IBU dan Pacar Barunya Tega Racuni Balitanya: Hakim Pengadilan Mendakwa Mereka Membunuh
TRIBUNJAMBI.COM --Ibu dan kekasih barunya tega meracuni seorang balita untuk menutupi penganiayaan yang
TRIBUNJAMBI.COM --Ibu dan kekasih barunya tega meracuni seorang balita untuk menutupi penganiayaan yang mereka lakukan.
Sadisnya, usai meracuni, mereka malah bermain video game dan Facebook sementara sang balita terbaring sekarat.
Balita itu, Eve Leatherland yang baru berusia 22 bulan meninggal pada Oktober 2017 di rumahnya di Liskeard, Cornwall dengan cidera seperti yang disebabkan oleh kecelakaan mobil.
Tengkorak anak itu retak, tulang rusuknya patah dan hatinya pecah.
Sedang ibunya, Abigail Leatherland (24) dan kekasihnya Tom Curd (31) dari Watford diduga gagal mendapatkan bantuan untuk Eve.
Sebaliknya, Pengadilan Truro Crown mendengar bahwa pasangan itu justru menonton TV, bermain video game, saling mengirim pesan dan chatting dengan orang-orang di Facebook.
Dilansir dari Daily Mail pada Selasa (12/3/2018), pos mayat gadis itu mengungkapkan bahwa sejumlah besar kodein penghilang rasa sakit pada orang dewasa, obat yang tidak boleh diberikan pada anak-anak, justru ditemukan dalam tubuhnya.
Dalam persidangan yang berlangsung pada Selasa (12/3), keduanya didakwa dengan pembunuhan, pembunuhan karena kelalaian, dan menyebabkan atau membiarkan kematian seorang anak.
Mereka berdua membantah tuduhan itu dan mengatakan bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas cedera yang dialami Eve.
Membuka kasus ini, pengacara Sean Brunton mengatakan, "Eve Leatherland dibunuh di rumahnya sendiri. Dalam beberapa hari menjelang kematiannya, dia diserang setidaknya dua kali, mungkin beberapa kali.
"Dan selama penyerangan itu, dia menderita retak tulang tengkorak, beberapa patah tulang rusuk, hatinya pecah dan banyak luka lain dengan berbagai tingkat keparahan.
"Dia menderita luka-luka yang digambarkan oleh ahli medis sebagai jenis luka yang paling sering dikaitkan dengan kecelakaan lalu lintas jalan."
Eve tidak hanya menderita retak pada tulang tengkorak dan patah tulang rusuknya, tetapi tampaknya ketika dia diserang lagi, serangan pertama mirip dengan serangan pertama sehingga tulang tengkoraknya retak lagi begitu pula dengan tulang rusuknya.
Setelah serangan-serangan yang diterima Eve, dia kemudian diberi obat, yang sepertinya bukan obat yang tepat untuk meringankan sakitnya.
Eve diberi begitu banyak obat, sehingga dia terbunuh karenanya.
Belum diketahui apakah obat tersebut diberikan selama beberapa hari untuk mencoba menutupi efek dari berbagai serangan yang dialami Eve atau apakah dia diberikan satu dosis besar dalam beberapa jam sebelum Eve meninggal.
Kodein adalah obat penghilang rasa sakit orang dewasa yang kuat dan sama sekali tidak boleh diberikan kepada anak kecil.
Tetapi, kodein diberikan kepada Eve dalam jumlah yang sangat besar sehingga ketika reaksi obat dikombinasikan dengan cedera parah yang dialami Eve, itu membunuhnya.
Brunton menggambarkan bagaimana selama empat atau lima hari menjelang kematian Eve, dia hanya berada di rumah bersama Abigail dan Curd.
Setelah Eve mengalami cedera yang parah, alih-alih membawanya ke rumah sakit, kedua orang dewasa itu justru memberinya kodein dengan dosis yang banyak untuk mencoba menyelamatkannya.
Penuntut umum mengatakan bahwa tidak dapat dipahami bagaimana mungkin di rumah yang sedemikian kecil mereka berdua tidak menyadari kondisi Eve yang semakin memburuk.
Dengan kata lain, mereka menutup mata mereka untuk kondisi Eve dan malah bermain video game, menonton TV dan melakukan hal lain.
Saat Abigail menelepon 999 pada 5 Oktober 2017, para ahli mengatakan bahwa Eve 'hampir pasti' telah mati selama berjam-jam.
Ketika Eve tiba di rumah sakit setelah diterbangkan ke Rumah Sakit Derriford, tubuhnya telah terbujur kaku.
Meski demikian, Curd dan Abigail tetap menolak tuduhan tersebut.