan juga," bebernya.
Sebelumnya, KPK mengungkap nominal uang hasil penggeledahan dari ruang kerja Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin.
Sebelumnya, pada Senin (18/3/2019) malam, tim penyidik KPK menggeledah ruang kerja Lukman Hakim Saifuddin terkait kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag), yang turut melibatkan mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Romy.
"Setelah dihitung, jumlah uang yang ditemukan di laci meja kerja di ruang Menteri Agama tersebut sekitar Rp 180 juta dan USD30 ribu," ungkap Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (19/3/2019).
Tindakan lebih lanjut, kata Febri Diansyah, KPK menyita sejumlah uang tersebut.
"Sebagai bagian dari penanganan perkara, kami melakukan penyitaan terhadap uang tersebut, dan dokumen-dokumen yang relevan dengan perkara di Kemenag dan PPP," katanya.
Ada pun Febri Diansyah sempat mengatakan, hingga kemarin KPK belum mengeluarkan jadwal pemeriksaan tersangka maupun saksi.
Namun, dia menegaskan bahwa peluang memanggil Menag sangat terbuka. Sebab, penyidik perlu menanyakan semua temuan mereka di lapangan kepada pihak-pihak terkait.
“Apalagi, ada beberapa dokumen dan uang yang diamankan dan disita dari ruangan Menteri Agama,” kata Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (19/3/2019).
Febri Diansyah menandaskan, KPK tidak akan pandang bulu. Siapa pun yang terlibat, dari partai apa pun, pasti akan diproses.
“Tentu sudah kami identifikasi (pihak lain yang diduga terlibat. Tapi, sampai saat ini belum bisa kami sampaikan karena hal itu terkait dengan materi penanganan perkara,” jelasnya.
Dalam kasus ini, Romy diduga menerima suap Rp 300 juta terkait pengisian jabatan di Kemenag.Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin diduga telah menyuap Romy untuk mengurus proses lolos seleksi jabatan di Kemenag.
Muhammad Muafaq mendaftar untuk posisi Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik. Sedangkan Haris mendaftar sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jatim.
Padahal, pihak Kemenag menerima informasi bahwa nama Haris Hasanuddin tidak diusulkan ke Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, lantaran diduga pernah mendapatkan hukuman disiplin.
Namun, demi memuluskan proses seleksi jabatan tersebut, diduga terjadi komunikasi antara Muafaq dan Haris yang menghubungi Romy untuk mengurus proses lolos seleksi jabatan di Kemenag.
"Diduga, terjadi kerja sama pihak-pihak tertentu untuk tetap meloloskan HRS (Haris Hasanuddin) dalam proses seleksi jabatan tinggi di Kementeriaan Agama tersebut," papar Laode M Syarif.
Muafaq dan Haris sebelumnya memberikan uang senilai Rp 250 juta di kediaman Romy pada 6 Februari 2019 lalu. Uang itu diduga pemberian yang pertama.
Kemudian, Haris Hasanuddin pada akhirnya dilantik oleh Menag Lukman sebagai Kakanwil Kemenag Jatim pada awal Maret 2019.
Setelah Haris lolos seleksi dan menjabat Kakanwil Kemenag Jatim, Muafaq meminta bantuan kepada Haris untuk dipertemukan dengan Romy.
Lalu, pada Jumat (15/3/2019), Muafaq, Haris, dan calon anggota DPRD Kabupaten Gresik dari PPP Abdul Wahab menemui Romy untuk menyerahkan uang Rp 50 juta terkait kepentingan seleksi jabatan Muafaq.
Namun, langkah mereka terhenti seusai terjaring operasi tangkap tangan KPK bersama yang lainnya.
KPK menyebut dalam operasi senyap itu terjerat enam orang dan berhasil mengamankan uang dengan total Rp 156.758.000.
Saat ini hanya tiga orang yang menyandang status tersangka, sedangkan sisanya hanya sebagai saksi, yaitu Abdul Wahab, asisten Romy bernama Amin Nuryadi, serta sopir Muafaq dan Abdul Wahab berinisial S.
Atas perbuatannya, Romy selaku penerima suap disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b ayat (1) atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin selaku pemberi suap, dijerat pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca: Ustaz Abdul Somad Dapat Hadiah Mobil Fortuner dan Segepok Uang, Uang Itu Tak Saya makan
Baca: Jual Beli Jabatan di UIN Antasari, Rektor Beri Penyataan yang Bikin Mahfud MD Minta Maaf
Baca: Kisah Ustaz Abdul Somad Dapat Mobil Fortuner dari Bos Wong Solo, Edy Rahmayadi Beri Segepok Uang
Dalam OTT di Jawa Timur itu, Romahurmuziy dan pejabat Kemenag, diduga menerima suap terkait upaya mempengaruhi hasil seleksi jabatan pimpinan tinggi di Kemenag, yaitu Kepala Kantor Kemenag Gresik dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur.
Dalam OTT itu, KPK total menyita uang sejumlah Rp 156.758.000 dari beberapa orang, yaitu Rp 17,7 juta dari Kepala Kantor Kemenag Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi, Rp 50 juta dan Rp 70,2 juta dari Amin Nuryadin selaku asisten Romahurmuziy, serta Rp 18,85 juta dari Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin. (Chaerul Umam)
(*)
TONTON VIDEO: Detik-Detik Longsor Gunung Kapur Puger Terekam Kamera Ponsel dan Ada Korban Jiwa
IKUTI INSTAGRAM KAMI: TER-UPDATE TENTANG JAMBI
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Menag Lukman Hakim Sebut Uang Ratusan Juta yang Disita KPK Adalah Honor Selama Jadi Menteri
dan judul Kabar Mahar Miliaran untuk Jadi Rektor Ramai Dibicarakan, Menag Lukman Hakim: Bagi Saya Itu Positif